Chereads / Lion Heart / Chapter 6 - Dibawah Meja Makan

Chapter 6 - Dibawah Meja Makan

Kak Zeus membawaku ke sebuah Coffe shop kecil sepulangnya aku selesai kampus. Mama juga sudah mengizinkan aku dengan mudah sewaktu meminta izin tadi. Mungkin Mama juga berpikir bahwa sudah waktunya aku dekat dengan laki-laki.

"Mau minum apa?" tanya laki-laki itu setelah kami melihat buku menu selama lima menit. "Gua yang traktir. Jadi Lo pesan apa aja yang Lo mau."

"Ah, saya bisa bayar sendiri, Kak!"

"Nggak lucu, Ra!"

"Serius, Kak! Saya bisa sendiri. Jadi, Kak Zeus nggak usah repot-repot bayarin segala."

Laki-laki itu meraih tanganku. "Gua mohon. Jangan tolak gua."

Maksudnya laki-laki itu apa? Pernyataan laki-laki itu tadi terdengar begitu ambigu di telingaku. Aku jadi tak bisa menjawab apa apa. Jadi, aku memilih hanya mendiamkan saja.

"Nah, gua mau pesen Hot Rum Coffe sama Chocolate Cake Larva. Lo mau apa?"

"Milk shake vanilla."

"Cemilannya?"

Aku menggeleng kepala pelan. "Minum aja. Saya masih kenyang. Nggak terlalu suka makanan manis juga."

Laki-laki itu kemudian mengulang mengatakan pesanan kami pada writtess. Writtess itu pun meminta kami untuk menunggu kira kira selama lima belas menit.

"Jadi Lo sukanya apa?" tanya laki-laki itu kemudian setelah writtess itu pergi berlalu dari meja kami.

"Makanan pedas. Tapi Mama kadang marah karena saya nggak kontrol dan susah rem diri buat berhenti."

"Biasanya suka makan di mana?"

"Di rumah," jawabku jujur. "Mama orangnya pintar masak. Saya sangat suka semua masakan apapun yang di masak oleh Mama. Jadi saya sangat jarang sekali makan di luar."

"Kapan-kapan gua boleh dong nyobain masakan Nyokap, Lo, ya?" tanya laki-laki itu terlihat sangat antusias.

Aku hanya manggut-manggut saja. Bayangan makan bersama laki-laki itu saat jam kosong di kampus tergambar jelas di kepalaku. Besok atau lusa, apa terlalu cepat untuk mengajak laki-laki itu buat dateng ke rumah?

"Sebenarnya gua nggak begitu percaya diri buat duduk kalau hanya berdua sama Lo."

"Kenapa?" tanyaku yang tiba-tiba terasa atmosfer aneh.

"Lo itu manis, Ra... Nggak matching banget kalau di jejerin sama gua," laki-laki itu pun tersenyum maklum. Aku mau membuka mulut untuk menepis pikiran buruk laki-laki itu, tapi laki-laki itu malah melanjutkan, "Tapi namanya gua udah suka. Gua tetep harus berani maju sebelum Lo ntar malah di rebut orang."

Pipiku seketika bersemu merah. Aku tidak pernah merasakan kena gombalan seperti ini sebelumnya. Jadi aku hanya bisa tertunduk malu, dan berharap laki-laki itu tak melihat semburat merah di pipiku.

"Gua suka banget saat Lo yang malu malu begini," laki-laki itu menopang kedua tangannya di depan dagunya. Jantungku hampir meloncat dari rongga dada rasanya waktu melihat sarang pipit di pipi laki-laki itu.

"Akhirnya pesanan kita datang, Kak!" aku langsung menggantikan topik pembicaraan. Aku yakin pasti wajahku sudah sangat bersemu merah saat ini.

***

Mama memandang Kak Zeus hingga menghilang dari balik gerbang rumah. "Itu yang tadi ngajak jalan? Siapa tadi namanya? Zeus?" tanya Mama kemudian.

"Iya, Ma." Aku mengikuti Mama masuk ke dalam rumah. "Ma, aku laper."

"Lho? Tadi bukannya udah makan di luar?" tanya Mama merasa aneh.

"Nggak, Ma. Cuma ngemil susu kocok doang."

Mama menarik kursi dapur. "Duduk sebentar. Mama buatkan nasi goreng spesial."

