Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 226 - ●Kecurigaan Nisha

Chapter 226 - ●Kecurigaan Nisha

Berada di bawah pelatihan Garanggati terasa mencekik Nami hingga nyaris sulit bernapas. Walau harus diakui, ia mendapatkan banyak hal, jauh lebih banyak dari yang telah didapatnya dari Janur dan Sin.

Terkadang, tak sanggup rasanya menanggung derita dan kelelahan. Namun, begitu banyak yang melintas di benak. Bayang pemukiman Nistalit yang dijanjikan raja Vanantara, juga hilangnya Sin dan Janur dari kehidupannya. Sosok Sin yang melemah dan kehilangan kemampuan, belati Janur yang terselip di pinggang Jawar; sungguh membuat kemarahan Nami terkadang meletup di sudut-sudut hatinya yang berkabut.

Bagi Nami, ujian dari Garanggati adalah puncak dari pelatihannya. Tak disangka, Vanantara menyiapkan ujian lain yang tak pernah dibayangkannya.

❄️💫❄️

Seharian, Yami tak berhenti bertugas, begitupun seluruh pembesar dan petinggi Wanawa.

Yami, di aula putri Girimba menerima beberapa utusan. Situasi genting seperti ini, persekutuan dan perjanjian menjadi salah satu kekuatan penting. Bahkan jika mungkin, Wanawa bertekad memperbaiki kembali hubungan dengan pihak-pihak yang berseteru selama ini. Termasuk Akasha Gangika dan Akasha Giriya, maupun Pasyu Vasuki.

Sepanjang hari itu, seolah tak ada waktu untuk menghirup napas. Perlu antrian panjang untuk dapat bertemu Yami sebagai perwakilan istana kedua Wanawa di Girimba. Kerjasama terkait lumbung pangan, mata-mata, penjaga perbatasan, penambahan kekuatan dan berbagai hal yang dirasa mendesak benar-benar membutuhkan perhatian menyeluruh.

Sebelum tiba giliran Nisha dan Milind, satu sosok jelita yang tampak menunduk melintas. Pakaian berwarna lembayung, corak yang mengingatkan pada keindahan dan kebesaran Giriya. Pedang Raja Araga banna Giriya berhias batu kecubung, yang mengingatkan Milind pada pakaian putri bangsawan yang baru melewatinya. Sang putri menunduk hormat pada Nisha dan Milind, bergegas beranjak pergi.

Milind ingin menyapanya, namun Nisha memberikan isyarat untuk segera menemui Yami.

Seharusnya Milind bersama Hulubalang Wulung meninjau perbatasan Girimba dan Giriwana, sembari melihat pelatihan para prajurit Wanawa. Atas permintaan Nisha, mereka harus bersegera mencari tahu terkait keberadaan Jawar dan Nami yang seolah bertukar tempat.

Sengaja Nisha memilih waktu pertemuan senja menjelang gelap, sebab itulah waktu ia memergoki Jawar tetiba berada di sekeliling bilik putri.

Setelah basa basi sesaat, Milind memberikan hormat.

"Putri bangsawan berpakaian warna lembayung yang tadi…," Milind bertanya, tak menyelesaikan ucapannya, "apakah ia mewakili Panglima Rakash banna Giriya?"

Yami tersenyum, "tidak. Kenapa, Milind?"

Milind mengerutkan kening, merasa suatu keganjilan, entah apa.

Nisha tampak mengerucutkan bibir, terlihat menahan kecemburuan. Yami melirik ke arah adik bungsunya.

"Ia sangat cantik, bukankah begitu?" goda Yami, mengedipkan mata ke arah Nisha yang memerah saga.

Yami mengamati Milind yang tampak berpikir. Nisha meremas kedua jemarinya. Kedua sosok di hadapannya tengah disibukkan pikiran masing-masing.

"Kau masih memikirkan putri berpakaian lembayung tadi, Milind?" tebak Yami.

