Chereads / Akasha: The Heavenly Record / Chapter 3 - Chapter 1

Chapter 3 - Chapter 1

"...Hei Rio, lihatlah anak kita. Bukankah dia lucu?"

"Kau benar. Dia mirip seperti ibunya"

Hm? Sepertinya aku benar-benar berreinkarnasi. Dan kelihatannya, mereka berdua adalah orang tuaku.

"Bagaimana jika kau menamainya, Aisha?"

"Eh, aku? Bukankah lebih baik kamu yang melakukannya? Melihat kamu adalah ayah dari anak ini"

"Baiklah kalau begitu. Bagaimana dengan Noir? Bukankah nama itu cocok dengan rambut hitam pekatnya yang indah seperti milikmu?"

Entah ini sebuah kebelutan atau tidak, tapi kelihatannya namaku di dunia ini hampir sama dengan namaku yang lama.

"Oh, bukankah itu bagus. Jadi, mulai sekarang kamu adalah Noir. Noir kecilku yang imut! Hehehe"

Kehangatan yang nyaman dari orang tua... Ini adalah perasaan yang sudah lama tak kurasakan, terutama dari seorang ayah. Aku bahkan tidak sempat mengenali ayahku karena ia telah meninggal sebelum aku dilahirkan. Tapi, untuk kali ini berbeda.

• • •

7 tahun telah berlalu sejak aku berreinkarnasi. Selama itu, aku dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh orang tuaku. Hari-hari yang kulewati terasa begitu menyenangkan, karena itu juga aku hampir melupakan ambisiku untuk mencapai ranah tuhan dan melenyapkannya dengan tanganku sendiri.

Pada dasarnya itu adalah hal yang mustahil di dunia lamaku, peradaban manusia di sana berpatok kepada sains dan tak adanya eksistensi sihir membuatnya menjadi lebih mustahil.

Tapi jika kita berbicara tentang dunia ini, sihir eksis di sini. Yang kubutuhkan adalah memahami fundamental sihir dan hal yang berkaitan dengannya, mungkin saja ada jalan untuk menjadi setara atau bahkan melampaui tuhan itu sendiri.

Oh ya, saat ini, aku sedang bermain dengan aliran manaku sendiri. Mungkin terdengar bodoh, tapi hal ini bisa membuatku lebih terbiasa dengan sensasinya. Dengan ini aku tidak perlu merapal mantra saat ingin menggunakan sihir.

Mana juga bisa digunakan untuk mengamplifikasikan ketahanan sebuah objek atau subjek, yang berarti bisa digunakan untuk pertahanan fisik juga.

"Noir... Sudah waktunya makan!" Kakak menghampiriku.

Aku ingin mengetes sihirku saat ini, tapi kakak terkutuk ini selalu saja mengawasiku. Jadi aku tidak bisa melakukan apa yang ingin kulakukan secara bebas. Yah, akan kubiarkan untuk saat ini.

"Mm..."

"Ayo masuk ke dalam... Ibu mencarimu tau?"

"Ya..."

Ah benar juga, aku lupa mengatakannya. Namanya adalah Levia, ia 3 tahun lebih tua dariku. Meskipun sekilas ia terlihat tenang dan anggun, namun sebenarnya ia sangat overprotektif terhadapku, sampai-sampai aku kerepotan dibuatnya.

Coba bayangkan, ketika aku bersin, ia langsung memaksaku untuk meminum obat dan menyuruhku untuk istirahat. Tidak hanya itu, ia bahkan terus mengawasiku dan tidak memperbolehkanku untuk bergerak sedikitpun dari tempat tidurku.

Jujur saja ini terasa merepotkan, namun aku tidak terlalu terganggu dengan hal ini. Meskipun karakternya seperti itu, ia tetap seorang kakak yang baik bagiku.

Keseharian kami terus berlanjut hingga pada akhirnya tibalah waktunya untukku masuk akademi sihir.

Di dunia ini, saat seorang anak sudah mencapai umur 7 tahun, mereka diwajibkan untuk mengikuti akademi sihir dengan tujuan untuk membangun siswa dengan potensi tertingginya masing-masing. Dan tentu saja, semuanya akan menjadi aset yang berharga bagi kerajaan.

Terdapat 3 akademi sihir di kerajaan ini, dan tempat studiku adalah akademi ke-2 yang lokasinya begitu jauh dari rumahku.

Alasanku memilih untuk masuk ke akademi 2 adalah karena lokasinya berdekatan dengan hutan dan laut lepas. Dengan itu, aku bisa berlatih dan melakukan eksperimen sesuka hatiku.

Dan yang lebih penting lagi, karena tempatnya yang jauh, aku memutuskan untuk menetap di asrama, yang berarti; Aku akan terpisah dengan kakakku! Ini adalah tempat yang sempurna!

Keseharianku dengannya memang tidak terlalu buruk, tapi jujur saja aku lebih memilih hidup dalam kesendirian yang tenang daripada harus menjalani kehidupan yang merepotkan bersama kakakku. Karena dia terus mengawasiku, aku jadi tak bisa melakukan sesuatu secara bebas. Karena itulah akademi 2 adalah tempat yang sempurna untukku.

Aku sudah selesai menyiapkan perlengkapanku, dan sudah hampir waktunya untuk berangkat ke asrama baruku.

"Noir, ingatlah untuk selalu makan dan istirahat secara teratur. Jangan paksakan dirimu ya. Aku akan menjengukmu setiap bulan untuk memastikanmu tidak merasa kesepian" Sifat keibuan dari kakakku lebih mengerikan bahkan jika dibandingkan dengan ibu.

