Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 227 - ●Selir Vanantara

Chapter 227 - ●Selir Vanantara

Tak ada yang lebih menyiksamu, selain rasa kehilangan dan kesendirian. Kesepian mengurungmu dalam ruang kehampaan dan menjebakmu dalam kegilaan pikiran.

Perkataan Yami terdengar seperti pembelaan, atau ejekan bagi sang raja. Apapun itu, kegemparan menghantam dada Nisha hingga ia menangis seperti anak kecil ketika berlari ke biliknya. Milind bahkan harus berlari mengejar dan menghibur dengan berbagai nasihat yang meluncur begitu saja.

"Begitu bodohkah aku, Milind? Apakah aku tidak peka terhadap Ayahanda?" bergetar suara Nisha.

Milind menarik napas panjang, mencoba tersenyum.

"Ada banyak hal yang Putri Nisha perlu bicarakan dengan Putri Yami. Mengapa tak sesekali berkunjung ke Giriwana dan membahasnya dengan Paduka?"

Nisha mengusap pipinya. Milind memberikan sapu tangannya, kain lembut dengan sulaman indah yang dijahit sendiri oleh Nisha.

"Aku memang pernah mendengar para raja memiliki selir," Nisha mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Begitu banyak bangsawan Akasha dan para putri yang bersedia menjadi selir Ayahanda. Akupun…pasti bersedia mencarikannya bila Ayahanda meminta."

Milind tak dapat menanggapi.

"Tapi mengapa harus dengan Nistalit? Mereka bangsa budak yang tak berkasta!" kecam Nisha. "Jangankan kedudukan dan kehormatan. Nistalit bahkan tak punya tempat tinggal dan hanya menetap di gua-gua. Bagaimana jika rakyat tahu Ayahanda punya selir seperti ini?"

Milind tak mampu menjawab.

"Kalau Nistalit ini tahu diri, ia pasti akan menolak permintaan Ayahanda," Nisha tengah bermain dengan perkiraannya sendiri. "Aku merasa, ia tengah memanfaatkan kebaikan hati Ayahanda."

Kebisuan yang menyakitkan menyeruak di antara mereka.

"Aku tak menyangka, kebaikan hati Ayunda Yami untuk mengangkat Nistalit menjadi prajurit akan berujung seperti ini," geram suara Nisha. "Entah apa yang akan kulakukan kalau aku melihat Nami muncul di hadapanku!"

Milind menatap Nisha.

Menahan ledakan magma di dada, merasakan terbakar kemarahan yang sama.

❄️💫❄️

Gangika memiliki kesibukan yang sama dengan Wanawa. Belasan ribu prajurit disiapkan menghadapi peperangan dahsyat yang dapat pecah kapan pun. Perbatasan Gangika dengan Wanawa dan Jaladhi meninggalkan jejak lubang kehitaman yang telah dapat ditembus Mandhakarma. Prajurit Akasha Gangika dan Nistalit dikerahkan di titik-titik perbatasan yang runtuh oleh serangan.

Kehadiran Milind yang tetiba di Gangika mengejutkan Kavra. Rakash pun tengah berada di sana. Melihat kehadiran Milind seorang diri hanya menunggang angin, membuat Rakash memiliki bahan untuk mengejeknya.

"Kau kehabisan prajurit untuk mengawalmu, Panglima Wanawa?"

"Maafkan mengejutkan Panglima Kavra dan Panglima Rakash," Milind memberi hormat dengan sopan, tak menanggapi perkataan yang buruk.

"Tiga panglima berkumpul," Kavra menengahi, "pasti ada hal hebat yang bisa kita lakukan bersama."

"Kau berpikir akan bersekutu dengan Wanawa, Kavra?" Rakash mencecar. "Untuk apa bersekutu dengan kerajaan yang merasa paling unggul!"

"Apakah aku perlu mengurai keburukan dari para petinggi Giriya, Panglima Rakash?" Milind mulai membalas. "Ada banyak hal yang bila dijabarkan akan menyeret Baginda Araga banna Giriya ke hadapan Mahkamah Para Pandhita Tinggi dan menghukum semua pendukungnya. Termasuk panglimanya."

"Kau mengancamku, Milind?" Rakash mendekatkan muka.

Milind tersenyum kecil.

"Apakah kau tidak merasa sedang meminta bantuan Wanawa, Rakash?" sindir Milind.

"Giriya?" Rakash menaikkan alis. "Meminta bantuan Wanawa? Sampai gunung tertinggi Giriya runtuh, kami tak akan melakukannya!"

"Kalau begitu, pandanganku kemarin boleh jadi salah," Milind mengulum senyum.

Rakash menatapnya curiga, "Apa maksudmu??"

"Tidak, tidak," Milind menggelengkan kepala. "Anggap saja aku salah ucap."

Rakash menatap Milind tajam, seolah ingin mencabiknya.

"Kau menyembunyikan sesuatu dariku, itu wajar," Rakash berkata. "Kuperingatkan, Milind, jangan coba-coba memperalatku."

"Daripada kita berseteru seperti ini, mengapa tak mencoba kita amati keadaan kerajaan masing-masing?" Milind seolah memberi saran. "Mungkin saja ada yang mencoba menelikung di belakang punggung."

Perlu kehadiran Kavra sebagai tuan rumah untuk melerai keduanya. Rakash meninggalkan bilik kerja panglima Gangika dengan kemarahan terpendam dan wajah merah padam. Ketika panglima Giriya telah berlalu, Kavra membalikkan badannya ke arah Milind. Memaksanya masuk ke bilik pribadinya yang tertutup dan terlindung mantra kuat.

"Apa-apaan kau, Milind?" cecar Kavra. "Kau datang tiba-tiba seperti ini dan menyulut pertengkaran dengan Rakash?"

