Rino meremas-remas rambut Arwin, "Ngh... Ka-kakak, Ah.. Disitu" Sang suami sungguh bringas bermain lidah pada putingnya. Tidak hanya itu, Tanganya juga asik bermain di sebelah.
Arwin, "Suka?" Rino mengangguk gusar sebab tangan suaminya belum lelah bermain.
Lelaki itu menyeringai, Tanganya turun lalu berhenti pada penis Rino yang berdiri tegak kemudian menggenggamnya.
Rino, "Akh!" Benda miliknya digerakkan maju mundur oleh Arwin sementara ibu jari dan telunjuknya masih asik memilin puting pink remaja hamil yang sekarang genap hamil 1 bulan.
Pandangannya pindah ke perut, Mendekat dan memberinya sebuah kecupan, "Papa mau ngadain kunjungan sama kamu" Ujar Arwin.
"Pffftt" Ia mendongak, Didapatinya si pemilik perut nampak menahan tawa.
Arwin, "Kenapa? Kakak mirip orang gila gegara ngomong sama perutmu?" Perut yang sedikit buncit itu ditunjuk-tunjuknya gemas.
Rino, "Iya hahaha..."
Arwin mendatarkan alis serta matanya, "Lah tadi Adek juga begitu" Balasnya.
Rino, "Hnnng! Kak! Ja-jangan diremas!"
Arwin, "Hukuman" Lantas bangkit dari posisi tengkurapnya kemudian membuka celana dilanjut melepas celana dalamnya hingga seluruh tubuhnya terekspos sempurna di mata Rino. Matanya bergerak turun lalu terpaku pada satu titik, Barang yang pernah membobol keperjakaannya, Penis Arwin.
Sontak saja Rino beralih pandang ke arah lain, Arwin tergelak kecil, "Hey, Ini yang mau ngunjungi dedek bayi, Lihat dong" Godanya.
Rino menolak, "Tidak mau" Wajahnya seakan terbakar saking panasnya, Ia malu.
Arwin tiba-tiba mendidihnya, Tidak sepenuhnya melainkan pria itu masih menopang tubuhnya menggunakan tangannya. Ia menarik tangan Rino lalu menyentuhkannya pada kemaluannya.
Jelas Rino kaget, Dia menoleh, "Kak!"
Arwin, "Dulu kamu belum pernah pegang, Masa punya suami sendiri tidak mau dipegang"
Rino, "Tapi..." Jari telunjuk Arwin mengunci gerak mulutnya.
Arwin, "Diem" Sesuai perintahnya Rino diam.
Ia merasa aneh saat tangannya bergerak keluar masuk kemaluan suaminya, Bukan itu bukan Rino melainkan Arwin sendiri yang menggerakkan tangannya untuk bermain di penisnya.
"Cuh!" Arwin meludahi telapaknya kemudian menggeseknya disekitar area lubang milik Rino.
Pemiliknya terkesiap, Rasa licin ludah serta kasar yang berasal dari jari-jari sang suami tanpa sadar membuat lubangnya berkedut-kedut.
Arwin tersenyum, "Kayaknya dia lagi rindu sama tangan Kakak ya dek" Ucapnya lalu dengan nakal menusuk-nusuk lubang tersebut namun tak sampai masuk, Hanya menggoda remaja dibawahnya. Sementara itu tangan lain di kemaluannya kembali dipacu cepat.
"Ah~" Desah Arwin saat batang kemaluannya menyemburkan cairan kental panas. Rino baru sadar jika suaminya benar-benar seksi saat ini. Bercak-bercak keringat yang keluar dari tubuhnya membuat siapa yang melihat pasti bergairah.
Arwin meraih bantal dan menaruhnya di bawah bokong Rino dilanjut dengan membuka paha Rino lalu berlutut ditengah-tengah. Maninya ia gosokkan keseluruh batangnya sebagai pelicin guna mempermudah masuk, Kemudian menuntun penisnya hingga menempel pada lubang berkerut dibawahnya.
Tubuh Rino menegang dan secara tak langsung lubangnya ikut merapat. Menyadarinya, Arwin berdecak, "Rileks Dek, Nanti juga gak sakit kok" Hiburnya.
