Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 140 - Prajurit Perak (2) : Kokok Ayam & Gonggongan Anjing

Chapter 140 - Prajurit Perak (2) : Kokok Ayam & Gonggongan Anjing

Sonna dan Candina mendatangi sebanyak mungkin tempat keramaian yang dikunjungi. Segala yang mungkin dijangkau di lingkaran dalam Dahayu dan lingkaran kedua.

Tebarkan serbuk perak, terutama di wajah yang tampak kosong.

"Jadi selama ini kamu udah diem-diem sama dia selama dua tahun? Dua tahun??"

"Kupikir kamu temanku. Ngapain kamu ngadu gitu ke boss?"

"Akhirnya aku sampai di titik ini : kayaknya sudah waktunya *realize* sama kondisi masing-masing. Lebih baik putus, daripada pasangan kita tau dan semuanya bisa runyam."

"Pa, aku tuh pingin ngomong dari dulu. Tapi nggak bisa. Papa kapan bisa ngertiin aku? Aku gak mau dipaksa masuk jurusan sains."

"Pak, kayaknya saya gak bisa jadi timses di pilkada kali ini. Slogan kita bombastis semua!"

"Beneran? Kita mau nipu konsumen kayak gini? Produk kita gak sebagus itu!"

"Ma, apa gak bisa kita pindah aja ke daerah pinggiran? Biar cicilan hutang kita gak tambah gede!"

Suara-suara pertengkaran di belakang punggung.

Saling melempar tuduhan, menyangkal, bertahan atau balik menyerang.

🔅🔆🔅

"Sonnaaa!!" teriak Candina. "Kenapa kamu berikan serbuk perak itu ke semua orang, heh?"

"Katamu taburkan ke wajah kosong," Sonna berteriak balik.

"Iya, tapi kamu harus pilih-pilih!" Candina panik. "Bukan itu tujuan serbuk perak!"

"Trus, aku harus gimana? Kata Salaka kita juga harus gerak cepat??"

Candina sama bingungnya dengan Sonna, berhadapan dengan mereka yang tetiba berkata jujur.

Tulus? Terbuka?

Orang-orang berteriak marah ketika serbuk perak terhisap dan mereka tetiba harus berkata benar.

Di jalan-jalan. Di café-café. Di mall-mall. Semua melampiaskan isi hati secara terang-terangan.

Meski terbenam kebingungan, semua harus terus berjalan. Sonna dan Candina tak mampu menjangkau semua tempat yang dipenuhi kerumunan. Hanya tempat tertentu yang mungkin dikunjungi dan memiliki banyak pengunjung.

Pada sebuah café petang itu, Sonna dan Candina mencoba peruntungan yang ke sekian. Menatap orang-orang yang berkumpul. Tampak bercengkrama bersama teman-teman atau keluarga, hidangan tak henti disajikan. Makanan. Minuman. Camilan.

Mana wajah yang kosong?

Mana yang tampak menyembunyikan kebenaran?

Mana yang berniat jahat?

"Jangan lama berpikir!" bisik Candina. "Kita harus terus bergerak. Kokok ayam dan gonggongan anjing harus bersuara tepat waktu. Tepat tempat."

Sonna menatap Candina sebal. Bukankah tadi katanya, ia tak boleh menyebar serbuk perak sembarangan? Kalau diburu-buru seperti ini, bagaimana bisa? Sonna memandang sekeliling café. Bangunan lama yang disulap menjadi tempat berkumpul bagi anak muda dan keluarga yang butuh area luas untuk bertatap muka. Ada tangga menuju ke atas. Dari lantai dua, sepertinya Sonna dapat lebih cepat menaburkan serbuk perak.

"Ayo, kita naik!" Sonna menggamit lengan Candina, bergerak bergegas.

Di teras lantai dua, mereka memandang orang-orang duduk di lantai bawah. Menikmati malam menjelang. Membuang waktu, melepaskan penat pikiran. Tawa-tawa renyah di sudut ruangan, suara sendok garpu beradu piring.

Sonna menebarkan cepat serbuk perak.

Bulir-bulir halus cemerlang melayang di udara, terhisap cepat oleh indera dan tak berapa lama kegaduhan terjadi. Seperti kejadian yang sudah-sudah. Percakapan hangat yang sebelumnya mengalir, berubah bagai peluru-peluru yang cepat ingin menghabisi lawan.

"Aku harus bilang kalau ini cuma acara basa-basi. Aku sebetulnya nggak suka kalian, tapi gimana lagi. Aku harus bersosialisasai sama anak buahku, ya kalian ini!"

"Sebetulnya, capek banget ngurusin keluarga kayak gini. Lebih baik hang out bareng temenku."

"Tahu nggak? Kamu tuh teman yang jadi beban banget. Aku harus pura-pura baik dengerin kamu, karena aku terdaftar sebagai konselor sebaya. Aslinya aku capeee banget dengerin kamu yang isinya cuma *insecure* sama *overthinking* melulu!"

"Jadi selama ini…kamu udah tidur sama temen-temenku juga? Kamu mau jadikan aku cewek apaan?!"

