Ada yang berbeda hari ini, Oji sudah tidak pergi bersekolah dengan angkot lagi. Hari ini pertama kali bagi dirinya mengendarai motor ke sekolahnya. Saat libur panjang kenaikan kelas, dia belajar mengendarai motor. Balfas adalah gurunya. Oji paling suka waktu Balfas bilang bahwa Valentino Rossi adalah orang bertangan kidal. Itu adalah motivasi yang membuat Oji berniat untuk mencoba belajar. Dulu Oji takut untuk mencoba belajar mengendarai motor karena dia berpikir tangan kanannya pasti sangat sulit untuk mengendalikan gas. Valentino Rossi telah memotivasi dirinya untuk mencoba belajar bahwa orang kidal bahkan bisa menjadi pembalap.
Sayangnya, Oji harus tiap hari menjemput dan mengantar pulang Balfas sampai lulus SMA. Itu perjanjian, sebelum Balfas mengajarinya. Perjanjian yang sangat kapitalis. Hari ini Oji tidak berniat menjemputnya, bukan tidak menepati janji tapi Oji lupa jalan ke rumah Balfas. Padahal, Oji sudah empat kali ke rumahnya. Selain kidal, Oji juga sama sekali tidak punya daya ingat dalam menghafal jalan. Sukurlah, tuhan dapat memberinya ingatan untuk menghafal jalan menuju ke sekolah. Ini pertama kali Oche akan keluar ke jalan raya untuk mengedarai motor. Balfas hanya mengajarinya di sekitar rumah. Itupun tengah malam, sama sekali tidak ada kendaraan. Oji harus berani mencoba, Brum... brum... brumm dengan perasaan gugup Oji menggas motornya keluar dari pagar rumah. Cukup cepat Oji berangkat ke sekolah, bukan soal terlambat tapi untuk menghindari kendaraan yang terlalu banyak. Jalanan sangat sunyi, Oji menancap gas penuh. Dia sangat menikmatinya.
Srrttttt... Oji melakukan rem mendadak di jalanan yang agak berpasir di sudut kiri jalan, motornya kehilangan kendali. Oji melakukan atraksi yang sangat menakjubkan di pagi hari. Semua ini karena supir angkot sialan yang seenaknya langsung berhenti tiba-tiba tanpa melihat di belakangnya. Oji masih hidup, tapi sayang motornya lecet. Bukan cuma lecet stang motornya juga bengkok.
Oji tiba ke sekolah dengan keadaan tidak enak dilihat. Di baju banyak menempel pasir, di bagian lutut celana ada robekan. Sebelum masuk ke kelas baru, Oji berkumpul dulu dengan teman lama. Tidak semua ada di sana, ada yang sudah sibuk dengan teman barunya.
"Woy homooo, kamu kenapa tidak jemput saya?" Balfas. Bukannya bertanya ada apa dengan Oji sampai berantakan seperti itu. Ini manusia memang tidak punya sikap peduli.
"Kalau saya hafal jalannya, pasti saya jemput," Oji.
"Alaaah alasannya saja kau, homo," Balfas.
"Kamu bisa tidak jangan panggil saya homo? lebih nyaman dipanggil anjing," Oji.
Bell berbunyi,waktunya memasuki kelas masing-masing. Mail, Farid, Alam dan teman-teman lainnya memilih IPA. Balfas, Yaya, Fitrah, Amar, Devi, Nemo, Bima, Juli, Reni, dan Oji sepakat memilih IPS. Sebenarnya Fitrah, Amar, Yaya dan Reni memilih IPA tapi nilai mereka tidak mencukupi standar . Itulah orang-orang yang berhasil menjadi anak IPS, tapi tidak semua sekelas. Kelas IPS terbagi tiga sedangkan IPA ada enam. Yang sekelas dengan Oji adalah Devi, Amar, Fitrah, Nemo, Juli dan Bima. Oji cukup senang karena Nemo dan Bima sekelas lagi dengannya. Tapi Balfas berpisah dengan dirinya, kurang keren kalau Oji mengganggu mereka tanpa seorang Balfas. Oji berharap ada orang baru yang dapat membantunya.
