Hari ini sudah genap dua minggu Oji bersekolah, hampir setiap paginya Oji mendapatkan pagar sekolah yang sudah ditutup dan mendapatkan secarik kertas merah. Secarik kertas itu meminta kita menuliskan nama, kelas, jenis pelanggaran. Itu adalah secarik kertas keramat jika terus diisi, semakin pendek umur kalian berada di sekolah ini. Alias secarik kertas pelanggaran. Oji sudah terbiasa dengan kertas itu sejak SMP. Tiap mendapatkan kertas itu, Oji tidak pernah mengumpulnya atau tinggal menulis nama orang lain. Akhir-akhir ini Oji mengumpulkan kertas merah itu dengan bertuliskan nama "Fathan Purnama". Fathan Purnama adalah orang yang membuat muka Balfas dan mukanya biru. Mungkin dia sangat puas menertawai Oji dengan Balfas tiap hari ketika melihatnya sedang berjalan. Oji lebih puas menulis namanya di secarik kertas. Tinggal sepuluh kali menulis namanya, maka berakhirlah umur Fathan berada di 1994. Alias dikeluarkan!. Setiap Oji terlambat, dia juga sering melihat si cewek tomboy terlambat. Yaa sepertinya mereka mempunyai hobi yang sama. Oji berharap bisa sekelas dengannya saat pertama kali bertemu. kelihatannya cewek tomboy itu cukup asik kalau diajak berteman.
Oji mengumpulkan kertas sambil menutup papan namanya agar tidak ketahuan memakai nama orang dan langsung berlari menuju kelas. Tok tok tok Oji mengetuk pintu sambil memikirkan alasan apa yang harus dia katakan hari ini.
"Ban angkot yang saya tadi tumpangi bocor, Bu."
"Kalau begitu kerjakan dulu soal matematika di atas." Sambil mengarahkan spidol ke arah Oji.
Oji menggaruk kepala dan mengambil spidol di tangan ibu guru. Oji yakin, dia tidak bisa mengerjakan soal matematika di papan tulis. Di atas Oji berpura-pura bisa menulis dengan tangan kanan, sebuah hal yang selalu di paksakannya jika mempunyai teman kelas baru. Rasanya malu menulis dengan tangan kiri. Tangan kanannya menulis soal sangat lama seperti anak-anak yang baru diajarkan tulis-menulis. Setelah susah payah menulis soal, Oji hanya menabrak-nabrakan spidol ke papan tulis.
"Masa bapaknya seorang yang ahli matematika tapi anaknya begini." Kata ibu guru sambil tersenyum kepadanya.
Ada tidak enaknya bagi Oji sekolah di SMA 1994, ayahnya terkenal di sekolah ini. Segala tingkah yang Oji buat, mereka selalu menyama-nyamakan dengan ayahnya. Semua guru selalu menyama-nyamakan dirinya dengan ayahnya.
Oji berpaling dari papan tulis dan melihat seseorang telah mengisi kursinya. Dia adalah Yaya si kecil, yang selalu menjaga mulutnya dalam keadaan tertutup . Terpaksa Oji duduk di bangku paling depan bersama dengan Mail. Mail adalah seorang cowok cukup eksis di sekolah ini karena kepandainnya bermain basket.
"Tadi malam saya berciuman bibir dengan pacarku." Mail langsung berbisik gatal di telinga Oji saat duduk disampingnya.
Mail terus bercerita dengan nada pelan tapi penuh nafsu. Padahal mereka yang duduk paling depan sementara proses belajar sedang berlangsung. Mungkin Mail sudah tidak menahan hasratnya untuk bercerita pengalamannya yang langkah tadi malam. Sambil mendengar cerita Mail, Oji membasahi bibirnya dengan air liur. Cerita dari Mail membuatknya sangat iri. Tapi tolong jangan bercerita pada saat seperti ini.
"Anak-anak ibu punya rapat, jadi ibu tidak bisa mengajar pada jam kedua."
Sebagian besar dari teman Oji sangat suka momen seperti ini. Bukan sebagian, tapi semuanya. Jam pelajaran kosong berarti mereka bisa berkeliaran di sekolah.