"Aku tuh gak pernah cinta sama kamu. Cuma kasihan! Kamu kayak *attention seeker* banget! Deketin cowok-cowok padahal gak ada yang suka sama kamu!"

Suara orang-orang mengungkapkan isi hati terdalam.

Kegetiran.

Kejujuran.

Kebenaran.

Rasa malu, kecewa, marah, tak berharga, diremehkan.

Sonna meninggalkan café dengan cepat. Berlari ke halaman café yang luas dengan pohon-pohon dan lampu-lampu gantung yang berjejer terang benderang seperti deretan lampu lalu lintas yang panjang.

Candina mengekor di belakangnya.

"Sonna!" Candina berteriak. "Sonna! Kita harus telusuri semua lingkaran kedua Dahayu!"

Sonna menepis kasar lengan Candina.

"Aku nggak mau lagi bantuin kamu kayak gini!" bentak Sonna.

"Kenapa?" tanya Candina tak mengerti.

Sonna menghentikan langkah, membalikkan tubuh ke arah Candina.

"Kenapa?" Sonna balik bertanya. Kadang ia tak mengerti dengan kepolosan dan ketidak mampuan Candina menangkap ekspresi emosi manusia. "Kenapa, katamu? Candina, kita baru saja membuat orang-orang berkelahi antar mereka sendiri. Antar sahabat. Antar pasangan!"

"Tidak semua seperti itu, Sonna! Ada yang bisa kita selamatkan. Ada orang-orang butuh pertolongan!"

"Ya! Tapi kita lebih banyak menghancurkan orang, daripada nolongin orang, Candina!"

Sonna mempercepat langkah.

Candina menahan kepergian Sonna.

"Sonna!"

Sonna merasa matanya panas. Entah mengapa, ia merasa jadi penyebab kekacauan hubungan orang-orang yang telah dihujaninya dengan serbuk perak. Serbuk macam apa itu?

"Sonna!" Candina memburu dan mencoba menahan Sonna sekuat mungkin.

"Kamu harusnya bekerja sama dengan Silva. Mungkin dia bisa melakukannya," Sonna tampak murung.

"Kami butuh bantuanmu," Candina memohon sangat. "Setidaknya, hingga lingkar kedua Dahayu. Sesudah ini, akan kami pikirkan sisanya. Kumohon…keadaan sedang genting."

Sonna mengusap hidung.

Genting?

"Aku akan menceritakan semuanya ketika kita kembali ke Javadiva nanti," Candina berjanji.

Sonna menatap Candina. Wajah gadis itu menampakkan kesungguhan. Sepasang tangan dingin Candina meremas lengan Sonna, memastikan gadis itu tak berlari jauh dari kesepakatan. Walau ingin berontak, Sonna merasa ia harus mematuhi Candina.

🔅🔆🔅

Hari telah larut dan melelahkan ketika mereka lewat pintu tersembunyi Javadiva. Pintu yang hanya diketahui Salaka dan Candina, tentunya. Sesudah Candina dan Sonna bertugas, giliran pasukan Cadar Perak yang akan menelusuri lapis demi lapis lingkaran Dahayu. Mereka duduk sejenak di ruang Dahayu, dalam curahan lampu remang-remang yang sekarang tak terasa menakutkan.

Gonggongan anjing.

Apakah kamu tahu? Candina memancing dengan pertanyaan, mengapa prajurit hitam yang sempat bertarung dengan Dirya tempo hari melempar kalimat teka teki tentang kokok ayam dan gonggongan anjing. Entah mengapa, Candina ingin terlebih dahulu mengungkap gonggongan anjing.

"Ya," Sonna mengangguk. "Dulu, orang-orang bilang kalau gonggongan anjing pertanda ada orang lewat."

Candina menarik napas.

"Bukan hanya itu," Candina berujar pelan. "Gonggongan anjing juga pertanda pasukan Dubiksa berkeliaran."

"Maksudmu, setan?"

"Kami menyebutnya Dubiksa."

"Berarti, setan makin banyak sekarang?" Sonna menyimpulkan. Ada rasa bergidik, tapi Dubiksa yang disebut Candina tak seperti bayangan hantu-hantu yang menggelantung di pohon atau plafon rumah.

"Seharusnya anjing menggonggong di malam hari atau di tempat dan waktu tertentu," Candina menjelaskan.

"Anjing di tempatku dulu menggonggong kalau ada orang lewat," Sonna menepis anggapan Candina, sedikit meremehkan dan melempar keraguan.

Candina terdiam, tak menanggapi ketidak percayaan Sonna.

"Oh, okelah," Sonna angkat bahu, sedikit meminta maaf. "Guru sejarah bilang, setiap bangsa atau suka punya kultur masing-masing. Kamu pasti juga demikian."

Candina mengangguk.

Lalu, kokok ayam? Apa maknanya? Bukankah selama ini, selalu dikenal baik sebagai pertanda fajar menyingsing. Siapapun tahu itu, bahkan dunia barat dan timur sepakat, kokok ayam pertanda hari baru tiba.

Candina menatap Sonna dalam-dalam.

"Kokok ayam, punya makna tersendiri bagi seorang gadis, Sonna," bisik Candina.

Alis Sonna naik tinggi.

🔅🔆🔅