Milind menaikkan alis, tersenyum, "Hamba sulit menyembunyikan sesuatu dari Putri Yami. Maafkan. Terkadang pikiran hamba melompat-lompat tak tentu arah."

Yami mempersilakan keduanya duduk. Ia memerintahkan dayang menuangkan minuman dan menyediakan makanan.

"Putri Arumya," jelas Yami. "Mungkin kau tak mengenalnya, Milind. Tapi, Nisha pasti pernah bertemu dengannya. Terutama di pesta perayaan pergantian penjaga wangsa, atau perayaan penting bangsawan istana."

Nisha tetiba teringat.

"Ahya, Putri Arumya banna Giriya," Nisha berseru kecil. "Dulu sangat akrab dengan Ayunda Yami, namun kemudian jarang bertemu karena perseteruan ayahanda dan raja Araga. Beliau adik kesayanagan Raja Araga, kalau aku tak salah ingat."

"Betul," Yami mengangguk, menyodorkan cawan ke arah Milind.

Milind menerimanya, meneguknya perlahan.

"Apakah Putri Arumya mewakili Raja Araga?" tanya Milind.

Yami menggeleng.

"Lantas, ia kemari atas nama sendiri?" Nisha menebak.

Yami mengangguk.

"Apa yang diinginkan Putri Arumya?" Milind bertanya, seolah sesuatu begitu memburu rasa ingin tahunya.

"Aku rasa kalian ingin bertanya sesuatu denganku," potong Yami, "bukan terkait Arumya."

Milind menatap Yami aneh, merasa pertanyaannya diabaikan begitu saja. Nisha menjawab cepat.

"Ada yang ingin kami bahas dengan Ayunda, bisakah memanggil Jawar ke mari?" pinta Nisha.

Mata Yami terbelalak.

"Ayunda," desak Nisha resah, "jangan menyembunyikan sesuatu dariku. Aku tahu Jawar sering ke mari, terutama saat pergantian senja menuju malam hari. Aku tentu merasa aman di bawah pengawasannya. Tapi mengapa harus diam-diam? Bagaimana keselamatan Ayahanda?"

Yami menatap Nisha penuh selidik.

"Jawar hanya beberapa kali ke mari," Yami menjelaskan. "Tak perlu dirisaukan."

Milind menatap Yami dalam. Jelas-jelas ada yang disembunyikan, ketika Yami tak berani mengangkat wajah lebih lama menatapnya.

"Kalau begitu, apakah kami bisa bertemu Prajurit Nami?" tanya Milind. "Ada yang ingin kusampaikan padanya."

Yami menatap Milind tajam.

"Katakan saja padaku, Milind," kata Yami. "Akan kusampaikan padanya."

Milind tersenyum, sembari menunduk, "Ada beberapa hal yang harus hamba sampaikan langsung."

Yami membuang napas, merasa pada akhirnya harus menjelaskan sesuatu kepada Milind dan Nisha.

"Hamba berkeliling sesaat tadi," Milind menjelaskan. "Hamba yakin Jawar ada di sini. Hanya pasukan khusus Baginda Vanantara yang mengenakan sabuk keemasan, Putri Yami. Kilauannya berbeda ketika tertimpa cahaya matahari senja."

Yami tersenyum tenang, mengiyakan, segera memerintahkan prajurit penjaga untuk memanggil Jawar yang tersembunyi di satu tempat.

Baik Yami, Nisha dan Milind memutar cawan masing-masing dengan tanda tanya. Sepanjang waktu yang lama; ketiganya saling percaya satu sama lain. Mengapa sekarang ada yang harus disembunyikan?

Jawar tetiba hadir di hadapan mereka, tak menduga kehadiran Milind dan Nisha, terlepas ucapannya ketika berseru kecil.

"Putri Yami! Putri berbaju ungu yang baru saja hamba temui…"

Demi melihat Milind, Jawar memberikan hormat yang dalam. Milind menoleh ke arahnya, berdiri menyambut, menepuk pundaknya hangat. Jawar menatap Milind, tersenyum. Tak ada yang membuatnya tenang dan dipenuhi keberanian, seperti ketika ia menatap wajah panglima Wanawa.