Begitu Rino mengangguk pasrah kini gantian Arwin yang mengeraskan tubuhnya dan mulai mendorong miliknya masuk.
"Akh!" Pekik Rino kesakitan.
Arwin, "Sakit? Yang rileks, Nanti sakit" Rino mengangguk pelan. Arwin menghela nafas, Kemudian lanjut menekan kemaluannya.
"Heeengh!!"
"Hah!"
Teriak Rino bersamaan dengan masuknya kepala penis Arwin ke lubangnya.
Arwin terengah-engah, Kepala penisnya terasa keram ketika cincin lubang itu menghimpitnya, "Rileks hah... Dek, Punyaku keram" Keluhnya, Bahkan ekspresinya turut berubah.
Rino, "Sakit kak hiks..." Ujarnya terisak.
Arwin, "Tenang, Mau gak mau Adek harus dibeginin biar kebiasa" Sambil menghapus lelehan air mata di pipi Rino dengan gerakan lembut.
Dia menahan tangan sang suami agar tetap berada di pipinya, Sesenggukan ia mencium telapak tangan Arwin, "I-iya kak, Lanjut saja" Lirihnya. Benar kata suaminya, Mereka sudah resmi menikah. Hal ini akan ia rasakan mungkin sampai tua nanti, Maka dari itu Rino akan berusaha sebaik mungkin untuk memberikan kebutuhan biologis suaminya.
Mengulas senyum, Dalam sekali hentak terdengarlah suara 'plok' yang menandakan jika miliknya kini terbenam sempurna didalam sana, "Hah...hah... Masuk Dek" Wajahnya nampak bahagia meski matanya terpejam sebelah.
Walaupun sakit, Rino tetap membalas senyum lalu merengkuh sang suami, "Aku milik Kakak" Bisiknya di telinga Arwin.
Arwin, "Ngh, Pegang yang kuat Dek, Kakak mau gerak" Tanpa menunggu jawaban dari lawannya, Dia langsung menggerakkan pinggulnya dalam ritme sedang.
"Ah...ah...ah..." Desah Rino sembari meringis sebab lubangnya belum terbiasa dengan benda tebal yang tengah bergerak dibawahnya.
Namun hanya dalam hitungan menit, Rasa sakit itu perlahan tergantikan oleh rasa geli sekaligus candu, "Engh... K-kak... Yang ah..cepat" Pintanya seketika. Jujur ia sedikit kaget, tapi Arwin tetap mengikuti permintaan sang suami dengan menambah kecepatan dorongannya.
Lama-lama gerakan pinggulnya semakin cepat dan cepat. Arwin kemudian membaringkannya lalu ikut melipat satu lengannya di samping bantal sementara yang lainnya ia tempatkan pada pinggul Rino, Mencengkramnya pelan. Untuk dibawah sana belum ada niatan untuk usai.
"Ah...akh..."
Badannya terhentak-hentak. Arwin sedang berusaha mencari titik spot pada lubang Rino seperti yang ia temukan dulu. Meski telah berputar-putar di dalam, Tempat itu belum juga didapatkannya.
Tanpa melepas, Arwin menarik Rino hingga jatuh di pangkuannya sementara ia sendiri duduk sila, "Engh... Ma-mau ganti posisi, Kak?" Tanya Rino sambil mengerutkan wajah serta bagian bawahnya dikarenakan penis suaminya masuk sangat dalam di tubuhnya.
Arwin, "Hmmm" gumamnya dan lanjut bergerak. Dia harus mencari dulu, Barangkali model seperti ini dapat membantunya dalam tujuannya guna mencari titik spot Rino.
Kedua tangannya mengangkat serta menurunkan tubuh Rino. Kadang menyamping ke sebelah, Kadang juga sebaliknya. Rino jadi bingung, Apa yang sedang dilakukan oleh suaminya?
Hingga saat punggung Rino melengkung ke belakang, Remaja itu tiba-tiba mendesah, "Ahnnn~!!" Garis di bibir Arwin membentuk senyum.
