Rahma samar-samr mendengar suara ketukan, membuatnya terkesiap dari lamunan. Diiringi ucapan salam dengan suara yang dikenalnya. Tangisan Rahma pun terhenti, Ia berlari menuju pintu lalu merangkul orang yang ada di depannya.
"Abah, bagaimana caranya Abah ada di sini?"
"Anak Abah akan menikah, tentu saja memerlukan wali. Abah di jemput Danu, Nak."
Rahma tersenyum tipis, Ia amat bahagia Abah ada di sini. Tak ada yang tahu satu pun kalau Rahma dan Danu mempunyai hubungan.
Tak lama kemudian seorang pelayan masuk dan meminta Rahma untuk mengikutinya mempersiapkan diri. Abah mengangguk mengisayaratkan Rahma harus mematuhinya. Rahma pun menurut.
Rahma membuka mata, seakan tak percaya akan bayangannya sendiri di cermin. Pipinya yang tembem berubah menjadi tirus, bahkan hidungnya yang pesek terlihat menjadi mancung. Di balut pakaian kebaya putih beserta bunga melati di sanggul membuat perias keluarga kepala desa takjub. Rahma berjalan pelan di iringi beberapa pelayan menuju ruang tengah yang di mana akan di selenggarakan pernikahannya malam ini.
Air matanya terus mengalir membasahi pipi. Terkenang akan penghianatan Danu terhadapnya. Ia tak bisa melupakan Danu begitu saja. Sementara itu Dimas menyambut kedatangan Rahma dengan senyum mengembang. Dengan setelan jas hitam Dimas terlihat berwibawa dan tampan.
Sempurna, hanya hati Rahma yang belum bisa menerimanya. Hati Rahma semakin tercabik-cabik saat ia menyaksikan Dimas berjabat tangan dengan penghulu tepat di hadapannya.
"Seharusnya Danu yang ada di situ," teriak batin Rahma.
Disaat yang bersamaan ia juga teringat penghianatan Danu. Sungguh batin Rahma merasa ini sangat berat untuk di jabarkan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Rahma safitri binti Parman dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang lima puluh ribu rupiah. Dibayar tunai," kata Dimas dengan lancar.
"Bagaimana saksi? Sah?"
"Sah...."
Tak perlu waktu yang lama. Rahma telah sah menjadi isteri kedua dari Dimas Wiryawan. Pernikahan itu pun di gelar secara tertutup, hanya dihadiri penghulu dan beberapa orang aparat desa. Terkesan Rahma hanya isteri simpanan. Yanti yang sedari tadi melihat proses pernikahan hanya terdiam membisu. Ia menatap lekat kearah Rahma dengan tatapan tak suka.
Setelah acara selesai Abah pun harus kembali ke rumah. Rahma memeluk Abah erat sembari menyelipkan uang ketangannya.
"Uang apa ini, Nak ?"
"Tabungan Rahma, Bah. Pakailah, untuk membeli obat dan beras."
"Apakah ini untuk kuliahmu, Nak?"
"Iya bah. Tapi tak apa, aku sayang Abah," ucap Rahma seraya menyeka air mata.
Abah tersenyum. Lalu berpamitan pulang diantarkan Danu.
Jam berdentang beberapa kali, menunjukan malam telah larut. Rahma masih memakai kebaya dan enggan melepaskannya. Ia masih terduduk lesu di meja rias. Otaknya berputar mencari berjuta alasan untuk menghindari malam pertama. Apa yang harus di katakannya kalau Dimas tahu bahwa dia sudah tak perawan? Apalagi kalau ia tahu bahwa Danu yang melakukannya. Apa yang akan terjadi dengan keluarga Danu?
Danu brengsek! Bodohnya aku tertipu akan penampilan Danu waktu itu. Aku pun mau saja menyerahkan keperawananku dengan janji akan menikahinya. Aku memang terobsesi dengan pria kaya. Berharap suatu saat nanti bisa mengangkat derajat kami menjadi orang yang terpandang di desa. Mungkin bukan Danu orang nya, tapi Dimas. Tapi aku tidak mencintainya! batin Rahma.
