Chereads / Akasha: The Heavenly Record / Chapter 6 - Chapter 4

Chapter 6 - Chapter 4

—Menurut penjelasan eksistensi misterius itu, dunia hanyalah sebuah kumpulan data.

Setiap dunia memiliki kemungkinan yang tak terhingga jumlahnya dan masing-masing telah terbentuk sebagai realita yang independen, atau mungkin bisa disebut juga dengan garis waktu alternatif.

Dan tak hanya itu, jumlah dunia pun tak hanya satu melainkan tak terhingga juga. Setiap dunia yang ada memiliki hukum yang berbeda, sistem dunia yang bekerja, bahkan logikanya pun berbeda dalam beberapa aspek.

Sebagai contoh dalam duniaku sebelumnya, keberadaan mana adalah hal yang tak masuk akal. Tapi jika dalam dunia ini hal tersebut dianggap normal, malahan ketidakberadaan mana adalah sebuah bencana bagi dunia ini. Karena hukum dan sistem dunia yang berbeda, hal ini dapat dimaklumi.

Kembali ke pembahasan garis waktu. Sepertinya para entitas dimensi yang lebih tinggi —atau sebut saja Outer Being— bahkan tak bisa mengubah 'event' yang terjadi pada aliran waktu. Mereka dapat memundurkan, memajukan, mempercepat, atau memperlambat aliran waktu layaknya menonton sebuah video.

Namun mereka tak bisa mengubah masa depan, mereka pun tak dapat mengubah masa lalu yang telah beralu. Yang dapat mereka lakukan hanyalah mengamati masa kini tanpa meletakkan tangan pada 'event' dalam garis waktu tersebut.

Semua itu karena dunia adalah sekumpulan data bagi mereka. Setiap kemungkinan yang ada dalam realita pada setiap dunia sudah terrekam dalam sebuah hyperspace yang mereka sebut dengan Akasha. Hyperspace tersebut menyimpan setiap data dan informasi yang ada secara rinci dan tersusun secara teratur, dan setiap kumpulan data disebut dengan Akashic Record.

Event yang ada dalam Akashic Records adalah mutlak, karena itulah mereka tak bisa mengubahnya secara langsung. Tapi lain cerita jika penghuni dunia itu sendiri yang mengubahnya, karena itulah ia memanggilku.

Sudah cukup tentang itu, saatnga beralih ke pembahasan tentang eksistensi 'tuhan'.

Menurutnya, tuhan itu tidak ada. Atau lebih tepatnya, tuhan adalah ketiadaan itu sendiri.

Sebelum semuanya dimulai, sebelum adanya eksistensi materi, sebelum terciptanya kosmos, pada saat dimana tak ada "saat itu", dengan kata lain sebuah ketiadaan.

Ketiadaan itu menginginkan sebuah ruang yang bisa menampung eksistensi, maka terciptalah ruang itu. Ketiadaan itu menginginkan sebuah entitas untuk mendiami ruang tersebut, lalu terciptalah sebuah entitas yang kerap manusia sebut sebagai pelayan tuhan atau malaikat.

Ketiadaan itu berharap untuk tidur, ia berkeinginan untuk menekan kesadarannya, namun ia sadar bahwa mustahil untuknya melakukannya. Lalu ia memerintahkan para malaikat untuk menidurkannya, hingga pada saat yang ditentukan tiba, ia memutuskan untuk tetap menekan kesadarannya dalam tidur panjangnya.

Para malaikat pun menciptakan konsep material dan anti-material dan menyebarkannya pada seluruh sudut ruang itu. Lalu terbentuklah suatu formasi yang menciptakan konsep ruang dimensional.

Konsep itu berawal dari sebuah titik, lalu sebuah garis, lalu garis itu membentuk bidang datar, lalu bidang datar itu membentuk sebuah bangun ruang, lalu terbentuklah konsep tesseract, pentaract dan begitulah seterusnya tanpa henti.

Setiap dimensi yang ada saling tumpuk menumpuk secara berurutan, namun pada dasarnya mereka juga terpisah dalam saat yang sama. Secara logika sangat mustahil untuk melintas antar dimensi karena jarak antar dimensi adalah tak terhingga, perbandingannya adalah seperti penulis dan karya yang ditulisnya.

Karakter yang ada dalam karyanya mustahil untuk keluar dari bukunya dan eksis dalam dunia yang sama dengan penulisnya, atau begitu pula sebaliknya. Namun ada sebuah kondisi khusus dimana seseorang bisa eksis dalam dimensi lain, yaitu dengan cara menyiapkan material yang sama dengan tubuh aslinya namun dengan menggunakan struktur yang sama dengan dimensi yang terkait, lalu memindahkan jiwanya secara paksa ke dalam wadah tersebut.

Hal itu adalah metode yang sama seperti yang makhluk itu gunakan untuk berinteraksi denganku, namun karena aku belum terbiasa dengan indera dari wadah dengan struktur dimensi yang lebih tinggi, aku tak bisa berinteraksi secara normal dengannya. Karena itu juga aku hanya bisa merasakan sebuah sensasi bergelombang yang aneh tanpa bisa menggunakan wadah itu sebagaimana seharusnya.

