"ARIIIS ARIIIS!" Oji sudah berdiri di depan rumah Aris.
Aris mengintip dari atas rumahnya yang terbuat dari kayu, "Naik saja dulu, saya lagi lipat baju nih."
Oji menaiki tangga lalu membuang dirinya di sofa yang robek. Itu adalah tempat favorit Oji dari pertama kali ke rumah Aris. Sambil duduk di sofa, Oji selalu mengintip di jalan lorong rumah Aris. Melihat para penghuni lorong lalu lalang. Oji dapat melihat dari luar, Aris lagi sibuk membantu ayahnya yang sebentar lagi siap untuk ke pasar. Ayah Aris adalah sebuah pedagang pakaian di pasar. Lumayanlah untuk membiayai sekolah Aris dan adiknya sampai sekarang.
"Oji makan dulu, ada ikan yang baru dibakar tuh." Mama Aris selalu menyambut kedatangan Oji di rumahnya. Baginya, Oji bagaikan malaikat yang telah merubah Aris menjadi anak yang baik.
"Iya makasih, udah makan di rumah." Sambil tersenyum. Sebelum Aris bertemu Oji, dia adalah anak yang sering bolos dan akhirnya tinggal kelas di kelas 1 SMP. Di sanalah Oji dan Aris bertemu, Oji sebagai penghuni baru dan Aris sebagai penghuni lama yang tinggal kelas. Oji berhasil mengajak Aris rajin bersekolah. Tapi ada negatifnya, Aris teracuni dengan sifat mesum Oji yang sangat berlebihan.
"Eh muka kamu kenapa?" Aris melihat wajah Oji yang bengkak.
"Berantem." Oji.
"Gila, baru masuk sekolah udah berantem." Aris.
"Saya sih kayaknya bakalan menjadi anak malas lagi deh. Soalnya SMA-ku jauh dari sini. Gak kayak waktu SMP, jalan kaki aja udah nyampai." Aris bercerita.
"Kamu mau jadi apa kalau malas, pikirin masa depan mu." Oji sok menasehati. "Temanin saya beli tas dong, besok udah mulai sekolah normal soalnya."
Mereka berjalan kaki menuju ke toko yang paling dekat. Toko distro, di mana pakaian-pakaian keren dijual. Begitulah mereka biasa menyebutnya. Aris memakai bajunya yang pernah dibelinya di toko mereka tuju. Merk skaters, berwarna pink. Ukurannya sangat besar, panjangnya melewati pantat sedangkan lengan bajunya hampir melewati siku. Oji memakai baju ketat dan jeans ketat andalannya. Mengangkat tangannya sedikit saja, boxernya langsung kelihatan. Mereka menganggap masing-masing dirinya sangat keren.
Cukup jauh mereka berjalan dan akhirnya mereka sampai di toko. Inilah tempat dimana mereka sering membeli baju waktu SMP. Sebelum masuk, Oji memperingati Aris untuk tidak melakukan kebiasaan buruknya ketika memasuki toko distro. Aris hanya mengangguk. Ketika membuka pintu toko, Oji langsung mengarahkan mukanya ke atas, melihat tas-tas keren yang bergantungan.
"Wiiiih banyak tas model baru nih." Oji dan Aris pertama kalinya melihat model tas sangat unik. Tidak berbentuk tas selempang dan punggung seperti biasanya. Tas yang mereka lihat memang pengeluaran terbaru tahun ini. Tas itu berbentu sangat unik, ada yang punya duri seperti landak, ada yang berbentuk love terbelah, ada yang bentuk gitar, dan masih banyak lagi.
"Mas.. mas tolong ambilin tas yang duri duri itu dong." Oji sangat tertarik dengan tas berduri itu.
"Keren kan yang ini?" Aris dengan cepat mengangguk lalu meninggalkan Oji. Aris menuju ke sebuah sudut toko yang lain.
Oji berjalan ke kasir dan membayar tasnya yang seharga Rp150.000. Lalu berjalan keluar dari toko distro dengan wajah yang sudah tidak sabar lagi memakai tas barunya ke sekolah. Aris juga keluar dari toko itu dengan wajah yang berbinar-binar karena dia berhasil menciptakan rekor terbarunya.
"Cepat kabur." Aris menarik tangan Oji dan berlari menjauhi toko distro.
"Saya kan udah bilang, jangan lakuin itu." Oji jauh lebih panik dari pada Aris setelah menyadarinya. Oji langsung berada di posisi pertama dan mengalahkan Aris berlari.
Setelah cukup jauh dari toko distro, "Kamu tau gak saya dapat berapa?" Aris.
"Ah tidak tau ah!" Oji kesal.
Aris mengeluarkan dua dompet dari kantong celananya yang berhasil dia ambil secara gratis di toko tadi "Nih ambil satu."
"Ah tidak usah, saya tidak mau dompet haram."
Aris adalah pencuri yang sangat lihai sejak dari SMP. Walaupun pernah ketahuan, tidak membuatnya takut sama sekali dan membuatnya seperti rutinitas yang wajib dilakukan setiap masuk ke toko pakaian.
