Bang Nico tidak berkata lagi. Laki laki itu langsung gegas melangkah lebar menjauh ke luar sambil membawa tas ranselnya. Sepertinya Bang Nico benar benar tidak suka dengan kehadiran Kak Zeus, atau mungkin ada kelas pagi di kampusnya sekarang? Entahlah, aku tak tahu betul kegiatan laki laki itu. Belakangan dia sangat sibuk dengan dunianya sendiri, lagi. Walau pun posisinya sekarang laki laki itu tengah berada di rumah. Semenjak kedatangan Kak Zeus, Bang Nico menjadi semakin tidak bersahabat. Mungkin aku harus berbicara dengan laki laki itu nanti.
"Nggak apa, Tante. Bang Nico mungkin cuma merasa cemburu karena ada anak laki laki lain yang masuk ke rumahnya," Kak Zeus menenangkan. Mungkin laki laki itu khawatir membuat suasana hubungan Mama dan Bang Nico menjadi semakin mengeruh.
"Ya sudah, ayo kita sarapan dulu." Mama akhirnya menghidangkan nasi kari di depan aku dan Kak Zeus. "Ara, nanti pulang ngampus bawa Abang mu makanan ya? Belikan dia nasi Padang atau capcay saos tiram. Anak itu sedang sibuk-sibuknya sekarang."
"Iya, Mam. Nanti Ara mampir ke apartemennya Bang Nico."
"Aku anter, ya?" tawar Kak Zeus.
"Nggak usah, Kak. Ara sendiri aja," jawabku tak ingin ada masalah kedepannya nanti. Bang Nico tentu pastinya bakal makin bad mood kalau bertemu dengan laki laki itu, bahkan walau pun di jam makan siang.
***
"Kak... Aahhhkkkk!" aku mencoba mendorong laki laki itu untuk menjauh. Tapi laki laki itu malah memelukku dengan sangat erat. Jilatannya pada daerah area intim kewanitaanku makin membuat basah lagi. "Ara... Harus pulang cepat.. akhhh!"
Laki laki itu kemudian menyelipkan tangannya ke dalam rokku. "Aku jadi nggak enak hati, tahu kamu mau ke tempat abangmu itu."
"Aahh... Haaa... Kak... Ahh, ah, ahhkk!" lututku semakin bergetar saking enaknya elusan jari laki laki itu pada lobang area intim kewanitaanku. Aku menyandarkan kepalaku di dadanya yang sandar-able itu. "Kak... Ja-jangan di kampus... Ahhkk... Hah..."
Laki-laki itu mengecup keningku. "Ara, kamu nggak usah ke tempatnya Bang Nico, ya?"
"Ngghhh.... Nggak bisa gitu, Kak," aku berusaha mengatur nafasku yang telah memburu. "Kak, berhenti, Kak! Aahh... Hah, hah, aah, ah!" Aku sudah tak bisa lagi menahan gejolak birahiku. Laki laki itu terus meremas buah dadaku sekaligus juga terus mengocok lubang tembem intim kewanitaanku. Aku tahu, aku pasti tidak akan puas jika laki-laki itu berhenti ketika sudah sampai di titik ini.
Laki laki itu kemudian mengeluarkan kejantanannya dan langsung memasukkannya ke dalam lubang liang tembem intim kewanitaanku. Laki laki itu menggesekkannya terlebih dahulu, agar aku merasa nyaman dengan kehadiran kejantanannya itu. "Hhah, ahh, ah, ah, ah, hahh!"
"Ara, aku nggak bisa- ah, hah- lama-lama mainnya. Ntar keburu ada yang datang."
Aku setuju. Aku juga tidak mengharapkan laki-laki itu melakukan permainan ini di ruangan musik, tapi jika laki laki itu tidak memberikan aku kenikmatan seks seperti ini, aku juga tidak mau.
"Kak, ngghh, ah, hah, aah, ah, hah, enak banget--ah, hahh!"
Laki-laki itu mempercayai permainan sodokannya, tidak seperti kemarin saat di rumahnya. Kali ini laki laki itu bermain agak kasar dan bergerak dengan terburu-buru. Tidak apa bagiku, toh kenikmatan yang aku dapatkan juga terasa sama saja. Malah rasanya sekali-kali diperlakukan dengan liar oleh kekasih sendiri, rasanya malah tambah enak juga.