"Tidak perlu, aku bisa mengurus hidupku sendiri"

"Eh... Gak mungkin..." Keluh Levia dengan kecewa.

"Apakah sebulan terlalu lama bagimu? Bagaimana dengan kunjungan setiap minggu? Ibu akan ikut dengan kakakmu, jadi tidak perlu khawatir untuk merasa kesepian nantinya!"

"Seperti yang ibu katakan, bagaimana Noir?"

"Bukankah kalian sendiri yang merasa kesepian tanpaku? Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku bisa mengurus diriku sendiri jadi tidak usah repot-repot datang untuk menjengukku setiap bulannya"

*Sniff sniff* "Tak kusangka Noir akan tumbuh dewasa secepat ini... Padahal kau sebelumnya adalah anak yang manja"

"Oi ayah, aku bahkan tidak pernah mengingat diriku meminta kalian untuk memanjakanku. Kalianlah yang melakukannya sendiri"

"Tapi apa kau benar-benar akan baik-baik saja? Jangan sungkan untuk menghubungi kami jika kamu membutuhkan sesuatu"

"Mm"

Kereta kuda yang akan kunaiki pun datang.

"Ah, keretanya sudah datang. Kalau begitu, aku pergi dulu ibu, ayah, dan juga kakak"

""Hati-hati di jalan!""

Dan dengan begitu, aku pun berangkat menuju asrama baruku.

○ ○ ○

Akhirnya aku keluar dari desa. Saat ini, kereta kuda yang kutumpangi sedang melewati hutan. Pada awalnya tidak ada yang terasa aneh, namun tak lama kemudian sang kusir menghentikan kereta ini secara tiba-tiba.

"Serahkan semua barang berharga yang kau miliki dan kau akan kami biarkan hidup"

Kelihatannya saat ini kami tengah dikepung oleh sekumpulan bandit.

"Y-yang kumiliki hanyalah c-cincin ini... Aku tidak membawa yang lainnya"

"Hei sampah. Bukankah kubilang berikan barang yang berharga?! Apa yang kau maksud dengan memberikan cincin usang ini?!"

"M-m-ma-maaf tapi... a-aku tak mempunyai barang lain..."

"Tch dasar tidak berguna. Abaikan saja sampah ini dan carilsh sesuatu di dalam keretanya!"

"K-kumohon... Apapun selain itu..."

"Hey bos, aku menemukan anak kecil yang sedang tertidur di sini"

Ya, tentu saja itu adalah aku yang sedang berpura-pura tidur.

"Biar kulihat... Hm? Gadis kecil? Wajahnya cukup cantik juga, jika kita jual pasti akan terjual mahal"

Oi aku ini lelaki... Yah, biarlah. Oh benar juga, sudah sejak lama aku ingin mencoba kekuatan sihirku. Mungkin lebih baik kujadikan mereka sebagai kelinci percobaan. "Matilah"

"Apa gadis kecil ini mengatakan sesuatu barusan? Kuh..."

Selang beberapa detik setelah ia melontarkan kata-kata tersebut, tubuhnya terjatuh.

"Apa yang terjadi? Huh?! Hei! Bos telah terbunuh!"

"Kau bercanda?"

"Tidak, denyut nadinya sudah terhenti"

"Jangan bilang si kusir itu yang melakukannya. Aku akan segera menghabisin—"

"Tidak... Itu aku" Yep, itu adalah ulahku. Aku menyerap jiwanya menggunakan sihirku dan mengkonversinya menjadi energi untukku. Dengan kata lain, aku bisa memakan jiwa orang lain dan mengubahnya menjadi mana.

Baiklah, saatnya bermain-main. Kali ini aku akan mencoba untuk mendistorsi ruang untuk mencabik tubuh mereka. Dan, boom...

"AAAAAaaAAaaaaAAARrrRRGgH" Ups... Sepertinya aku sedikit berlebihan. Tubuhnya sampai hancur tak bersisa, jujur saja ini menjijikan.

Mau bagaimanapun, ini adalah kali pertamanya aku membunuh manusia. Jauh di dalam hatiku terasa sesak saat menyadarinya, namun entah mengapa, aku juga merasa sangat tenang di saat yang sama.

"Hii..!! Aku akan melakukan apapun untukmu jadi tolong ampuni aku"

"3..."

"Huuuaaaa tolong aku...!!!"

"2..."

"S-setidaknya jangan renggut nyawaku..."

"1"

"HENTIKAAA—"

Sekujur tubuh bandit itu terdistorsi ke berbagai bentuk aneh dalam sekejap dan meledak lalu lenyap tanpa menyisakan apapun selain cipratan darah.

"Boom~ Woah, orang itu benar-benar meledak, padahal aku hanya memadatkan ruang di sekitarnya dan tak kusangka itu akan menjadi seperti ini, hahaha"

Sihir memang luar biasa! Oh ya, benar juga— "...Oi pak kusir, apakah kau masih disini?"

"Hiekk... Jangan bunuh aku!"

"Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu. Malahan aku ingin berterima kasih padamu karena memilih rute ini. Berkat itu, aku bisa sedikit bermain-main... Ah benar juga, bisakah kau segera bersiap dan melanjutkan perjalannya?"

"T-tapi bagaimana dengan mayat para bandit itu?"

"Anggap saja kejadian ini tidak pernah ada. Kesampingkan saja hal itu, cepatlah!"

"B-baik..."

Dengan begitu, ia kembali membenahi perlengkapannya dan perjalananku yang tenang dan damai menuju akademi pun dilanjutkan.