Rahma mengalihkan pandangan keluar kaca jendela. Nampak bintang berkelap-kelip dengan bulan yang bersinar di sampingnya. Tiba-tiba sayup Rahma mendengar namanya di panggil. Rahma pun mendatangi asal suara.
"Mba Yanti, Ada apa?"
"Aku tau kamu tidak mencintai Dimas, tapi mencintai Danu kan? Anaknya Pak Daryo sopir Pak Bayu."
Rahma menelan ludah. Dari mana Yanti tahu tentang kisah cintanya.
"Tenang saja. Aku akan tutup mulut. Aku tahu segalanya karena Danu telah menceritakan semuanya," ucap Yanti sembari memainkan kuku panjangnya.
"Terus...?"
"Begini, sebenarnya alasan Pak Bayu menikahkan Dimas denganmu hanya demi mendapatkan anak dari rahimmu, karena aku mandul. Kamu akan menjadi budak seks oleh Dimas, hati- hati dia sangat ganas di ranjang. Jangan sesekali menolaknya, atau rahasiamu akan terbongkar! Camkan itu," ucap Yanti sembari mendorong bahu Rahma dan pergi menjauh.
"Cukup selesaikam tugasmu. Tanpa rasa cinta, hanya tugas," ucap Yanti lagi.
Rahma bergidik ketakutan. Ia berlari menuju dapur lalu meraih pisau dan memutuskan ingin bunuh diri. Kilatan pisau menerpa sinar lampu, akhiri saja sampai di sini. Aku lelah, gumamnya pelan.
Tetapi sekilas tangan kekar memegang pisau itu. Hingga darah mengalir deras dari sela-sela jarinya karena memegang mata pisau yang sangat tajam. Temaram lampu menyinari wajah pemiliknya.
"Dimas...! lepaskan!"
"Mau apa kamu? Bunuh diri?"
Rahma terdiam, reflek dia meraih tangan Dimas.
Pisau terjatuh dari genggamannya. Rahma panik lalu menariknya ke tempat pencucian tangan, darah segar merembes. Rahma hampir pingsan dibuatnya.
"Di mana kotak p3k?" tanya Rahma karena panik melihat darah yang merembes dari sela jari Dimas semakin deras.
"Tuh," cap Dimas memoyongkan bibir menunjuk lemari penyimpanan obat.
Rahma bergegas mencari obat merah dan kain kasa. Lalu membalutkannya di tangan Dimas. Ia mengikat erat ujung kain membuat Dimas terpana dan menatap Rahma lama.
"Kamu liat apaan? awas nanti jatuh cinta."
Dimas tertawa terbahak. Hingga ia lupa akan sakit di tangannya. Rahma hanya tersipu malu. Ia cuma berusaha mencairkan suasana yang tegang.
"Kamu sudah belajar?"
"Sudah."
"Tidur yuk."
"Anu... Aku lagi dapet mas, jadi gak bisa menunaikan kewajibanku sebagai istri."
"Astaga...otak mesum, bagaimana aku bisa menyentuhmu dengan tangan begini, lagian ini terlalu cepat, besok kamu ujian kan?"
"I-iya."
Tanpa permisi Rahma berjalan mundur dan berlari ke kamar. Jantungnya berdegub dua kali lebih cepat. Malu setengah mati. Tatapan Dimas tadi membuatnya salah tingkah.
"Ya Tuhan. Apakah aku bermimpi? ternyata Dimas orangnya baik kok," batin Rahma.
***
Saat Rahma memegang gagang pintu kamar, sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Rahma membalikan badannya dan mata mereka saling bertatapan.
"Danu ... lepaskan aku!"
"Tidak akan! kau hanya milikku. Aku tau kau masih mencintaiku.'
"Brengsek, kau jahanam. Kau telah mempermainkan aku! Lalu apa arti ucapanmu hubungan kita berakhir di sini saja," ucap Rahma sambil memberontak.
