Bel Istirahat berbunyi, Rino menghela nafas lega. Berdiri dan segera mengumpulkan ulangan MTK nya kepada Pak Yanto.
Pak Yanto "Oke karena sudah istirahat, Yang belum silahkan dikumpul kepada Ketua kelas bila sudah selesai, Bapak pamit dulu" Setelah itu dia beranjak pergi.
Rino bersama anak-anak lainnya bersamaan keluar menyisakan sebagian lagi yang belum selesai dengan kertasnya. Mereka berhamburan menuju kantin.
Lain halnya dengan Rino, dia berjalan menuju pohon Ketapang yang berada di lapangan sekolah. Sesampainya di sana dia sedikit mengitari pohon guna mencari tempat duduk, Dan matanya tertuju pada dahan pohon yang kebetulan sangat rendah dari tanah. Tanpa pikir panjang dia segera duduk, membuka bekalnya dan terkejut.
Rino "Huh? Bakso?" Ucapnya bingung, Pasalnya isi bekalnya adalah bakso beserta kuahnya yang terbungkus plastik minyak disertai bumbunya. Teringat sesuatu, lalu sedetik kemudian dia tertawa kecil.
Rino "Pasti ini ulah Dani" Tebaknya disertai gelengan kepala. Tanpa pikir panjang dia menyiapkan bakso kemudian menyantapnya di tengah rindangnya pohon yang tertiup angin.
Merilekskan matanya dengan melihat satu-persatu kelas di sekolahnya. Hingga sebuah suara menghentikan kegiatannya.
Yanto "Lagi makan bekal ya Rin?" Tegurnya tiba-tiba. Rino terperanjat, untungnya dia tidak tersedak baksonya.
Dia segera tersenyum, "Iya pak" Jawabnya singkat, Matanya berhenti pada kotak bekal yang berada di tangan Pak Yanto.
Seakan mengerti dengan tatapan muridnya, Yanto bertanya "Boleh gabung?" Ucapnya kemudian, Rino tentu dengan senang hati mengangguk. Pria itu tersenyum kecil dan mendudukkan dirinya di samping Rino karena dahan yang didudukinya lumayan lebar.
Mereka makan dengan diam, Terutama Rino. Dia merasa sangat canggung berdekatan dengan Pak Yanto.
Karena tidak tahan dengan suasana hening itu, Yanto membuka mulutnya, "Soalnya susah tidak?" Dia bertanya sembari menikmati bekalnya.
Rino mengangguk, "Tentu saja pak, Sepintar apapun orang bila dikasih pelajaran MTK tetap akan K.O pak" Keluhnya sambil menatap lawan bicaranya sekilas lalu menyendokkan bakso terakhirnya ke mulut dan mengunyahnya dengan cepat.
Yanto tersenyum mendengar Keluhan muridnya, "Kok Saya tidak ya?" Dia bertanya tetapi sebenarnya dia tengah menggoda murid pemilik lesung itu.
Tentu saja Rino mengerti maksud ucapan gurunya, Dia menutup kotak bekalnya yang sudah kosong dan menjawab, "Itu bapak, Bapak kan enak hanya fokus ke satu pelajaran... Sedangkan saya diwajibkan menguasai 7 pelajaran sekaligus" Bibir busurnya terus menerus mengeluarkan pengeluhan tanpa sadar mungkin dia akan menyinggung guru tampan disampingnya itu.
Yanto terkekeh, Sama sekali tidak tersinggung karena dia mengerti, "Hahaha... Rino...Rino, Apa kamu lupa kalau saya juga pernah jadi murid seperti kamu?" Tanyanya gemas.
Sadar dengan ucapan Pak Yanto, Rino menunduk malu, "Hehehe... I-iya pak... Saya lupa" Jawabnya, Keduanya tiba-tiba tertawa menyadari kecanggungan masing-masing dan mulai berbicara dengan rileks.
Di kantin...
Alis Lintang dan Arwin menyatu menyaksikan keakraban Rino dan Pak Yanto di lapangan. Jarak antar Kantin dan lapangan tidak terlalu jauh jadi biasanya murid-murid akan makan di lapangan dan sebagian besarnya tentu di kantin itu sendiri.
Janu "Tuh kakak adek lihatin apaan sih?" Dia berbisik pada Fanda di sampingnya.
Fanda "Mata Lo buta apa gimana? Tuh..." Dia menunjuk ke lapangan dengan gerakan dagunya. Wardi dan Janu menoleh mengikuti arah yang dimaksud Fanda, Sedetik kemudian alis mereka berdua juga sama menyatunya dengan dua kakak adik tadi.
Wardi "Rino dekat banget ya sama Pak Yanto" Celetuknya.
Janu "Bener tuh, Duduk aja ampe dempet-dempetan kayak gitu..." Janu mengangguk-anggukan kepalanya.
Nyatanya tidak hanya mereka tapi sebagian murid juga melihat pemandangan itu dan banyak tanggapan dari masing-masing murid.
"Pak Yanto itu ganteng terus tajir dan dia juga nggak galak, Si Rino beruntung banget bisa duduk dempetan sama pak Yanto" Puji salah satu Siswa.