Jantungnya berdebar-debar juga cincin lubangnya mengetat, Ia masih ingat jelas bila tempat itu sebelumnya pernah dicari suaminya, "Kak! I-itu..." Kata Rino terpotong,
Arwin, "Titik spotmu" Sambungnya dengan wajah sumringah. Tenyata disini, Sebulan lebih tidak menyentuh remaja dipangkuannya mengakibatkan ia lupa akan letak tempat ini.
Sebenarnya selain ia ketagihan mendengar desahan erotis Rino, Titik itu juga membuat miliknya bertemu dengan dinding anus Rino yang mana penisnya akan terasa lebih tegang dibanding sebelumnya. Area itu memancing gairahnya.
Gerakannya ia lanjutkan, Kali ini lebih cepat dari sebelumnya, "Angh~ ah... K-kak Win~" Rasanya ingin meledak saat lenguhan nikmat itu terus-menerus lewat dipendengarannya.
"Aaah!"
"Ahnnn!" Semburan mani membasahi perut Arwin sedang Rino dapat merasakan lahar panas di lubangnya. Dada Arwin kembang kempis, Ia lalu menyandarkan kepalanya di bahu suaminya, Rino pun demikian.
Arwin berbisik, "Makasih Dek" dan mengecup ceruk leher Rino.
Rino mengangkat dagunya kemudian menatap intens sang suami, Tanpa aba-aba dia melumat bibir ukuran sedang punya Arwin dalam gerak penuh nafsu. Arwin membelalakkan matanya, Ini adalah kali pertama Rino berinisiatif menciumnya duluan. Dengan rasa bahagia ia balas melumat bibir lawannya.
Bunyi bibir dilepas paksa terdengar, Mereka salin tatap diiringi senyum manis dari bibir masing-masing.
Akan tetapi buyar ketika Rino berkata, "Kak Win... Cabut" Pintanya. Berdengus, Arwin mengangkat tubuh Rino hingga penisnya yang kini telah kembali 'tidur' terlepas.
"Nnngh!" Ada rasa kekosongan tak kala benda itu raib dari tubuhnya.
Tapi Arwin masih enggan untuk melepaskan Rino, Jadi ia membiarkan remaja itu tetap duduk di pangkuannya.
Rino, "Kak... Jangan dicium terus" Protesnya saat Pria didepannya tak henti-hentinya menciumi wajahnya.
Arwin, "Mumpung lagi pengen, Kakak tiba-tiba ngidam pengen cium mukamu" Jawabnya tak peduli akan dengan rasa keberatan Rino. Akhirnya remaja itu menyerah, Membiarkan suami menciumnya.
Rino bertanya, "Kak, Rino ingin bertanya, Kenapa persaudaraan Kak dan Lintang dirahasiakan?" Ujarnya seketika. Sejak tahu mereka berdua ternyata adalah saudara kandung, Rino kian penasaran.
Arwin berhenti lalu memandang suaminya, "Mau tau? Tapi habis ini Kakak minta lagi"
Wajah Rino nampak jelek, Namun keingintahuannya yang begitu besar membuat remaja itu mengangguk pasrah.
Mengulas senyum kemenangan, Arwin menjawab, "Itu karena kemauan kami sendiri"
Sontak Rino membatu mendengar jawabannya, "Hanya itu?"
Arwin manggut-manggut, "Iya, Sejak dulu kami tidak akur jadi kami memutuskan untuk tidak saling kenal di sekolah sehingga orang-orang selain keluarga kami tidak ada yang tahu bila kami sebenarnya bersaudara"
Ingin sekali Rino menarik ucapanya, Jadi hanya itu sebabnya? Ia merasa menyesal mengiyakan permintaan sang suami.
Menyeringai lebar, Arwin kembali merebahkannya di ranjang, "Waktunya makan!"
Rino tergelak, "Ahaha!! Geli!"
The End....
Terima Kasih bagi pembaca yang selalu setia dengan cerita Penulis yang satu ini๐. Penulis sangat berterima kasih! Dan mohon maaf bila selama ini kalian menemukan kesalahan kata dalam cerita ini ๐