***
Celana abu-abu Oji kepanjangan, tapi dia tetap senang sudah bisa memakai seragam putih abu- abu. Hari ini Oji masih diantar sama mamanya ke sekolah. Karena malu dilihat oleh teman-temannya, dia menyuruh mamanya untuk mengantarnya sampai di ujung jalan saja dan berjalan kaki menuju sekolah.
Hari ini Oji tidak terlambat, Dia terburu-buru ke sekolah karena ingin melihat perempuan berponi jatuh itu. Dari kemarin Oji berharap terus bisa sekelas dengannya. Oji melihat banyak orang yang berjabak tangan dengan guru yang berada di pagar sekolah. Oji juga ikut berjabak tangan dan mencium tangan guru-guru. Setelah itu Oji berjalan dengan terburu-buru menuju kelas untuk mendapatkan posisi tempat duduk yang terbaik. Sudah ada beberapa orang di dalam kelas tapi sukurlah posisi tempat duduk favoritnya belum ada yang mengambilnya yaitu bangku urutan ke tiga. Baginya, Ini adalah tempat yang sangat baik untuk berbuat curang dalam ulangan dan untuk posisi tidur yang baik apabila mengantuk dan tentunya angka tiga itu adalah angka keberuntungan baginya, sebab Oji adalah anak ke tiga. Dari pertama kali memasuki pagar sekolah hingga masuk ke kelasnya, tas berdurinya mendapatkan perhatian yang banyak. Norak, itulah kesan orang yang melihat tas Oji. Masalahnya Oji menganggap orang yang melirik tasnya karena keren. Walaupun memang masih ada beberapa orang yang menganggap tas itu keren. Mereka adalah orang yang sama noraknya dengan Oji.
Satu persatu orang memasuki kelas dan bangku mulai hampir penuh. Oji tidak seperti anak lainnya yang langsung mendapatkan teman saat memasuki kelas. Wajar mereka berasal dari SMP yang sama. Oji ingin berbaur bersama mereka tapi dia takut dicuekin. Mungkin lain waktu saja.
Dari jauh ada suara orang yang bernyanyi dengan suara keras menuju kelas. "Bukan kita kepedean … Tapi fakta membuktikan … Kita tampaaaan dan rupawan! Jadi elo jangan heran … kalo kita cowok idola, idaman wanitaaa!" Dia memasuki kelas sambil bernyanyi dengan suara kerasnya dan berdansa seperti The Changcuters. Gaya anak ini sangat mirip dengan gaya ala The Changcuters. Celananya yang ketat, memakai helm tanpa kaca, dilengkapi kaca mata. Tapi sayangnya, bokongnya sangat besar untuk bergaya ala Changcuters. Dia berjalan sambil berdansa dengan asiknya, hingga tasnya mengenai wajah Oji yang keheranan melihat tingkahnya yang sangat kepedean. Hanya satu bangku lagi yang kosong yaitu barisan ketiga tepat di samping Oji. Cewek yang Oji sangat harapkan itu belum muncul juga. Apakah dia akan menjadi teman sebangku Oji yang akan mengisi kursi di sebelahnya itu? Yah mudah-mudahan saja. Bell kelas telah berbunyi, siswa yang berada di luar menuju ke kelasnya masing-masing. Kursi di sebelah Oji masih kosong juga, sementara wali kelas sudah memasuki ruangan.
Tidak lama kemudian, sementara wali kelasnya menjelaskan sesuatu. Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Oji berharap orang itu adalah perempuan yang dipikirkannya. Ketika pintu telah terbuka, harapan Oji langsung lenyap. Bukan sosok perempuan yang muncul. Ternyata itu Balfas, seseorang yang berkelahi di dekat mading kemarin. Harapannya benar-benar sudah lenyap saat ini tapi tidak tahu mengapa harapan Oji bisa satu kelas dengan cewek itu tertutupi ketika Oji tahu Balfas berada satu kelas dengannya. Balfas telah mengisi kursi kosong yang berada di sampingnya dan muka mereka sama-sama kelihatan bengkak karena bekas pukulan.
"Kenapa muka kalian?" Wali kelas bertanya.
Balfas hanya terdiam dan sepertinya membiarkan Oji untuk mewakili memberi jawaban. "kami … kami … berkelahi kemarin, Bu." jawabnya dengan terbata-bata.
Teman-teman sekelasnya tertawa mendengar jawaban Oji. Sebagian dari mereka mengetahui kejadian kemarin.
"Eh kamu beli tas dimana tuh? Balfas.
"Distro dekat rumah, emang kenapa?"
"Gakpapa." Sambil mengangkat bahunya. Balfas belum tega berkata jujur dengan Oji. Tas itu sangat norak di mata Balfas.
Setelah itu mereka disuruh memperkenalkan diri masing-masing mulai dari bangku depan. Mereka juga disuruh memperkenalkan asal SMP dan hobi mereka.
