Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 69 - Berita Buruk di Javadiva (1)

Chapter 69 - Berita Buruk di Javadiva (1)

Sidang pembunuhan berencana terhadap Saridevi, seorang istri aktor terkenal berinisial AN memasuki babak baru. Jumlah tersangka bertambah menjadi tujuh orang. Bila sebelumnya, pembunuhan itu diduga hanya dilakukan AN karena khilaf, bukti-bukti menunjukkan sebaliknya. AN menjalin hubungan perselingkuhan dengan sesama artis berinisial CD di film yang baru saja rilis tahun ini.

*

Seorang ibu tega menghabisi nyawa beberapa anaknya yang masih balita. Diduga, ibu berinisial MM ini mengalami depresi berat akibat menghadapi kabar perselingkuhan sang suami.

*

Koruptor YR pada akhirnya dapat tertangkap di salah satu negara Eropa setelah Indonesia bekerja sama dengan kepolisian internasional. Dana korupsi APBN yang dilarikan YR diduga mencapai puluhan trilyun rupiah.

*

Penutupan besar-besaran pabrik teh yang telah berusia ratusan tahun menyebabkan ribuan karyawan unjuk rasa. Kejadian itu berubah menjadi tindakan anarkis ketika para karyawan mendapat. kabar PHK dan tidak mendapatkan uang pesangon. Kabar beredar menyatakan, dana pensiun karyawan dibawa kabur oleh dewan direksi. Sistem keuangan yang tak transparan di pabrik teh tersebut menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan.

*

Ditemukan bayi yang dibuang di sebuah kamar mandi mall ternama di kota S. Bayi itu tampaknya baru saja dilahirkan seorang ibu muda dan ditinggalkan begitu saja, hanya diletakkan di dalam kardus sepatu. Diduga, bayi tersebut hasil hubungan gelap dengan kekasih yang sama-sama masih duduk di bangku SMA.

๐Ÿ”…๐Ÿ”†๐Ÿ”…

Akhir pekan yang bebas di Javadiva.

"Apa nggak ada berita bagus?" Sonna menggerutu.

"Ya, kamu ngeliatnya berita, sih. Coba nontonnya gossip," Bhumi menjawab enteng.

"Gosip juga sama aja isinya," omel Sonna. "A pacaran sama B. B putus sama C. C punya affair sama D. D janji nikahin D. D cerai sama E."

Rasi dan Bhumi sibuk dengan gawai masing-masing; memainkan PUBG dan Arknights. Walau karakter keduanya berbeda, Rasi dan Bhumi sedekat Eren Yaeger dan Armin Arlert, seperti sepasang sahabat di anime-manga Attack on Titan.

"Sinetron juga sama aja," dengus Sonna. "Isinya samaaa aja. Selingkuh. Patah hati. Orang ketiga. Hadeeeh!"

Sonna menoleh ke arah Rasi dan Bhumi yang masih berkutat dengan gadget. Gadis itu merasa heran. Di akhir pekan, memainkan benda sekecil itu di tangan sepanjang hari rasanya membosankan. Berganti menonton televisi di ruang besar Javadiva, belum mengatasi kebosanan juga. Biasanya, mengobrol sedikit dengan Silva lumayan mengobati kejenuhan. Walau terkenal sebagai gadis introvert yang aneh dan sulit bicara, Sonna merasa nyaman di sisi Silva. Si super introvert itu tak mengikuti kebiasaan mainstream di kalangan remaja. Kesukaannya pada KPop tak sebatas pada grup yang memiliki visual bagus dengan fandom besar.

Silva menyukai keunikan.

Suka mendengarkan suara batin sendiri.

Tak heran, sesekali Sonna menangkap lagu NFlying atau Dreamcatcher dari koleksi lagu Silva. Di lain waktu, ia mendengarkan lagu Jepang macam One OK Rock atau Sound Horizon. Bila sedang ingin menikmati hingar bingar yang filosofis, Silva menikmati Nightwish atau System of a Down.

Tapi, ke mana Silva?

Berhari-hari, berpekan ia seolah lenyap ditelan bumi. Apakah ia melarikan diri lagi seperti yang sudah-sudah? Bukan hanya Silva. Rasanya cukup lama tak melihat Salaka dan Candina. Ah, mungkin saja mereka memang tak masuk sekolah karena urusan keluarga, pikir Sonna. Lagipula, mana dia tahu urusan setiap siswa di Javadiva?

๐Ÿ”…๐Ÿ”†๐Ÿ”…

Miaaaauuuuw!