Milind terdiam, menghela napas dalam.

"Ini bukan seperti dirimu yang kukenal!" kecam Kavra.

Mereka berdiam, tak berkata-kata, sibuk dengan timbunan pemikiran masing-masing. Kavra mempersilakan Miliind duduk, menuangkan minuman air lebah pohon ara ke cawan Milind yang ditolak olehnya.

"Bahkan, dalam keadaan berpuasa pun kau bisa segusar ini," Kavra melunak. "Ada apa sebenarnya?"

Milind menundukkan kepala sesaat, bayangan Gosha melintas di benaknya. Gosha selalu ada untuk berbagi pikiran dengannya, namun akhir-akhir ini Gosha banyak menghindar dan Milind tak ingin menambahi beban pikirannya. Apa yang terjadi bila Vanantara tahu Milind mengunjungi Kavra? Hubungan Wanawa dan Gangika tidak semesra dengan Jaladhi dan Aswa. Cukup lama Raja Vanantara banna Wanawa dan Raja Nadisu banna Gangika tak menjalin kerjasama, terutama semenjak Gangika dan Giriya jelas-jelas memihak Vasuki.

Milind bangkit, bergerak ke arah jendela bilik Kavra yang memperlihatkan pemandangan sungai Loh Dhamarga di ketinggian. Benteng dan bendungan Gangika terlihat jelas dari sini.

"Para Nistalit masih membangun?" gumam Milind bertanya.

Kavra bangkit, berjalan mendekatinya, "tidak. Kenapa?"

Milind terdiam.

"Kami memiliki pasukan Nistalit yang semakin banyak sekarang," Kavra menjelaskan, tanpa bermaksud menyombongkan diri. "Aku dan Rakash membahas kerjasama terkait Nistalit. Mengingat Nistalit terbesar berada di wilayah Giriya dan hanya sebagian kecil di Gangika, aku meminta kesediaan Rakash untuk mengirimkan Nistalit ke mari. Kali ini Nistalit lebih dibutuhkan sebagai prajurit tambahan."

"Giriya bersedia?"

"Ya, tentu dengan kerjasama dan imbalan."

"Imbalan?"

"Rahasia kerajaan, Milind, tentu tak dapat kuungkapkan kepadamu."

Milind kembali terdiam.

"Bagaimana kabar Panglima Gosha?" Kavra mengalihkan perhatian. "Aku turut berduka cita atas apa yang menimpa Hulubalang Janur."

Milind menoleh ke arahnya, mencoba tersenyum, "Aku juga menyampaikan duka cita terkait Hulubalang Sin. Gosha membaik, walau tidak pulih seutuhnya."

"Kita kehilangan banyak prajurit terbaik," gumam Kavra muram.

"Ya."

Kavra meneguk minuman dari cawannya perlahan, "Kau…akan membahas hal penting? Aku tak punya banyak waktu, mengingat kunjunganmu yang tetiba seperti ini."

Milind mengangguk.

"Aku ingin membahas suratmu beberapa waktu lalu," Milind membuka percakapan penting. "Tentang kecurigaanmu."

Kavra menatap Milind dalam-dalam.

"Ada yang mengganggu pikiranmu? Kulihat kali ini kau begitu mudah lepas kendali," tebak Kavra.

Milind menaikkan alis, mencoba menenangkan diri.

"Ya, mungkin aku sedang banyak beban pikiran," Milind mengakui.

Kavra termenung sesaat.

"Milind," ujarnya, "…jangan pernah datang mendadak seperti ini. Kelak, aku akan menolakmu. Ada banyak hal terjadi dan aku tak ingin keadaan semakin rumit. Wanawa bukan sekutu resmi Gangika. Aku bersikap baik padamu karena perkara pribadi."

Milind menarik napas panjang, mengangguk.

"Kau sudah menyelidiki Raja Vanantara?" tanya Kavra ingin tahu.

Milind menatapnya tajam, "Kau ingin aku menyelidiki rajaku sendiri?"

Kavra menggeleng-gelengkan kepala. Menghela napas panjang kemudian.

"Aku sedang melakukannya pada Raja Nadisu," gumam Kavra.

"Kau gila, Kavra! Kau panglima kepercayaannya!"

Kavra menatap Milind penuh selidik, dari balik cawan minuman yang sedang disesapnya.

"Dan kau, Milind, kau mempercayai seutuhnya Raja Vanantara? Itukah alasanmu datang ke mari?"

Milind membuang muka, menatap aliran sungai di kejauhan.

"Kalau kau tak mempercayaiku," ujar Kavra, "kau harus mencari pihak lain sebagai teman berbagi pikiran. Bila Gosha tak lagi bisa kau andalkan, carilah lagi sosok yang lain."

Milind membisu.

"Soma, Nistalit sahabat Nami adalah salah satu sosok kepercayaanku. Ia tangguh dan setia. Kau bisa melakukannya pada Dupa atau Nami. Kudengar Nami bertanggung jawab sangat bagus terhadap bilik putri," pancing Kavra.

"Aku tak lagi bisa mempercayai Nistalit!" bentak Milind pelan dengan kemarahan yang terpendam.

Kavra meletakkan cawannya di meja. Berjalan kembali mendekati Milind dan berdiri di hadapannya.

"Ada apa denganmu?" Kavra bertanya hati-hati. "Masih kuingat, kau sangat keberatan ketika aku meminjam Dupa dan Nami semalam saja. Oh, bahkan tak sampai semalam. Hanya antara senja hingga jelang tengah malam."

Milind mengatupkan mulut.

Kavra menarik napas panjang, mencium ketidakberesan.

"Kau…mencurigai Nistalitmu berkhianat?"

Milind menoleh ke arah Kavra dengan mata menyala.

❄️💫❄️