Aku menurut. Nasi goreng buatan Mama juga sangat sangat aku suka. Lima menit Mama sibuk dengan masakannya, pintu depan tiba-tiba terbuka. Bang Nico pulang.

"Bang!" sapaku sambil berdiri. Mama yang mendengarnya langsung berhenti masak dan berjalan cepat menuju pintu depan. Aku buru-buru mematikan kompor sebelum mengikuti Mama yang gegas ke ruang tamu.

"Apa kabar, Nak? Sudah makan? Mama sedang buatkan nasi goreng. Kamu mau?"

Bang Nico kemudian melirikku yang baru datang menyusul Mama. "Mau."

Aku jadi ikut tersenyum mendengar jawaban Bang Nico. Akhirnya laki-laki itu pulang juga. Dengan begini, rasa rindu Mama pasti terobati.

Bang Nico duduk denganku di meja makan, menunggu Mama menyelesaikan meracik masakannya. "Bang, gimana kuliahnya?"

Laki-laki itu hanya menjawab dengan mengangkat bahu sekilas saja. "Seperti biasa, lagi nyusun skripsi."

"Artinya sebentar lagi kamu lulus, ya?" Mama ikut nimbrung pertanyaan dariku barusan, namun masih dengan tetap melanjutkan masakannya

"Iya." Bang Nico melirik ke arahku lagi. Sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas. Tangan laki-laki itu tiba-tiba terjulur ke arahku. "Sssttt!" bisik laki-laki itu pelan.

Aku jadi menggigit bibir bawah saat Bang Nico mulai meraba pahaku. Dengan cepat, tangan laki-laki itu menyesap ke sela pahaku. Aku mengangkat wajah, Mama ternyata masih sibuk memasak dengan posisi membelakangi kami berdua. Aku lanjut menoleh ke arah Bang Nico, meminta laki-laki itu agar berhenti.

Bang Nico menekan-nekan area intim kewanitaanku. Aku mati-matian menahan nafsu yang tiba-tiba jadi bergelora. Desahan demi desahan aku tekan kembali.

Sedetik kemudian, tangan laki-laki itu merayap meremas buah dadaku yang bergerak lincah di tangan laki-laki itu. Aku mencoba menggenggam tangan Bang Nico, meminta laki-laki itu sekali lagi untuk berhenti karena aku tidak bisa menahan desahanku untuk waktu lebih lama lagi.

Laki-laki itu hanya tersenyum melihat ke arahku yang hampir ingin pingsan rasanya menghadapi situasi demikian. "Nanti malam, ya?" bisik laki-laki itu lagi di depan telingaku, lalu laki-laki itu langsung menarik dirinya.

"Nasi goreng siap!" Mama membawa dua piring nasi goreng ke atas meja yang ada di depan kami berdua. "Ameera kenapa? Kamu demam, Nak? Keringetan gitu."

"A--ara ke toilet dulu, Ma." aku gegas kabur dari meja makan.

***

Entah sejak kapan, Bang Nico kini sudah ada berada di atas tubuhku. Tangan kami kini sudah saling bertautan. Nafas kami sama-sama memburu. Mataku nanar. Wajah Bang Nico tidak tampak jelas. Kami sama-sama dalam keadaan setengah tanpa busana.

Satu jam yang lalu, yang aku ingat, aku saat itu sudah hampir akan tertidur. Tidak ada tugas mata kuliah dan hal semacam lainnya. Memang, Bang Nico mengatakan akan datang ke kamarku malam ini, tapi aku tidak begitu menantikannya. Ada Mama di rumah, Bang Nico juga pasti menimbang keberadaan Mama yang bisa kapan saja masuk ke kamarku.

Tapi aku salah. Ternyata laki-laki itu benar-benar datang masuk ke kamarku. Tanpa mengetuk pintu, laki-laki itu langsung saja nyelonong masuk ke kamarku. Setelah memastikan pintu di kunci dengan baik, Bang Nico mulai menjamah tubuhku.

Ciumannya yang lembut dan panas, remasan di buah dadaku yang semakin keras, dan cara laki-laki itu memainkan tonjolan buah dadaku, sungguh membuatku benar-benar tak bisa menolak untuk disentuhi. Nikmat sekali. Aku tahu, Bang Nico pasti mempunyai banyak pengalaman, makanya sentuhan laki-laki itu bisa terasa sangat senikmat ini.