"Jangan munafik, tubuhmu sudah pernah kusentuh. Dan Dimas tak akan menerima itu. Sebaiknya kita teruskan saja hubungan ini karena kita suka sama suka, kamu setuju 'kan?'" ucap Danu seraya menyentuh pipi Rahma.
"Plaak!!"
Tamparan keras mendarat di pipi Danu. Membuat ia meringis dan melepas dekapannya. Danu menyeringai dengan senyuman yang menakutkan.
"Aku bukan lonte, aku benar-benar menyukaimu. Sampai hatiku buta dan menyerahkan keperawananku. Tapi ternyata aku salah, kamu tak pantas untuk kucintai. Jangankan merasa bersalah malah kamu mau merusakku," teriak Rahma sembari menangis.
"Alaaah, ayolah Rahma."
Rahma berusaha melepaskan diri, Ia pun menggigit tangan Danu hingga membiru barulah ia bisa masuk ke kamar, dan menutupnya rapat. Rahma benci dengan dirinya sendiri yang sangat bodoh. Andai waktu bisa diulang ia tak akan melakukan itu. Air matanya tumpah lagi. Kini tertanam rasa benci yang amat dalam untuk Danu. Disaat Rahma memerlukan kasih sayang orang tua, Danu ada dan bisa menggantikannya. Hingga ia merasa Danu pantas mendapatkannya. Dasar polos.
"Ampun tuan, ampun!"
Teriakan Danu terdengar keras, Rahma pun membuka pintu. Betapa terkejutnya ia melihat Danu babak belur dan di sampingnya berdiri Dimas dengan tangan terkepal.
"Ada apa ini ? Ya Tuhan ! teriak Rahma sembari membantu Danu bangun.
"Ada apa? Kamu kira aku buta? berani- beraninya menggoda isteri majikan!" ucap Dimas geram.
Melihat raut wajah Dimas yang memerah membuat Rahma melepaskan pegangannya. Rupanya sedari tadi Dimas melihat apa yang ia dan Danu lakukan.
Danu bangun dengan terhuyung- huyung. Lalu berteriak.
"Kamu harus tau Dimas, perempuan ini sudah tak suci lagi. Badannya sudah pernah kusentuh!"
Dimas terdiam mematung, tangannya tak lagi mengepal. Lalu ia pergi menjauh.
Tubuh Rahma jatuh ke lantai, lemas.
"Ingat ini Rahma. Kalau aku tidak bisa mendapakanmu, maka Dimas juga tak boleh memilikimu, persetan dengan pekerjaan. Kamu segalanya untukku," ucap Danu sambil berlalu.
Pandangan Rahma kosong, air matanya tak berhenti menetes. Hingga seorang pelayan membantunya berjalan ke kamar.
"Mengapa keputusanmu berubah-ubah, Nu ? Apakah aku masih bisa mengharapkan cintamu kembali untukku? batin Rahma.
***
Keesokan paginya Rahma berangkat sekolah diantarkan oleh Dimas. Rasa canggung tak dapat di hindari. Karena kejadian tadi malam Danu di pecat. Sesampai di halaman sekolah, mobil menepi.
"Salim dulu," ucap Dimas sembari menyodorkan tangan.
Rahma pun menurutinya. Ia meraih tangan Dimas yang masih di perban lalu menciumnya. Entah setan apa yang sedang merasukinya sekarang. Ia manut saja dengan apa yang diperintahkan Dimas.
"Ucapkan salam," perintah Dimas lagi.
"Assalamualaikum," ucap Rahma sembari hendak turun.
"Eh...tunggu dulu."
"Apa lagi?"ucap Rahma seraya berbalik dengan wajah kesal.
Dimas mengecup kening Rahma. Membuat ia bengong.
"Kita sudah halal, sana masuk. Hush-hush..."usir Dimas.
"Dasar playboy. Jangan sampai aku jatuh cinta," batin Rahma mengeram.
Mobil yang dikendarai Dimas meluncur ke jalan utama. Sebenarnya Dimas dilema. Di saat Papanya menginginkan cucu di hari tuanya tapi ia tak dapat mengabulkannya. Setelah tahu Yanti mandul membuat bebannya semakin berat .