Oji memasuki kelas IPS 2, ada dua orang yang baru pertama kali dilihatnya. Satu cowok dan satu cewek. Oji berpikir, mereka adalah orang yang tinggal kelas lalu pindah ke sini supaya bisa naik kelas. Tuduhan Oji benar, faktanya memang begitu. Oji duduk di bangku urutan ke dua, Kali ini Oji gagal mengambil bangku urutan tiga, semuanya sudah diisi. Oji duduk bersama Amar. Oji berharap, ini hanya sementara. Oji tidak nyaman duduk dengannya, terlalu berisik. Di bangku sebelah Oji, ada anak baru. Mukanya lumayanlah, lumayan bahenol juga. Pas lah buat semangat belajar jika bersampingan dengan dia.
Seorang guru memasuki kelas. Guru itu adalah guru yang paling sering berpatroli untuk mencari murid yang keluar kelas saat mata pelajaran berlangsung. Balfas adalah langganannya. Kalau dia mendapat murid yang melanggar, mereka akan dicubit sampai bengkak. Guru ini cukup dikenal di sekolah ini dan biasa dipanggil Bunda.
"Bunda mau tau alasan kalian kenapa memilih IPS?"
"Saya jago kalau soal menghafal, Bunda." Devi. memang harus diakui Devi sangat jago menghafal. Sekali membaca langsung dihafal.
"Saya tidak suka IPA." jawaban yang berani. Dia anak baru, namanya Fadli. Bajunya juga dikeluarkan.
"Kamu anak baru, kan? Bunda boleh tau kenapa pindah ke sini? dan rapikan bajunya." Bunda.
"TINGGAAAL KELAAASSS!" Bukan Fadli yang menjawab malah si Amar. Ini anak memang paling berisik.
Tiba giliran Oji, "Saya bodoh bunda kalau belajar hitung-hitungan." Seisi kelas tertawa mendengar jawaban Oji.
Giliran anak baru yang cukup menggoda mata lelaki, "Saya Cika, Saya cuma suka sama IPS."
"Alasan pindah ke sini?" Bunda.
"Nilai saya error karena jarang masuk sekolah. Soalnya pernah sakit berbulan-bulan." Cika berbohong. Dia hanya malu mengakui dirinya dulu sering bolos.
Tok tok tok... Betapa bahagianya, Oji melihat Novi si cewek tomboy yang jago main basket mengetuk pintu. Dia bersama temannya yang juga anak basket.
"Nilai saya tidak cukup masuk ke IPA, Bunda." Novi dengan jujur.
"Sama, Bunda." Ica teman Novi, sambil mengarahkan jempolnya ke Novi.
Novi dan Ica mengakhiri sesi perkenalan. Bunda langsung keluar setelah itu karena ada rapat wali kelas. Pelajaran berikutnya dua puluh menit lagi. Amar langsung berkeliaran di kelas untuk mengakrabkan diri. Fitrah juga sudah mendapatkan teman-teman barunya. Devi, Nemo dan si waria juga sudah mulai bergosip dengan cewek-cewek di kelas.
"Nama kamu sapa?" Cika si anak baru mengajak Oji kenalan.
"Oji, kamu?" Pura-pura saling tanya. Padahal mereka tadi sudah memperkenalkan diri masing-masing.
Oji dan Cika mulai asik bercerita, Cika menceritakan sekolahnya yang dulu.
Tiba-tiba anak baru yang satunya memotong obrolan. "Bro bro kantin dimana ya? temanin saya bisa tidak?"
"Oh oke oke." sebenarnya Oji lebih memilih untuk mengobrol dengan Cika. Tapi tidak enak menolak ajakan anak itu.
