Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 144 - Prajurit Perak (6) : Kebencian Badwasa

Chapter 144 - Prajurit Perak (6) : Kebencian Badwasa

"Kita tak pernah bermusuhan sebelum ini!" sebuah suara dingin menggesek telinga.

Berbeda dengan Basruwa dan Basunggal yang kasar, Badwasa terlihat lebih anggun. Jubah dan topeng hitamnya bagai sutra hitam yang halus, tanda merah di dada ibarat bros bunga besar yang menghiasi penampilannya agar lebih berwibawa.

"Kalian telah menghabisi Basruwa dan Basunggal!" Badwasa mengingatkan. "Aku tak akan mengizinkan kalian melewati batas. Bahkan, akan aku kembalikan kalian ke tempat asal, atau meremukkan kalian hingga kalian tak perlu kembali ke mana-mana!"

Badwasa menggandakan diri.

Lengan-lengannya terjulur lebih panjang dari lidah Basunggal, dilengkapi ujung jemari berkuku tajam.

"Awaaasss!" Dirya berteriak.

Lengan itu mengayun bagai kipas berduri, terlihat lamban bergerak, namun mengandung kekuatan hebat yang memusnahkan lawan. Bahkan anginnya demikian tajam hingga beberapa prajurit berteriak tertahan, tergores luka cukup dalam. Cadar Perak melepaskan diri dari formasi semula, membentuk kesatuan kecil yang mengurung masing-masing Badwasa.

"Bagaimana cara kita menghancurkannya?" Balwa menggeram. "Ia bisa menggandakan diri!"

"Apa kau lihat sosok yang menjadi pusat kekuatan?" Dirya berbisik di sampingnya.

"Mereka sama persis. Tak terlihat mana yang utama!"

"Kalau begitu, kita harus hadapi masing-masing dengan berhati-hati!"

Dirya menghunus keris.

Balwa pun demikian.

Nimar menajamkan seluruh kuku.

Candina mempersiapkan bandul jam dan rantai perak.

Heaaaaaaa!

Teriakan Cadar Perak membelah angkasa.

Menghindari serangan tangan panjang, berkelit dari tendangan. Melompat dari terkaman, sembari berusaha melepaskan pukulan senjata. Awal pertarungan kedua belah pihak berusaha mengukur kekuatan lawan, semua tampak berjalan seimbang. Waktu berjalan. Jurus demi jurus. Aturan demi aturan. Muslihat demi muslihat. Siasat dan taktik saling mematahkan. Salah satu berusaha menguasai jalannya pertarungan dan menaklukan lawan secepat mungkin.

Dirya memainkan lincah kerisnya, melawan Badwasa yang tampak bernafsu menghabisinya. Kedua lengan panjangnya bagai selendang menari, berkelok-kelok, berlayar di udara. Kuku-kuku bak sepuluh mata yang mengetahui setiap senti gerakan tubuh Dirya. Menggunakan sarung kering di tangan kiri sebagai senjata tambahan, Dirya mampu mengimbangi serangan gencar. Satu Badwasa yang tewas adalah kemenangan, sekaligus tantangan yang berlipat.

Shurrrryyyt.

Gerrrrrtrt.

Lengan Badwasa terkoyak beberapa bagian oleh keris-keris Dirya dan Balwa. Satu serangan keris Dirya, menghunjam dada Badwasa telak. Tubuh hitamnya terjungkal, luka menganga di bagian dada. Berbeda dengan Basruwa dan Basunggal yang menguap dalam jejak asap hitam, Badwasa sama sekali tak lenyap. Sesaat, Badwasa lain membelah diri, muncul bertambah.

Entah berapa Badwasa yang tumbang di tangan Dirya dan Balwa. Seiring robohnya Badwasa, kekuatan mereka seolah kembali berlipat muncul.

"Setiap kali aku membunuhnya, ia mampu menggandakan diri," Dirya berpikir keras. "Apa yang harus kulakukan?"

Di tempat lain, Candina mengayunkan bandul jamnya yang berubah menjadi serangan sekuat gada, apalagi bila dilemparkan menggunakan rantai perak berlapis semedi Salaka. Kepala Badwasa menjadi sasaran, tumbang seketika. Sosok lain bangkit lagi dengan jumlah berlipat dua.

Nimar pun demikian. Cakar-cakar kuatnya merobek tubuh malang Badwasa, roboh dengan tubuh penuh cabikan. Satu Badwasa berkelipatan dua muncul lagi. Demikian seterusnya hingga Nimar mulai kewalahan menghadapi begitu banyaknya Badwasa.

๐Ÿ”…๐Ÿ”†๐Ÿ”…

"Apa yang harus kita lakukan?" Dirya merapat ke arah Balwa.

"Mau tak mau, gunakan cadar perak kita!" bisik Balwa berpendapat.

"Kau yakin? Cadar perak melindungi kita dari serangan mata Basruwa!"

"Mereka telah tersingkir! Setahuku, Badwasa tak memiliki kemampuan Basruwa. Kita perintahkan sebagian lapis pertama menggunakan cadar perak milik mereka!"

Badwasa tertawa.

Seluruhnya tertawa, hingga Dirya dan Balwa kesulitan menentukan siapakah pemilik kekuatan utama yang benar-benar tertawa.

"Kalian mulai takut? Badwasa tak mungkin mati!!" serunya mengancam. "Kalianlah yang mudah mati. Mengapa tak terima takdir, he??"