"Alah palingan si Rino aja yang kegatelan deket-deket pak Yanto" bantah seorang siswi, Siswi-siswi yang lain juga menganggukkan kepala mereka setuju.
Yanto dan Rino tentu saja tidak tahu bahwa kedekatan keduanya sebagai murid dan guru telah disalah pahami oleh beberapa siswa atau siswi.
Lintang "Tuh anak gatel banget deh, Tadi sama Burhan, sekarang Pak Yanto juga diembatnya" Cibirnya, Sengaja memanas-manasi kakaknya.
Arwin "Ck! Ntar biar gue kasih pelajaran tuh anak, Berani-beraninya dia selingkuh dari gue" Ucapnya mendengus kesal.
Dari sampingnya Janu menyahut, "Alah... Lo juga selingkuh tapi anaknya gak cemburu tuh sama Lo" Ejeknya sementara 2 lainnya mengangguk kecuali Lintang yang baru-baru ini mengetahui bahwa Kakaknya dan Rino berpacaran.
Dan ucapannya dihadiahi tatapan membunuh dari Arwin. Janu cengengesan kemudian melanjutkan makannya, Disampingnya Wardi dan Fanda menggelengkan kepala.
Benar saja, Sepulang sekolah Rino yang baru saja keluar dari kelas langsung diseret ke kamar mandi dan dihempaskan ke tembok kemudian dikungkung diantara kedua tangan.
Rino "Shhh..." Ringisnya merasakan sakit di bagian punggungnya. Dia bahkan belum menyadari siapa si pria yang asal-asalan menariknya dan membawanya ke sini. Barulah setelah dia mendongakkan kepalanya dan menyadari bahwa itu adalah Arwin.
Alisnya bertaut, "Kak Ar? Kenapa membawaku kemari?" Rino menatap heran sekaligus sedikit kesal sambil mengusap-usap sebelah punggungnya yang lumayan sakit.
Arwin "Pake nanya lagi, Gue tanya ngapain Lo deket-deket sama pak Yanto tadi?" Tanya Arwin penuh curiga.
Mengerti dengan pertanyaan Arwin, Rino menjawab, "Aku tidak dekat dengan Pak Yanto kak, Tadi kami hanya makan bekal di sana" Jawabnya jujur. Dia sendiri tidak tahu bahwa Arwin telah memperhatikannya dan pak Yanto di lapangan tadi.
Arwin sedikit menunduk menatap pria yang lebih pendek 10 cm darinya ini. Sama sekali tidak menemukan kebohongan di mata Rino, Hanya ada tatapan kebingungan yang Arwin sendiri tidak tahu mengapa. Kedua bibirnya mengulum singkat begitu tertuju leher putih Rino yang terekspos.
Teringat lagi mimpinya semalam, Arwin menelan ludah kasarnya berkali-kali kala bayangan dimana dia begitu menikmati rasa dari setiap sisi leher putih didepannya dengan bibirnya.
Rino berkedip-kedip bingung dan sedikit menganga melihat tatapan menggairahkan dari Arwin.
Rino "Kak?" Melambai-lambaikan tangannya di depan Arwin.
Lamunannya buyar seketika. Kemudian menatap intens Rino. Tanpa menjawab pertanyaannya, Arwin menekan tubuh Rino lalu tiba-tiba melesakkan kedua bibirnya di leher putih itu.
Rino terkejut, "Ah!.. Lepaskan kak! Apa yang kamu lakukan" Rino meronta seraya berusaha mendorong kepala Arwin dari lehernya. Tetapi pria itu sangat kuat sehingga Rino begitu sulit mendorongnya. Kini ia merasa lehernya basah akibat dihisap oleh Arwin dengan penuh nafsu.
Manis, Rasa asing namun lezat ini kembali menodai lidahnya. Arwin terus-menerus mencari kelezatan itu penuh semangat. Gigit kecil, hisap, lalu basahi dengan saliva dan dia terus mengulangnya tanpa henti.
Rino "Nnnghh...Kak...Haaah... Berhenti kak aaargh! Sakit!" Rintihnya. Sisi kiri lehernya serasa ingin lepas.
Ia tersentak mendengar rintihan kesakitan Rino dan menjauhkan sedikit bibirnya. Dia diam ketika matanya menemukan leher yang tadinya putih kini memerah dengan bekas saliva yang telah mengalir ke dalam seragam sekolah Rino disertai gigitan kecil membentuk lingkaran.
Saat itu juga Arwin langsung menjauhkan diri dari Rino. Dia bisa melihat bahwa pria itu terduduk di lantai toilet sembari memegang lehernya dan menatap bingung Arwin.
Rino "Shhh... Kakak kenapa sih? Leherku sangat sakit sekali..." Keluhnya dari lantai.
Arwin kaget, "Rino sebego itu?" Batinnya. Ia merasa bahwa Rino sangat bodoh karena tidak mengetahui perbuatannya barusan.
Menggaruk kepalanya bingung kemudian menjawab, "Kakak... Kakak gak tahan lagi Rin, Minta boleh...?" Arwin merasa terkejut dengan ucapannya sendiri. Beda halnya dengan Rino yang makin bertambah bingung.
Rino mendongak, "Minta apa kak?"