"Kalau kalian? mau join gak?" Anak baru itu terlalu pede. Dia sekaligus mengajak dua orang yang di belakang Oji. Cowok tinggi kurus dan seorang anak yang tingginya di bawah rata-rata untuk anak SMA.
Tidak berbeda dengan teman kelas satu Oji, mereka juga memilih Amin sebagai tempat makannya. Yang itu loh, dua ribu bisa makan sepuasnya kalau kalian tukang tipu. Ternyata si tinggi dan si kecil juga suka melakukan trik dua ribu rupiah sampai kenyang.
"Yang bener bro? mantap tuh!" Anak baru itu sepertinya suka dengan trik tersebut.
Mereka mulai melahap gorengan di gerobak Amin. Oji membatasi apa yang dia makan, sama sekali tidak berniat untuk melakukan trik-trik menipu. Mungkin hanya sedikit siswa yang seperti Oji. Bisa dibayangkan dimana untung si Amin itu.
"Eh saya Fadli, kalian sapa?" Anak baru itu yang mulai memperkenalkan dirinya.
"Alan," Si anak kecil.
"Dika." Si tinggi kurus.
"Oji."
Setelah makan dan berkenalan, mereka kembali ke kelas setelah memakan makanan haram di Amin. Teman-teman Oji yang berada di IPA meneriaki Oji karena melihat Oji sudah berjalan dengan teman baru. "Oji sombooooong, teman lama udah tidak dianggap." Oji Hanya melambaikan tangannya dari jauh.
Dari jauh Oji juga melihat bidadari duduk manis dengan teman-temannya yang tidak tampak seperti bidadari. Akhirnya setelah liburan panjang, Oji dapat melihatnya lagi. Oji memberikan senyuman terbaiknya, Cia juga membalasnya. Hanya itu yang bisa Oji lakukan setiap bertemu dengan Cia.
"Senyuman kamu kaku bangeet!" Alan.
"Natap matanya saja tidak." Dika.
"Oji Jujur sih, gaya kamu merusak mata saya. Dengan gaya kamu seperti ini, tidak mungkin dia suka sama kamu." Fadli. Perasaan mereka baru kenalan beberapa menit yang lalu. Mereka sudah bisa memberikan komentar yang menusuk. Oji tidak bisa bayangkan kalau berteman mereka selama setahun.
Fadli mengejek Oji karena melihat style berpakaian Oji yang super kecil. Katanya sudah tidak jaman berdandan seperti emo style. Itu gaya SMP yang menjijikan. Apalagi sampai pamer boxer. Si Fadli menunjuk Fadil, orang yang memaksa Oji untuk membagikan kunci jawaban pada saat tes masuk sekolah. Gaya Oji sama menjijikan dengan si Fadil.
"Si Fadil itu teman SMP saya, gayanya sering ditertawakan kalau lagi nongkrong. Tapi kita tidak tega nyampein ke dia."
"Tapi kamu tega hina-hina saya langsung." Oji.
"Hahaha bukannya gak tega nyampein si fadil, tapi saya dan teman-teman sering nongkrong di rumahnya. Si fadil anaknya sensitif, coba aja komentarin gayanya pasti saya dan teman-teman langsung diusir dari rumahnya." Oji mulai terpengaruh dengan kata-kata Fadli. Oji melihat style berpakaiannya dan melihat style berpakaian Fadli.
Tiba-tiba saja ada sebuah guyuran air membasahi Fadli datang dari atas. Tanpa basa basi, Fadli langsung berlari menaiki tangga. Oji, Alan, Dika langsung mengikutinya. Dengan reflex Fadli langsung memukul orang yang memegang botol air mineral. Wow sangat luar biasa! seorang anak baru, baru saja memukul anggota dari geng BoomBoom. Oji menarik Fadli untuk kembali ke kelas, ini masalah serius. Fadli bisa bonyok. Oji juga langsung berlari ke kelas sebelah untuk menemui Balfas. Balfas adalah bagian dari BoomBoom, mungkin Balfas bisa mendamaikan mereka. Oji dan Balfas langsung bergegas menuju kelas XI IPS 2. Di sana sudah banyak segerombolan orang.