Dirya dan Balwa menarik diri, melompat ke belakang, bersiap memberikan perintah.

"Prajurit! Pukulan Cadar Perak!" teriak Balwa.

Satu lapis prajurit melepaskan cadar, membungkus kepalan tangan serupa tinju pukulan, hingga ujung-ujung lengan mereka berubah keperakan. Cadar perak yang selama ini melindungi wajah-wajah prajurit, berganti melindungi pukulan tangan. Atau, membuat serangan berlipat kali lebih hebat.

Mata Badwasa berkilat terkejut sesaat.

Heaaaaaahhh.

Satu prajurit menghadapi beberapa Badwasa yang telah menggandakan diri. Pukulan perak bersarang di tubuh-tubuh hitam yang seketika berguncang, mengeluarkan asap disertai jeritan. Serangan tinju perak membuat musuh tak mampu lagi menggandakan diri lebih cepat, beberapa mencoba namun belum sempurna berubah, serangan perak menggagalkan.

"Kurang ajar!!!" teriak Badwasa.

Serangan yang berikut bukan bertumpu pada penggandaan diri, tapi penggandaan jumlah tangan yang dimiliki. Walau tak bertambah secara sosok, bertambahnya tangan panjang berkuku tajam, semakin merepotkan Cadar Perak.

Lompatan-lompatan ringan dilakukan cepat bila tak ingin terlibas tangan Badwasa. Bagian kepala prajurit adalah area paling rawan, terlebih setelah cadar dilepaskan. Wajah-wajah tanpa pelindung, hingga menjadi sasaran empuk lengan Badwasa. Beberapa tumbang dengan muka rusak parah dan bagian kepala terluka dalam.

"Bwahahahaha! Kau pikir telah mengalahkanku, Salaka?!"

"Keparat!" geram Dirya. "Mengapa mereka sangat suka menghina pangeran kita?!"

"Setelah prajuritmu, giliran berikutnya adalah gadis itu dan tunggangan kalian!"

Candina mencoba bertahan bersama Nimar dalam lingkaran yang sama. Saling bahu membahu, mencoba menghadapi Badwasa yang menggandakan tangan. Rantai perak milik Candina memiliki kekuatan dan kemampuan melukai sama berbahayanya dengan keris yang berada di tangan Cadar Perak. Di titik ini harus diakui, jumlah sangat berpengaruh pada jalannya pertarungan.

"Nimar? Apa kau tak punya kekuatan tambahan?" Candina berbisik, dahinya berkeringat.

"Aku berada jauh dari Javadiva," Nimar pun tampak kelelahan. "Aku tak bisa langsung mengubah diriku atau mengeluarkan senjata di sini."

"Kita tak mungkin bertahan seperti ini!" Candina mulai khawatir.

Satu Badwasa mengejar Candina, berusaha menghimpit dan mendesak hingga gadis itu tak memiliki ruang sela untuk melarikan diri. Bandul perak berputar bagai perisai melindungi diri, melesat di satu waktu untuk membelit kepala Badwasa dalam upaya mencekiknya. Candina menarik senjatanya kuat-kuat, membuat musuh kehilangan napas. Hampir saja upaya itu berhasil, ketika satu tangan panjang bercakar menyelinap di antara gerakan serang dan tangkis, tepat menuju punggung Candina.

Aaaarrrrhggh.

"Candina!"

Candina terlontar. Bergulingan di tanah. Rasa sakit luarbiasa melukai belakang tubuhnya. Ia mencoba bertahan.

"Aku tak boleh mati di sini!" Candina memejamkan mata, bersemedi sesaat, mengalirkan hawa hangat di sekitar luka untuk menahan rasa sakit.

Tubuhnya berkeringat hebat, membasahi luka yang semakin nyeri. Ia berlutut, bandul peraknya berhasil melibas satu musuh tadi. Dan seperti sebelumnya, dua muncul sebagai pengganti. Suara-suara teriakan. Hardikan. Cemoohan. Teriakan perintah dan dorongan untuk bertahan.

Candina bertopang pada satu lutut, kaki sebelah berusaha bangkit. Kepalanya menunduk, cadar perak yang menutupi mukanya sedikit basah oleh liur dan airmata yang menjadi penanda rasa sakit. Matanya terpejam sejenak. Ketika ia membuka kelopak mata, tampak bayang-bayang di ujung mata yang tak terlihat, berlalu lalang cepat. Dari ujung mata pula, ia dapat melihat satu sosok tinggi berjubah hitam, menepi. Di dadanya bersemayam tanda merah bak kelopak mawar.

"Nimaaar!"

"Aku di sini! Akan kularikan kau ke Javadiva!"

"Nimar," bisik Candina menahan sakit, "aku tahu Badwasa yang asli. Jangan lihat dengan mata terbuka. Lihatlah dengan ujung matamu. Bayangannya berbeda!"

Nimar, terhuyung dan terluka mencoba bertahan.

"Ayo," bisik Candina, "kita habisi dia bersama!"

Mengikuti petunjuk Candina, Nimar menangkap bayangan sosok asli dan bayangan palsu yang hanya merepotkan sebagian besar Cadar Perak. Dalam sekali hentakan, sembari membawa Candina di punggung, satu auman panjang mengerikan Nimar membelah angkasa. Menuju Badwasa yang berada di tepi arena pertarungan.

๐Ÿ”…๐Ÿ”†๐Ÿ”