"Kau pun bertanya tentang Putri Arumya banna Giriya?" tebak Milind.

"Ada apakah kalian, para penjaga kebanggaan Wanawa?" Yami tertawa kecil. "Betulkah kalian sangat terpesona dengan Putri Arumya?"

Jawar menunduk, menyembunyikan tanya. Di benaknya, merasakan suatu keganjilan dengan kehadiran Arumya, sesuatu yang tak dapat dijelaskan, sebagaimana pertanyaan Milind. Pembahasan Arumya tak berlangsung lama, ketika Nisha menghujani Jawar dengan pertanyaan tajam.

"Apa yang terjadi denganmu dan Prajurit Nami, Hulubalang Jawar?!" cecar Nisha marah. "Apa yang kalian sembunyikan di belakang punggung kami?"

Jawar menarik napas panjang.

Menatap Yami memohon petunjuk, bergantian menatap Milind yang telah kehilangan senyum dan keramahan. Wajah panglima Wanawa tampak tegas, menuntut penjelasan.

❄️💫❄️

Jawar tak dapat menjelaskan. Bahkan ketika Milind tampak mulai kehilangan kesabaran atas ketidak jelasan keberadaan Nami. Yami, yang tampak menahan diri sedari tadi, memerintahkan semua dayang dan prajurit penjaga untuk ke luar. Mereka duduk berempat, mengelilingi meja.

"Biarkan aku yang bicara, Jawar," jelas Yami. "Aku harus berterus terang pada Milind dan terutama Nisha."

Jawar terbelalak, menatap Yami tak percaya. Lidahnya kelu, lehernya tercekat.

Yami menatap Nisha penuh kelembutan.

"Kau siap mendengarnya, Adinda? Sebab kupikir aku akan menyembunyikan darimu. Tapi, kejadian hari ini, kecurigaanmu, rasa ingin tahumu; membuatku tersadar kau telah dewasa. Aku menganggapmu selalu seperti adik kecil," Yami mendesah, melirik sesaat ke arah Jawar.

Jawar menatap Yami, menunduk cepat kemudian, mengatur napas.

Milind menatap Yami dan Jawar bergantian, mencoba menimbang dan menyimak setiap perkataan.

"Ayahanda Vanantara adalah Raja yang bijak," Yami menjelaskan perlahan. "Ayahanda adalah pengayom dan pelindung kerajaan kita, juga raja yang disegani seluruh wangsa. Adanya Pandhita Garanggati dan Panglima Milind, menambah kekuatan kedudukan Ayahanda."

Nisha tampak tak puas. Milind masih menunggu penjelasan.

Yami menarik napas panjang, meneguk cawannya hingga tandas.

"Tapi Ayahanda adalah lelaki seperti raja pada umumnya," desah Yami, mencoba menampilkan senyuman. "Raja Araga memiliki Ratu Madhavi. Raja Nadisu memiliki Ratu Mihika. Kau tentu juga tahu, bahwa para raja memiliki selir yang tak perlu diketahui pihak lain."

Jawar tertegun, menatap Yami tak berkedip.

Nisha, tanpa sadar membuka mulut, kedua matanya terbelalak.

Milind, tegak di tempatnya, mengatur napas.

"Selama ini kau tak pernah tahu bahwa Ayahanda memiliki selir," gumam Yami.

Jemari Nisha gemetar, memegangi tepian meja sekuat mungkin.

"Maksud Ayunda?? Setiap malam Prajurit Nami …digantikan Hulubalang Jawar…"

Dada Nisha turun naik menyembunyikan tangis. Wajahnya pucat.

"Apakah Nami ini…?" bisik Nisha tak percaya

Yami mengangguk, menuang minuman ke cawan, menyesapnya hati-hati.

❄️💫❄️