"Tidak usah diperpanjang, Jelas-jelas kamu yang salah! Udah.. udah.. bubar anjing. Jangan sering cari masalah." Balfas berdiri di tengah-tengah untuk menyuruh anggota BoomBoom bubar.
Mereka sepakat untuk bubar, tapi Oji heran. Oji hanya melihat mereka hanya bertujuh. Balfas menceritakan kebanyakan anak BoomBoom sudah tidak bersekolah di sini. Kebanyakan mereka tinggal kelas, jadi mengurus nilai ke sekolah lain agar bisa naik kelas. Hal yang sama di lakukan Fadli. Untung saja, kalau mereka lengkap pasti Fadli sudah bonyok, walaupun ada Balfas. Tadi itu yang tersisa hanya anggota yang sama sekali tidak ada gregetnya. Oji kagum melihat tingkah Fadli, dia hanya duduk dengan tenang di bangkunya, menaikkan kakinya sambil menatap anggota BoomBoom yang tadi masuk.
"Yang jelas saya mukul gratis hari ini hahahaha." Fadli tertawa dengan puas dan tersenyum ke arah Oji, Alan dan Dika.
***
"Eh anjing, Cia kabarnya gimana?"
"Saya sudah berani ngasih senyuman kalo ketemu sama dia."
"Yaelah gitu aja? Kamu yang bego, kenapa ambil IPS sih padahal kalau di IPA kamu punya kesempatan bisa sekelas dengan Cia." Itulah curhatan yang terjadi di motor ketika Oji mengantar Balfas pulang ke rumahnya.
"Besok jemput saya! jangan ngelanggar janji homo!"
"Kalo saya hafal jalan ke rumah kamu, pasti saya jemput."
"Jadi gimana cara kamu balik ke rumah pas udah antar saya?" Balfas sedikit kebingunan.
"Yah tidak tau, saya asal lewat aja. Sampai rumah deh. Biasanya saya sejam nyasarnya." Oji menjelaskan dengan polos.
Tuhan memberikan Oji kekurangan dalam menghafal jalan tapi tuhan memberinya juga mujizat. Kalau mau pulang ke rumahnya dari jalanan manapun itu, jalanan yang dia lewati asal-asalan ternyata bisa membuatnya bisa sampai ke rumah.
***
Oji heran melihat seorang guru menulis deretan angka di papan tulis. Mata pelajarannya, namanya akuntansi. Ternyata di IPS, Oji belum bisa terselamatkan dari pelajaran hitung-hitungan. Guru itu berbalik dari papan tulis, lalu melihat satu persatu orang di kelas. Mencari mangsanya.
"Kamu." Oji berbalik ke belakang, lalu menunjuk temannya yang searah dengan arah jari telunjuk guru akuntansi. Temannya menunjuk kembali Oji.
"Kamu yang duduk di bangku ke dua."
"Saya pak?" Oji masih berharap bukan dia yang dimaksud.
"Iya kamu."
"Kamu anaknya pak Dahlan kan?" Oji mengangguk.
"Pak Dahlan? Hahahaha." Fadli tertawa di samping Oji. Begitu juga Dika dan Alan yang berada di belakang.
"Saya bisa tau kamu karena mukamu mirip sekali dengan mama mu. Dulu saya sahabatan sama bapak dan mama mu. Waktu kamu masih kecil, saya sering bertamu di rumahmu. Achmad Fauzan." Guru akuntansi itu berjalan ke dekat Oji untuk bisa membaca papan namanya.