—Atau kurang lebihnya, begitulah yang berhasil kupahami dari penjelasannya.

○ ● ○

"...oa"

...?

"Noa"

"Mmh... Ada apa Luna?"

"Apa kau berencana untuk tidak berangkat ke sekolah? Padahal ini hari pertama"

"Oh... Aku akan bersiap"

Sepertinya aku tertidur terlalu lelap, lagipula setelah kejadian semalam, rasanya sangat melelahkan saat aku kembali ke tubuh asliku.

Setelah aku tengah mempersiapkan seragamku, nampaknya Luna memasakkan sesuatu untukku.

"Kau membuatnya untukku?"

"Mm... Cobalah"

"..."

Hm, rasanya dia telah banyak berkembang dalam membuat makanan. Aku jadi teringat bagaimana bodohnya dia dalam memasak dan sekarang ia telah berhasil membuat masakan yang lebih nikmat daripada buatanku. Apakah mungkin inilah yang orang tua rasakan saat melihat anaknya mendapat kekasih pertamanya? Yah, hal ini tak ada hubungannya, lupakan saja.

"B-bagaimana?" Tanya Luna sembari tersipu.

"Ini lebih baik dari buatanku, kau telah berkembang banyak"

"Begitu ya... Hehe hehehe" Luna tertawa ringan setelah mendengar jawabanku.

"Ah benar juga, dimana Sola?"

"Sola bilang bahwa dia akan pergi duluan"

"Bukankah itu terlalu berbahaya untuk gadis berusia 7 tahun untuk pergi sendirian?"

"Bukankah kau juga seperti itu? Bahkan tingkahmu jauh lebih liar"

"Tapi kan, aku bukan gadis..."

"Tetap saja, tidak ada anak kecil seumuran kita yang melakukan hal yang sama sepertimu"

"Kesampingkan itu, ayo berangkat"

"Ya"

Luna melompat ke punggungku lalu memegang tanganku.

"Oi..."

"Sesekali tak apa kan?"

"..."

Setelah itu, kami pun pergi ke sekolah bersama. Setibanya kami di sekolah, aku disambut oleh tatapan dengki dari para siswa yang tak terhitung jumlahnya.

"Luna..."

"Ada apa?"

"Bisakah kau segera melepaskan tanganku, aku mendapatkan berbagai tekanan yang kurang mengenakkan"

"Ya, kalau begitu, ayo pergi ke aula di lantai pertama. Di sana terdapat pemberitahuan tentang kelas yang hendak ditempati murid baru di papan pengumuman"

...

Mari kita lihat, dimanakah kelasku...

Huh?

Sepertinya aku memang ditakdirkan untuk tak bisa hidup dengan tenang.

[1-C Class:

1. Stella Euphoria

...

40. Lunaria

41. Solaria

42. Noir Arles]

Maksudku, mengapa aku harus berada dalam kelas yang sama dengan Aira? Ini akan merepotkan, aku benar-benar sial.

"Noir, sepertinya kita bertiga akan ada di kelas yang sama"

"Uh..."

"Ada apa Noir? Kau kurang enak badan?"

"Lupakan, ayo pergi ke kelas"

"Ya!"

• • •

Hari ini sangat melelahkan, mungkin aku akan langsung beristirahat setelah kembali dan melanjutkan eksperimenku nanti malam.

Selain itu, aku terkejut bahwa hanya Sola dan Luna yang terasa bersikap dewasa. Maksudku, semua anak seusia mereka seharusnya masih dalam masa dimana mereka hanya ingin memuaskan hasrat akan keingintahuan mereka terhadap hal baru, bermain dengannya, dan mencari hal yang lain.

Namun untuk mereka berdua, mereka lebih suka mendalami suatu bidang dengan mempelajarinya dan menjadikannya sebuah pelajaran untuk diri mereka. Sejujurnya aku cukup iri dengan mereka.

Entahlah, lebih baik aku segera pulang dan beristirahat.

"Hei tunggu, bocah berrambut hitam yang disana!"

"...?"

"Bisakah kau ikut denganku sebentar?"

"Dengan senang hati kutolak penawaranmu, aku ingin pulang"

"Aku ingin meminta bantuanmu, kumohon"

"Akan kubenahi kata-kataku sebelumnya... Kalau begitu, dengan berat hati kutolak permintaanmu, aku ingin pulang"

"Ini menyangkut tentang kita para reinkarnator"

"Oi apa yang barusan kau bilang?"

"Seperti yang kau dengar, aku ingin berdiskusi tentang kita, para reinkarnator"

"Kutarik kembali kata-kataku, bawalah aku"

"Kalau begitu, ikutlah denganku"

"..."

Anak itu membawaku ke sebuah reruntuhan gereja tua.

"Ke sebelah sini, masuklah"

Dan itu... Adalah hal terakhir yang bisa kuingat.