Chereads / Silver Dynasty | Dinasti Perak / Chapter 70 - Berita Buruk di Javadiva (2)

Chapter 70 - Berita Buruk di Javadiva (2)

Sonna mengejar Cookies.

Kucing cantik itu menuntunnya ke satu titik : ruang seni Nirvana.

"Ngapain kamu ke sini, Cing?" Sonna keheranan, berbicara seolah pada diri sendiri. "Hayo balik! Kita ke kamar aja, yuuuk!"

Cookies menoleh ke arah Sonna, lalu lari menjauh dengan lompatan-lompatan pendek.

"Cookiiiees??"

Hari libur, ruang Nirvana tak selalu dikunjungi siswa. Biasanya, mereka yang benar-benar ingin menekuni musik atau seni lainnya berkunjung ke mari. Pekan ini, jadwal keluarga menjemput dan berkunjung. Sebagian siswa pulang, sebagian menghabiskan waktu di luar Javadiva.

Angin berhembus.

Tetiba Cookies menghilang.

๐Ÿ”…๐Ÿ”†๐Ÿ”…

Sonna mendorong pintu kupu-kupu jati yang menjadi pembatas ruang Nirvana dengan dunia luar. Tadi dilihatnya Cookies lari ke arah sini. Dari mana dia masuk bila pintu ditutup? Jendela tampaknya juga tak ada yang terbuka, walau tak seluruhnya dikunci.

"Dasar kucing liquid," gerutu Sonna. Ia, yang bosan di kamar dan bosan bermain gawai, merasa lebih baik mengejar Cookies daripada hanya berdiam diri.

"Cookies? Kamu ke mana?"

Sonna berjingkat memasuki Nirvana, padahal tak ada yang mendengarnya juga. Ruang musik Calya kosong. Ruang itu bersih dan rapi.

Tung. Ting. Tooong!

Sonna terlonjak.

Cookies melompat ke atas tuts piano, tanpa sengaja lapisan lembut cakarnya menekan-nekan rangkaian tuts hingga bunyi asinkron terdengar.

"Kamu itu ngapain, sih!" bentak Sonna pelan. Lebih ke arah mengatasi rasa takutnya sendiri di tempat sepi.

Tangan Sonna menutup piano. Seharusnya piano ini ditutup, pikir Sonna.

Cookies melompat lagi, menatap Sonna, seolah minta dikejar.

"Heh, sini kamu!" teriak Sonna.

Langkah kaki Sonna sontak mengikuti Cookies yang berlari pelan. Berhenti. Menunggu. Mengamati Sonna.

"Kamu ngapain ke sini-sini? Udah yok, kita balik!" Sonna berjongkok. Mengembangkan tangan, seolah mengajak Cookies masuk dalam dekapan.

Cookies kembali berjalan cepat, setengah berlari, tetap dalam lompatan kecil yang teratur. Di belakangnya, tanpa sadar Sonna mengikuti.

Gubrak.

Suara angin seperti menggoyang-goyang pintu jati di ruang Nirvana. Pintu itu tak akan bisa ditutup dan dibuka secara kebetulan karena ukuran dan bobotnya. Harus ada unsur kesengajaan. Sonna menolehkan kepala ke arah pintu masuk Nirvana. Merasa sedikit gentar.

"Tanggung, ah!" pikir Sonna. "Aku pergi habis ngambil Cookies. Lagian, gak pernah ada kejadian aneh-aneh di Javadiva."

Ruang musik Calya, ruang gambar Dahayu dan ruang tari Janaloka merupakan tiga ruang utama di gedung Nirvana. Sebetulnya, dari pintu masuk Nirvana, bisa langsung mengarah ke salah satu ruang seni tanpa harus menelusuri satu demi satu ruangannya. Masing-masing memiliki pintu sendiri.

Ruang musik Calya memiliki cat tembok hitam yang anggun. Ruang gambar Dahayu didominasi warna putih seperti warna dasar canvas. Ruang tari Janaloka bercat merah yang memberikan gairah.

"Cookiiiieeesss?!"

Si kucing berhenti pada akhirnya di ruang Dahayu.

Dari mana masuknya? Sonna tak ingin bertanya-tanya. Kalau ia masuk lewat pintu depan Dahayu, sebab tak mungkin manusia memiliki tubuh se-liquid kucing! Mata Sonna mengamati sekeliling.

Ruang fine-art di Dahayu dilengkapi berbagai macam jenis cat, berbagai ukuran kanvas, kayu penyangga dan kuas-kuas aneka bentuk. Sebagian masih belum selesai. Karya berukuran besar tersandar di dinding. Sonna mengamati lukisan-lukisan, dan teralihkan dari mencari Cookies.

Kelontang! Gubraaakk!

"Ya, ampun! Kamu mau kita dimarahi sama anak-anak Dahayu, heh??!"

Sonna mengomel melihat kuas yang direndam minyak pelarut jatuh di lantai. Untung ada koran-koran bekas yang bisa digunakan untuk mengeringkan tumpahan.

Krek. Krek. Kreeek.

"Cookiiieees, jangan digaruk-garuk kanvasnya. Jahat banget kamu!" Sonna berteriak kesal.

Sebuah lukisan besar, yang tersandar di dinding menjadi korban cakaran Cookies. Wajah polosnya menyebalkan!

"Oke! Kalau kamu bandel kayak gini, aku tinggal aja!"

Sonna membalikkan badan. Berjalan meninggalkan. Pura-pura, sebetulnya.

Miauuw.

Meooow.

Suara lucu itu membuat langkah kaki Sonna terhenti. Gadis itu membuang napas kesal. Cookies duduk manis di sana, dekat dinding yang seperti memiliki celah. Tak terlihat tanda-tanda ia akan melarikan diri. Sonna melangkah mendekati, berjongkok. Membelai kepala Cookies, mengelus-elus dagunya hingga kucing itu terlihat terkantuk-kantuk.

Sonna tersenyum.

"Nah, gitu, Sweetie. Ayok kita pergi," ajak Sonna, meraih tubuh Cookies.

Mata Cookies membuka lebar.

Menatap tajam.

Cakarnya melayang ke lengan Sonna kuat-kuat hingga gadis itu berteriak keras.

"Aaaaauhhhh!" teriak Sonna, menjerit. Kaget dan kesakitan.

Begitu tajamnya goresan cookies sampai Sonna terkejut, berdiri dari jongkok tanpa keseimbangan. Terhuyung. Mendekati celah.

Cookies menerkam tubuh Sonna hingga gadis itu merapat, menabrak dinding.

๐Ÿ”…๐Ÿ”†๐Ÿ”