"Ini bapaknya Fauzan, sangat cerdas. Sangat hebat matematika. Rumus sudah di hafal mati. Bapaknya tidak mengajar murid, Tapi dia mengajar guru." Satu kelas mulai terkagum-kagum. Tapi sebentar lagi bapak ini pasti masuk ke intinya. Oji sudah tahu kalimat apa yang selanjutnya keluar.
"Tapi kenapa dengan kamu? saya dengar-dengar dari guru matematika kamu waktu kelas satu, katanya kamu sangat bodoh di matematika." Sesuai dugaan Oji. Semua guru selalu memperbandingkan Oji dengan Ayahnya.
"5 kali 10? 10 kali 9? 6 kali 6? 8 kali 4?" Tiba-tiba guru akuntansi itu bertanya soal tentang perkalian ke Oji. Dia ingin mengetahui kemampuan anak dari temannya. Oji berhasil menjawab dengan lancar pertanyaan dari guru akuntansi.
"WOOOOOOOOOOOOW ANAK PAK DAHLAN HEBAT!" Amar berteriak dari bangkunya, mulut Amar memang harus disumbat.
Guru itu mulai melihat Oji dengan tatapan tidak menganggap enteng. "Saya memang tidak bodoh pak, kalau cuma di suruh menjawab perkalian atau pembagian. Tapi masalahnya sekarang sudah SMA, rumus-rumus baru makin banyak muncul. Saya tidak tahu mau mengalikan yang mana supaya bisa mendapatkan hasilnya." Oji tidak bodoh untuk menjumlahkan angka, dia hanya sangat sulit menghafal rumus.
Mendengar alasan Oji, Guru akuntansi mulai menjelaskan dengan pelan dan berulang-ulang sampai jam pelajaran berakhir. Sia-sia saja, Oji tidak mengingat apapun. Jalanan yang Oji lewati tiap hari pun, sangat sulit dihafal. Oji bukan sepenuhnya seorang pelupa, otaknya lebih ingin mengingat kisah-kisah yang Oji alami dari lahir sampai dia mati. Jika disuruh menceritakan pengalaman hidupnya, Oji bisa menceritakannya dengan baik dan akurat.
Sudah waktunya pulang ke rumah. Sesua janjinya, Oji harus mengantar Balfas dulu pulang ke rumahnya.
"Eh anjing kesempatan yang bagus tuh. liat tuh Cia sendirian dekat pagar. Tidak usah antar saya." Balfas langsung loncat dari motor.
"Tidak usah ah, palingan si Cia nunggu penjemputnya."
"Apa salahnya usaha homooo! kalo kamu tidak mau, saya teriakin Cia dari sini nih."
"Jangan tai." Oji pasti akan salah tingkah.
Balfas sudah membuka mulutnya untuk berteriak tapi tiba-tiba ada seseorang yang lebih dulu menghampiri Cia. Penjemput Cia datang bukan dari luar sekolah. Dia adalah kakak kelas yang di ceritakan Fitrah waktu kelas satu. Seorang kakak kelas tomboy yang berambut pendek. Kata Fitrah, dia adalah pacar lesbiannya Cia. Oji masih kurang yakin dengan apa yang dia lihat. Baginya, tida mungkin Cia lesbian.
"Nah kan diculik duluan sama orang lain. Oke kalau gitu antar saya aja." Balfas kembali naik di motor.
Tiba-tiba di jalan Oji gemetaran membawa motor, Oji kehilangan kendali. "Woii kamu ngapain! cepet minggir njing! kamu mau ditabrak mobil mayat?"
Oji punya phobia, phobia dengan suara sirine ambulance, polisi, dan mobil pemadam. Telinga Oji langsung sakit mendengarkannya dan badannya langsung gemetaran.