"Ara, aku keluar! Aahhhkkkk!" Laki laki itu menarik pinggangku hingga kejantanannya masuk sangat dalam ke dalam liang intim kewanitaanku. Laki laki itu juga menggerakkan pinggulnya dengan cepat, hingga area intim kewanitaanku terasa mengeluarkan banyak cairan. Sedetik sebelum laki laki itu menyemburkan cairan putih kental miliknya, laki laki itu langsung keluar menarik diri. Rokku menjadi sasaran empuk semburan cairan putih kental milik laki laki itu. "Maaf, Ara... Nanti biar aku yang cuci rokmu..." ujar laki laki itu sedikit terengah-engah.
"Nggak pa pa, Kak... Ara bisa bersihkan sendiri..."
Laki laki itu kemudian meraih tissue yang ada di dekat meja, mencoba mengelap bersih cairan putih kental di rokku, lalu laki laki itu lanjut membersihkan area intim kewanitaanku.
"A-ara bisa sendiri, Kak!"
"Nggak apa," laki laki itu kemudian menundukkan kepalanya. Ternyata laki laki itu hendak menjilat area intim kewanitaanku, sementara laki laki itu terus memperbaiki celananya.
"Kaakk... Aahhh! Haaahhhkk... Jangan lagi- aahhhkkkk!" Aku menggeliat, merasa geli lagi di area intim kewanitaanku. Tidak tanggung-tanggung, laki laki itu memilin klitorisku dengan lidahnya. Aku pun dapat merasakan cairan hangat kembali lumer dari area intim kewanitaanku. "Ka --kalau gini terussshhhh... Nanti Ara malah jadi minta... Minta lagihhh, kakkhhh!" rajukku manja.
"Aku anter ke apartemen Bang Nico, habis itu ke rumahku, yuk?"
Entah kenapa kepalaku malah bergerak naik turun. Jelas sekali aku menginginkan percintaan lagi. Aku mau laki-laki itu kembali melakukan hubungan penyatuan denganku. Menikmati tubuh kami yang menikmati percintaan satu sama lain dengan santai.
"Ah, bentar, ya! Bokap nelpon." Laki laki itu gegas meraih ponselnya yang berbunyi beberapa menit yang lalu di atas meja. "Ya, Pa?"
Laki laki itu memberikan instruksi untuk mengikutinya ke luar dari ruangan musik. Kami berdua berjalan beriringan menuju tempat parkir motor.
"Bokap ajak kita makan malam bareng," laki laki itu memberi tahu padaku sambil menyerahkan helm padaku.
***
Setelah selesai mengantarkan makanan untuk Bang Nico, Kak Zeus kemudian mengajakku untuk kembali berkunjung ke rumahnya. Sejujurnya aku merasa sangat cemas sekali sebab aku tahu sebentar lagi akan bertemu dengan papanya Kak Zeus. Gimana kalau seandainya ternyata hubungan kami tidak direstui papanya Kak Zeus karena aku yang bukan berasal dari kalangan keluarga orang kaya, bagaimana?
Laki laki itu kini tengah memimpikan jalanku untuk masuk ke rumahnya. Untuk kedua kalinya, aku datang ke rumah laki laki itu, tubuhku masih saja tetap terasa kaku untuk menginjakkan kaki ke sana. Laki laki itu tidak melepaskan genggaman tangannya pada jemariku, hingga akhirnya kami sampai di ruang tengah rumahnya.
Seorang laki-laki dewasa berkaos putih sedang duduk santai di atas sofa yang berwarna gold cerah, senada terkesan mewah dengan dinding berwarna putih dengan riasan gold juga di beberapa titik. Saat laki-laki dewasa itu menyadari kedatangan kehadiran kami di sana, laki laki dewasa itu bangkit dan langsung menyambut kedatangan kami dengan tangan terbuka. "Halo! Halo!"
"Selamat sore, Oom!" aku balas menyapa sambil menundukkan sedikit kepala, sebagai tanda aku menghormati laki laki itu.
"Ameera, kenalkan, ini papaku. Malik."
Oom Malik menyalamiku. "Wah, Oom kaget waktu lihat kedatangan kamu. Ternyata benar kata Rebecca, kamu cantik sekali."
"Siapa Rebecca?" tanya Kak Zeus bingung.
"Mama Ara, kak," jawabku yang juga bingung dengan situasi ini, tapi aku tetap menjawabnya.
"Oom tidak menyangka ternyata kalian ini satu kampus. Dan rupanya kalian juga saling kenal," lanjut Oom Malik lagi.