"Kantin yuk! enak nih, kantin pasti sepi," Ajak Mail.
Di sekolah ini hanya terdapat dua kantin. Jika menunggu jam istrirahat untuk ke kantin, terlambat sedikit saja kantin sudah dipenuhi puluhan siswa. Apalagi kantin yang satu hanya diperbolehkan untuk siswa kelas tiga. Anak kelas tiga yang buat aturan sendiri.
Oji, Balfas, dan Mail sepakat untuk ke kantin. Farid dan Fitrah si anak basket juga ikut. Yaya juga berjalan pelan mengitu mereka. Sedangkan Amar berlari dengan kencang menyambar Yaya yang sudah berjalan duluan. Sambil berjalan menuju kantin, mereka mendiskusiskan tempat paling enak untuk makan. Oji berbalik, Alam juga mengikuti mereka sambil memegang perutnya yang buncit lalu tersenyum sebagai simbol senyum rasa bersalah sebagai ketua kelas yang telah ikut melanggar aturan. Suara mereka tidak terbuang sia-sia pada saat pemilihan ketua kelas. Ketua kelas seperti ini bisa diajak kompromi.
"Di sini saja." Mail menunjuk gerobak berwarna berwarna biru yang berisi bermacam-macam jenis kue. "dua ribu udah bisa kenyang loh." Mail berbisik kepada mereka.
"Iya kemarin, saya makan di sini sama Mail, sampai kenyang dua ribu." Sambung Farid dan Fitrah.
"Kalau tidak bener kamu yang bayar kurangnya ya, njing." Balfas kurang percaya.
Mereka sepakat untuk makan di tempat itu. Oji mengambil donat sebagai kue pertama yang ingin dia lahap ditemani dengan es teh yang dijual oleh mas tersebut. Mail, Farid, Fitrah, sudah memasukkan beberapa jenis kue di mulutnya. Penjual gorengan itu hanya sibuk menuangkan es teh kepada pembeli dan bercengkrama dengan istrinya tanpa menghitung jumlah kue yang mereka ambil.
"Serius ini dua ribu sampai puas?" tanya Oji ke Mail.
"Makan aja, santai."
Di saat mereka menikmati jenis-jenis kue yang ada. Balfas tiba-tiba membuat mereka berhenti mengunyah, "Kamu tidak punya gigi?"
Yaya langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Sepertinya rahasia yang sudah lama ia sembunyikan akhirnya ketahuan. Bahwa gigi bagian atasnya sudah hilang semua.
"Apaaansih!" Yaya lupa menunduk saat marah dengan Balfas. Dia membuka mulutnya dengar lebar. Giginya yang hilang kelihatan sangat jelas di mata teman-temannya. mereka sama sekali tidak bisa menahan tawa. Mereka tertawa terbahak-bahak sambil memukul kursi kayu panjang di warung. Oji tahu Yaya pasti sangat tersinggung dan sangat malu tapi apa boleh buat, menahan rasa tawanya lebih sulit daripada menjaga rasa sakit hati Yaya. Penjual gorengan juga ikut tertawa. Di antara tawa mereka, tawa Amar paling keras. Tawa Amar terdengar oleh seluruh penghuni kantin. Tawa Amar bukan sekedar keras, tapi juga unik dan mengganggu telinga. Yaya paling merasakan derita dari tawa Amar. Selamat menikmati rasa malu!.
"Eh serius ini cuma dua ribu?" Oji kembali bertanya dari tawa teman-temannya yang mulai mengecil.
Mail berdiri lalu mengeluarkan uang dua ribu. Penjual itu sama sekali tidak menanyakan sama sekali berapa yang mereka makan. Begitu juga dengan teman lain. Fitrah mengeluarkan uang sepuluh ribu. Mungkin Fitrah tidak mempunyai uang kecil.
"Makan berapa dek?" Langsung terlintas di pikiran Oji, apa yang dikatakan Mail itu bullshit. Kalau memang sampai puas, kenapa penjual ini bertanya. Apalagi ditambah dengan sikap Amar yang mencolek Fitrah sambil tertawa.