***
Fadli, Dika, dan Alan sangat senang melihat penampilan Oji yang baru. Mereka sekarang kompak bernampilan menantang. Menantang maksudnya rambut tidak mematuhi aturan sekolah yang mengharuskan panjang rambut maksimal 1cm, pakaian dikeluarkan, memakai kaos kaki hitam saat berpakaian putih abu-abu, menggunakan sepatu yang warnanya tidak hitam semua. Semua yang mereka gunakan bertentangan dengan peraturan sekolah. Pak Amir adalah pemburu murid yang melanggar aturan berpakaian.
"Ada yang baru niiiih!" Fadli, Dika, Alan menginjak-nginjak sepatu baru Oji saat memasuki barisan upacara yang sudah berlangsung kira-kira lima menit. Oji tidak kesal dengan yang mereka lakukan. Malah Oji sangat suka, memakai sepatu converse yang keliatan dekil itu kesannya rock and roll baginya. Oji juga sudah membuang tas berdurinya, yang sangat norak.
Pak Amir sudah mulai menulusuri barisan saat upacara, dia mengutamakan barisan IPS. Semua tahu manusia yang paling sering melanggar adalah mahluk dari kelas IPS. Semua pelanggaran ada di IPS. Oji mempunyai taktik yaitu berpura-pura menjadi anak IPA. Oji yang memulai, diikuti dengan Fadli, Dika, dan Alan. Mereka bergeser dengan perlahan-lahan ke beberapa barisan untuk sampai ke barisan kelas IPA. Mereka pun berhasil mengubah status mereka menjadi anak IPA untuk sementara.
Mereka kembali ke kelas dengan perasaan bahagia karena berhasil lolos dari pak Amir. Bangku sudah terisi penuh, penghuni kelas XI IPS 2 sudah kembali ke kelas semua setelah upacara. Amar dan Fitrah juga punya kelompok bergaul. Mereka tidak sombong, hanya lebih nyaman bergaul dengan teman barunya, begitu juga dengan Oji. Kalau Bima seperti biasanya, dia masih menjadi waria dan bergaul sama perempuan. Devi sibuk dengan hafalannya, tapi kayaknya dia salah bergaul. Teman-temannya adalah orang malas seperti Novi, Ica, Cika si anak baru. Nemo sepertinya terlihat bahagia, karena tidak ada Balfas menganggunya. Juli seperti biasanya, masih tetap kelihatan sexy. Anggota geng Piloks juga cukup banyak di kelas ini, salah satunya Yasir dan Anca. Ketika jam istirahat, mereka langsung bergabung dengan teman gengnya. Kalau atlit dayung, mereka sudah tidak bersekolah di 1994. Pelatih mereka memutuskan untuk memindahkan mereka ke sekolah lain.
Fadli menutup pintu kelas dan duduk di lantai bagian belakang kelas, dia mengeluarkan rokok dan memulai mengisapnya. "Rokok bro, rokok bro." itulah yang dikatakan Fadli ketika seseorang berbalik melihatnya merokok. Dika dan Alan menyambut baik ajakan Fadli. Bukan cuma mereka, cowok-cowok yang lain juga.
Devi sebagai ketua kelas sibuk mengurusi kegiatan merokok di kelas ini "Jangan merokok dong guys nanti diliat guru!" semua orang cuek dengan Devi, apalagi Fadli. Seakan-akan tidak mendegar apapun.
"Kamu kenapa tidak merokok sih?" Alan. Hanya Oji yang ke belakang tanpa merokok.
"Sebenarnya saya pernah merokok waktu SD, tapi saya kena TBC waktu SD makanya berhenti." Oji.
"ROKOK GAK MEROKOK SAMA-SAMA NANTI MATIIIII! GAAAK MEROKOOOOK GAK LAKIIII!" semua telinga di kelas mendengar teriakan Amar yang cempreng. Padahal si Amar juga tidak merokok. Dia cuma ingin cari perhatian.