Seekor kucing berjalan anggun mendekat.

Sonna menatapnya dan terpekik lirih, kegirangan.

"Cookiiiieeeessss!" suara cempreng Sonna memecah ketenangan.

Bhumi menghentakkan kaki, terkejut. Permainannya terganggu.

"Kamu tuh berisik banget sih, Son!" bentak Bhumi.

"Come to Mommy, Cookies!" Sonna menghampiri kucing kembang telon dengan warna mata berbeda. Makhluk itu menatap Sonna, menguap saat duduk diam.

Selesai dengan permainan masing-masing, Rasi dan Bhumi ikut menatap kucing dalam dekapan Sonna. Kucing itu terlihat jinak, lucu, dengan mata besar menggemaskan.

"Kok bisa ada kucing itu di sini?" Rasi bertanya.

"Lah, di Javadiva emang banyak kucing," Bhumi berkata.

"Iya, tapi rata-rata kucing kampung biasa," ujar Rasi , mengerutkan kening. "Yang ini, bulunya tebal. Kayak Persia."

"Bukan bulu," ralat Sonna, memeluk dan menciumi si kucing. "Kalau bulu itu buat burung. Cookies cuma punya rambut. Ya, 'kan, Cookiiieesss?"

Rasi dan Bhumi angkat bahu.

"Emang dia kucingnya siapa, Son?" tanya Bhumi.

"Gak tau. Tapi deket banget sama Silva," jelas Sonna.

"O, jadi kucingnya Silva?" Rasi menyimpulkan.

Sonna angkat bahu, sambil menggeleng. Ia tak ingat Silva membawa kucing saat memasuki Javadiva. Mungkin, Silva mendapati kucing tersesat dan merawatnya. Banyak makanan berlimpah di Javadiva. Anak-anak kaya yang terbiasa menyisakan makanan, protein penting yang masih dapat dikonsumsi hewan seperti kucing dan ayam.

"Temenmu ke mana, Son?" Bhumi bertanya, saat menatap Cookies.

"Nggak tau."

"Ngilang lagi?"

"Nggak tau!"

"Enak ya, jadi Silva," Rasi terkekeh. "Ngilang seenaknya from real life. Tau-tau masuk sekolah lagi. Kayak gak ada apa-apa."

"Yah, yang penting ada duit. Tinggal ngasih uang gedung," Bhumi menambahkan. "Beres dah!"

"Bukannya kamu anak orang kaya juga, Ras?" Sonna menyindir sengit. "Enak, kan?"

"Gak," Rasi menolak. "Aku cuman middle-class."

Sonna melemparnya dengan gulungan tissue.

"Middle-class gak ngabisin libur di luar negeri. Dikit-dikit ke Singapore. Ke Korea. Ke Jepang," sungut Sonna.

Rasi tertawa tanpa suara, terlihat menyembunyikan wajah. Bhumi menatap wajah sahabatnya dengan rasa tak enak. Sekilas Rasi pernah bercerita, betapa berantakan keluarganya. Papa mama yang tak pernah akur, mengakhiri pernikahan dengan menelikung satu sama lain. Kakak Rasi dirawat di panti rehabilitasi, sementara Rasi sendiri mengkonsumsi obat anti depressan. Sama seperti Silva, Javadiva adalah sekolah ke sekian bagi Rasi. Tak selalu menyenangkan jadi anak orang kaya. Bhumi menendang ujung sepatu Sonna, yang tampak melamun sembari menatap kucing.

Rasa muram menyergap Sonna. Ia ingin menolong Silva, tapi tak tahu bagaimana caranya.

Semenjak ia menghilang tempo hari bersama Candina, Sonna sering mendapati Silva semakin murung. Terlihat banyak berpikir, namun tak ingin berbagi. Kadang Silva seperti ingin menceritakan sesuatu, tapi tak jadi. Sonna pun ragu ingin memancing dengan pertanyaan-pertanyaan. Kepo banget, pikirnya.

"Kamu tau nggak, Cookies, Silva ke mana?" Sonna bertanya, mengelus kepala Cookies.

Kucing itu menatap Sonna.

Lalu melompat, menggeliat keluar dari pelukan.

"Heh, siniiiih!" teriak Sonna.

Kucing itu berhenti sebentar, meoleh ke arah Sonna, lalu berlari menjauh.

Sonna tertegun.

Mata kucing itu seperti berbicara padanya!

๐Ÿ”…๐Ÿ”†๐Ÿ”