"Tiga gorengan sama es teh." Fitrah.
Ha? Tidak mungkin. Yang Oji lihat Fitrah adalah orang mengambil gorengan paling banyak di antara temannya.
Tiba giliran Oji, dia juga tidak punya uang kecil. "Gorengan 6 sama es teh."
"Empat ribu dek." Kata si penjual.
Oji melihat Mail dan Fitrah menggaruk kepala melihat kebodohan yang baru saja Oji lakukan.
"Ini anak terlalu jujur." Mail langsung bersuara ketika mereka keluar dari kantin.
Jujur saja, Oji tidak tega melakukan hal itu. Kasihan, untungnya dimana coba. Malah Oji berniat untuk membongkar kebohongan temannya.
***
Dimana cewek berponi jatuh itu berada? Sebuah pertanyaan yang selalu muncul dalam pikiran Oji saat mulai bersekolah. Sudah satu bulan matanya terus mencari keberadaan perempuan itu, tapi dia sama sekali tidak muncul. Padahal kelas anak satu semuanya berdekatan, hampir tiap hari Oji mengilingi barisan kelas satu. Mungkin dia sakit, mungkin dia pindah sekolah, atau mungkin dia sering bolos. Itulah sebuah pikiran yang selalu muncul di benaknya.
Malah kebalikan, orang yang paling tidak mau dilihatnya selalu menampakkan diri: Fathan. Tunggu saja, tinggal satu lembar kertas lagi maka hidupnya berakhir di SMA 1994. Oji membiarkan hari ini dia tertawa sepuasnya karena besok tawanya akan berubah mendadak menjadi kesedihan.
Sama seperti Fathan, perempuan yang berbibir merah juga sering menampakkan diri. Dia adalah perempuan yang berurut nomor dua yang Oji sukai. Tapi di hati Oji paling dalam, Oji hanya menginginkan perempuan yang berurut nomor satu, yaitu perempuan yang hanya dia lihat saat hari pertama bersekolah.
"Masih banyak cewek lain anjing!" kata "anjing" yang sering terulang-ulang masuk dalam telinga Oji ketika ngobrol dengan Balfas. Balfas selalu ingin membantunya mencari sosok gadis berponi jatuh itu, tapi bagaimana dia ingin membantu? Nama perempuan itu saja, Oji belum tahu. Oji menyesal tidak langsung mengajak dia kenalan pada saat itu. Tapi mana berani dia mengajak perempuan kenalan?
"Sudahlah kamu dekatin saja cewek itu. Bibirnya sexy. Enak kali diajak ciuman. Kalian cocok!" Balfas berusaha memaksa Oji berpindah hati.
"Kalau cewek yang kamu suka di sini siapa?" Oji memotong pembicaraan.
Balfas hanya tertawa mendengar pertanyaan. Katanya cewek yang dia suka banyak. Semua yang cantik. Kalau bisa tiap minggu ganti pacar. Kalau bisa juga tiap hari, makin banyak mantan yang dia punya, makin keren kita menjadi seorang laki-laki. Pandangan mereka tentang cinta sangat jauh berbeda. Oji seorang laki-laki yang baik, sedangkan Balfas seorang playboy. Sayangnya setahu Oji, Balfas itu tidak punya pacar. Mungkin Balfas juga seorang loser seperti Oji jika berhubungan dengan perempuan.
Balfas adalah anak yang sering berbicara kotor. Setiap mulutnya berbicara selalu mengandung kata anjing. Jadi setiap Balfas berbicara kepada orang, dia menghina orang tersebut "anjing". Tapi itu kalau dipandang dalam segi hinaan. Berbeda dengan orang-orang yang menganggap mengucapkan kata "anjing" ketika berbicara itu sebagai panggilan akrab. Mereka tidak menganggap anjing itu sebagai hinaan. Sama seperti Oji, dia juga mulai terbiasa menganggap anjing itu adalah panggilan akrab. Bukan sebagai hinaan. Faktanya juga, anjing adalah hewan yang lucu, penurut dan setia. Kenapa orang harus menganggapnya sebagai kata kasar? Tapi Balfas sangat boros menggunakan bahasa itu. Sangat boros!.