Sebenarnya Oji berhenti merokok bukan cuma takut mati. Baginya, rokok itu tidak ada manfaatnya. Buang-buang uang, lebih baik uang kalian ditabung untuk menyewa pelacur, supaya mereka mendapat penghasilan. Tapi kalau kalian orang baik, kasih saja uang kalian tanpa perlu meniduri mereka
Ica teman Novi juga ikut ke belakang, dia duduk dan juga ikut membakar rokoknya. Ini pertama kali Oji melihat cewek merokok. Ica kayaknya baru saja belajar merokok, Oji tahu dari cara dia memegang rokok dan mengisapnya. Ica memanggil Novi yang lagi asik bergosip dengan Cika dan Devi. Novi ke belakang. Ica berniat mengajar Novi untuk merokok.
"Isap jangan ditiup." Ica.
Novi batuk-batuk pada isapan pertamanya. Oji melirik ke Ica, dia sepertinya tidak suka dengan apa yang dilakukan Ica ke Novi.
"Keluar yuk." Dika mengajak yang lain keluar karena Amar terlalu berisik sedangkan Devi sibuk menegur.
Oji, Fadli, Alan mengikuti Dika yang berjalan ke samping kelas. Samping kelas XI IPS 2 ada tanah kosong yang ditumbuhi pohon bambu. Oji mematahkan pohon bambunya lalu menyambungkan ke pohon satu ke pohon yang lain untuk digunakan sebagai tempat duduk. Sehabis ditodong, Oji belum beli hp lagi. Fadli, Dika, Alan masing-masing menggunakan earphone sambil asik mendengarkan musik mereka.
Oji mengambil earphone fadli di sebelah kanan, "angin laut semilir bertiup... suara ombak di tepi pantai.. goyang kaki kaki telanjang ahaaaa asik nian ikuti irama musiiiiiik..... pesta pantaiiiii pesta pantaiiii pestaaaa pantaaaiii ahaaaa pesta pantaaaaiiii..." lagu yang terdengar di earphone Fadli.
"Ini lagu apaan sih? ngak jelas." Sambil memasangkan kembali earphone Fadli di telinganya.
"Yaelah kamu gak tau musik reggae?" Fadli memandang Oji gak keren.
Oji mengambil earphone di telinga Dika, "drrrr drrr prrrr trrrtt trttttt prrrr dxxxxzz wrrrrxsssst krooook kgrrrrr." Lagu yang lebih tidak jelas, satu katapun tidak ada yang Oji tangkap.
"Ini namanya lagu metal, telinga kamu harus dibiasain." Dika dengan nada bicaranya yang cuek.
"I know you shakin alone all night.. i know you to him good all night.. i know you make me blue all night.. i know you fucking girl all night yyeey!" Kepala Oji sampai bergoyang-goyang mendengar lagu dari earphone Alan.
"Ini judulnya apa? keren banget!"
"judulnya damn woman. lagu dari the sigit."
Oji mengabiskan mendengar lagu-lagu the sigit yang berada di hp Alan. Lagu-lagu mereka keren!. "Eh ini the sigit band dari mana?"
"Indonesia." Hah? ternyata band dari Indonesia. Oji kaget, karena lagu-lagu the sigit semuanya berbahasa Inggris.
"Kalau kamu suka band apa?" Mereka bertiga bertanya ke Oji.
"slank." Sampai-sampai di motor Oji sangat banyak stiker slank. Oji paling suka dengan lagu slank-mawar merah. Aya ya ya... simpan saja uangmu Aya ya ya... bawa pergi mercy mu Aya ya ya... Enyahlah dari bunga mawarku.. Aya ya ya... Enyahlah darii mawaaar merahkuuu.. karena dia milikku. Begitu liriknya.
Sakin sukanya sama musik reggae, Fadli sampai-sampai bikin tattoo. "Dulu gue sangat bangga sama ini tattoo. Tapi sejak teman gue bilang kalo tulisan reggae yang di dadaku ini salah tulis, gue udah gak pernah mau pamerin nih tattoo." Sambil mengangkat bajunya. Reggae seharusnya bukan Reggea. Mengaku anak reggae tapi kok salah tulis hahaha. Sepulang di rumah, Oji mulai mendownload lagu the sigit, lagu reggae, dan lagu metal. Oji ingin mempelajari selera musik teman-temannya.
***
Malam ini Oji akan bermalam mingguan bersama Fadli, Dika, Alan. Oji baru berangkat dari rumah menuju rumah Fadli sekitar jam dua belas malam. Kata Fadli, dia baru beraksi ketika jam segitu. Ini orang atau kelelawar sih. Oji keluar dari rumah tidak pamit, kalau pamit takutnya malah tidak diizinkan. Oji sampai ke rumah Fadli sekitar 40 menit. Padahal waktu normalnya, Cuma 20 menit. Alasannya yaitu Oji tidak tahu jalan. Padahal jalanan ke rumah Fadli sangat simple. Dika dan Alan tiba duluan di rumah Fadli. Oji belum sempat mematikan motor, mereka langsung menyalakan motornya.
"Kita nongkrong di rumah Fadil aja." kata Fadli. Seperti yang diceritakan Fadli sebelumnya kenapa dia tidak mau menghina gaya berpakaian Fadil karena dia sering nongkrong di rumah Fadil.
Di rumah Fadil, bukan hanya mereka berkumpul tapi ada sebagian teman SMA Fadli sebelum pindah dan teman SMPnya. Total semuanya, mereka ada sepuluh orang. semuanya laki-laki. Mereka berkenalan, mereka orang ramah tapi ada juga orang rese yang tidak mau menerima tangan Oji. Kata Dika, dia tidak rese tapi dia lagi mabuk. Oji tidak tahu apa yang dilakukan Fadli dan teman-temannya. Mereka sibuk menyusun motor mereka satu sama lain. Semenjak Oji merubah gayanya karena dihina habis-habisan, Oji langsung jijik melihat gaya Fadil yang berada di depannya. Boxernya dipamer segala. Oji sampai heran kenapa dia dulu bisa bergaya seperti itu.
"OKEEE SUDAH SIAAAP!"
"PUTAR MUSIKNYA BROOOO!"
"PUNK ROCK SHOW!"
Fadli memutar musiknya, diawali dengan alunan musik terompet. Setelah musik berjalan, mereka langsung mengambil posisi di depan barisan motor. Mereka meloncati barisan motor itu. Mulai dari susunan dua motor saja. Setelah berhasil mereka menambah motor lagi sampai mereka merasa puas. Ada yang bisa meloncati sampai tujuh susunan motor. Fadli bisa meloncati sampai lima susun. Setelah ditambah susunan ke enam, pinggangnya terbentur karena loncatannya kurang jauh. Herannya mereka sama sekali tidak merasa keberatan dengan motor mereka yang terjatuh. Berbeda dengan Oji, serasa ingin menegur karena motor terjatuh tapi ngak enakan.
war, corruption, disaster, and the violences that's all that we have seean daily on tv yeaaah.. we need the punk rock show! we need the punk rock show! we need the punk rock show!. Lagu yang sangat nyambung dengan apa yang mereka lakukan sekarang.
"Oji sini gabung!"
Oji menerima ajakan mereka daripada dibilang banci. Oji mengambil posisi yang jauh dari susunan motor agar bisa berlari dan menghasilkan loncatan yang jauh. Mereka semua menunggu loncatan dari Oji.
Braaak! pinggang Oji terbentur. Sangat sakit. Padahal baru dua susun motor. Bukan cuma itu, Oji juga tidak enak dengan teman Fadli karena menjatuhkan motor mereka.
"Santai bro... santai aja haha. namanya juga belajar pasti gagal dulu." teman Fadli.
Setelah mengulang dan mengulang dan menguras banyak keringat. Oji berhasil meloncati tiga susunan motor malam ini.