"Eh yang jaga jualan cantik tuh." Oji melirik warung kecil yang berada dekat kelasnya, tepatnya di samping kelas X-1.
"Udah dari kemarin tuh di omongin ama anak-anak." Balfas.
"Eh si Yaya ma Alam kayaknya mau jajan tuh, ikut yuk." Oji sudah berjalan.
"Ah tidak-tidak. Kegatelan kamu, kayak tidak pernah liat cewek." Balfas hanya berdiri diam.
Oji berlari mengejar langkah Alam dan Yaya. Perempuan itu adalah anak dari penjaga sekolah, mereka sekeluarga tinggal di sekolah dengan rumah kecilnya yang berada di sudut kelas. Cewek itu keturunan Tionghoa. Kecantikannya tidak kalah dengan cewek-cewek yang bersekolah di SMA 1994.
***
Hari ini sudah waktunya seorang Oji Achmad Fauzan mencabut nyawa Fathan di sekolah ini. Hari ini Oji sengaja telat ke sekolah untuk mencabut nyawa Fathan, bukan sengaja sih karena hampir tiap hari memang telat. Secarik kertas merah telah dibagikan bagi siswa yang terlambat. Oji bersampingan dengan cewek tomboy yang sering memanggilnya idiot.
Fathan Purnama... X-8. Sebuah biodata untuk mencabut nyawa anak itu dari SMA 1994 telah ditulis. Oji mengumpul secarik kertas merah itu dengan penuh rasa sangat bahagia, karena hari ini Fathan akan resmi dikeluarkan.
"Eh idiooot," Cewek tomboy itu berlari menyusul Oji setelah mengumpulkan kertasnya. "Kok kamu nulis nama orang lain sih?" Sambil melirik papan nama Oji.
"Jangan tanya orang doong." Oji Memohon.
"Hahaha yang mau nanya ke orang sapa? saya cuma suka saja dengan cara kamu. Lain kali kayaknya bisa saya coba kalau terlambat. thank you yah. Eh btw tas kamu tajam banget yah. Berduri." Cewek tomboy itu menyinggung tas Oji yang norak. Si cewek tomboy langsung pergi.
Oji berlari menuju kelas dengan hati-hati karena lagi hujan. Sekolah ini sangat basah, mungkin ini menandakan sekolah ini menangis karena Fathan akan keluar hari ini. Oji membuka pintu kelas, tidak ada sosok mahluk yang duduk di kursi guru. Hari ini sangat sangat keren baginya, tidak ada guru dan Fathan akan keluarkan. Lebih tepatnya hari keberuntungan Oji dan Balfas.
Tiba-tiba terdengar suara pengumuman dari speaker kelas. "Fathan Purnama tolong ke ruang BK sekarang."
Balfas terlihat senang mendengar nama musuhnya dipanggil ruang BK.
"Bentar lagi dia dikeluarin," Oji.
Oji hanya diam sambil tersenyum ketika Balfas dengan penuh rasa penasaran meluncurkan pertanyaan berulang- ulang di telinganya. Sebentar lagi pertanyaan Balfas akan terjawab dengan sendirinya tanpa dijawab. Kebetulan jam pelajaran lagi kosong, Oji mengajak Balfas ke depan ruang BK. Mereka melihat Fathan kebingunan karena melihat dirinya dituduh sebagai "raja terlambat" di sekolah ini. Sebenarnya Fathan tidak cocok mendapatkan gelar itu. Karena gelar itu seharusnya menjadi milik Oji.
Fathan keluar dari BK dengan kepala tertunduk ke lantai. Dia sama sekali tidak melihat Oji dan Balfas yang berada di depannya. Mungkin sakin kebingunannya dengan musibah menimpa dirinya. Fathan berjalan menuju kelasnya dan mengambil tasnya dan berjalan keluar dari pagar sekolah. Selamat tinggal Fathan!.