"Nama saya Devi Kumalasari, biasa dipanggil Devi. Asal sekolah SMP 6. Hobi nonton film." Cewek yang berkulit hitam manis dan sering tersenyum.
"Farid Permana, biasa dipanggil Farid. Dari SMP 3. Hobi main basket." Di mukanya sangat banyak jerawat.
"Nama saya Wilda Swara, bisa dipanggil Wilda. Hobi menyanyi." Perempuan yang duduk di bangku kedua memperkenalkan diri, tepat di depan bangku Oji.
"Coba bisa menyanyi sedikit Wilda." Perintah wali kelas.
"Aku terlanjur cinta kepadamu … dan tlah kuberikan seluruh hatiku … tapi mengapa baru kini kau pertanyakan cintaku … akupun tak mengerti yang terjadi … apa salah dan kurang ku padamu .. kini terlambat sudah untuk dipersalahkan … karena sekali cintaaaaaa … aku tetap cinta," suaranya mengheningkan keadaan kelas.
"Balik balik balik fuuu fuuu." Laki-laki semua bersorak sambil bersiul. Mereka penasaran dengan wajah Wilda.
Ketika Wilda memutar badannya ke belakang, sorakan serentak menghilang. Mereka hanya terdiam melihatnya.
"HAHAHA … mukanya tua banget." Balfas sudah tidak bisa menahan tawanya. Teman-teman yang lain juga ikut tertawa. Memang muka Wilda tidak seindah suaranya. Muka Wilda sudah kelihatan keriput, seperti orang tua yang baru bersekolah. Apalagi ditambah dengan bedak yang tebal di mukanya.
Wilda langsung merapatkan mukanya di bangku dan menangis. "Kalian harus minta maaf kepada Wilda!" Wali kelas mereka memerintah. Semua laki-laki disuruh naik ke depan kelas lalu mengucapkan kata "maaf" bersama-sama. Mereka mengucapkannya dengan tidak ikhlas.
"Nama Syamsul Alam, biasa dipanggil Alam. Hobi main basket," Oji kurang percaya anak segemuk itu bisa bermain basket.
"Nama Muhammad Fitrah, panggil saya Fitrah. Hobi main basket." sepertinya di kelas ini banyak pemain basket atau mungkin mereka bilang hobinya main basket supaya terkesan keren saja.
".... Panggil aja aku Sinta, Hobi main basket." Oji tidak percaya cewek kurus dengan gaya rambut seperti dora itu bisa main basket.
".... Biasa dipanggil Reni, hobi main basket."
"Wow." Oji sudah tidak bisa menahan lagi rasa kekagumannya dengan bakat basket yang dimiliki di kelas ini. Bahkan cewek yang badannya seperti gorilla ini mengaku jago main basket.
"Wah kungfu panda bisa main basket." Balfas.
"Kamu diam deh kurus!" Kungfu panda itu marah sambil menunjuk ke arah Balfas.
"Wow." Respon Oji dan Balfas.
"Nama Mail hobi...."
"HOBI KAMU MAIN BASKET YAAA?" Seorang siswa bertanya dengan nada suara sangat tinggi sebelum Mail menyebutkan hobinya. Nama anak itu adalah Amar, seorang anak yang bergaya ala changcuters.
Satu persatu dari beberapa siswa siswi sudah memperkenalkan diri. Sekarang giliran Balfas, dia hanya duduk sambil memperkenalkan dirinya. Seharusnya mereka harus berdiri.
"Balfas Fahreza, dipanggil Balfas. Dari SMP 1. Hobi dengar musik punk." Balfas memperkenalkan diri dengan nada yang malas.
Sekarang tiba giliran Oji. "Nama saya Achmad Fauzan, biasa dipanggil Oji …"
"Jelek amat nama panggilannya!" Pria dengan gaya ala Changcuters itu memotong ketika Oji memperkenalkan diri.
Oji hanya diam sejenak dan lanjut memperkenalkan diri.
Tiba giliran orang yang duduk paling belakang. Dia orang yang memotong ketika Oji memperkenalkan diri. "Nama saya Amar Mahardika …"
"Kayak nama binatang!" Balfas.
Wali kelas mereka langsung menegur Balfas karena omongannya. Balfas hanya mengangguk ketika di tegur. Oji melihat anak cerewet yang dibelakang itu langsung terdiam ketika digertak Balfas. Ternyata dia takut dengan sebuah gertakan.
Tiba giliran orang paling terakhir. Badannya sangat kecil seperti anak SD. Dari tadi sama sekali dia tidak pernah berbicara. Dia hanya berdiri dan tidak membuka mulutnya sedikitpun. Mungkin dia grogi atau memang bisu.
"Tidak perlu malu-malu, ayo silakan perkenalkan dirinya." Wali kelas.
Anak itu menundukkan kepalanya, "Nama Suryadi, biasa di panggil Yaya." anak itu seperti menyembunyikan sesuatu di mulutnya. Mungkin dia menindik lidahnya.
"Oke sekarang waktunya menentukan jabatan-jabatan di kelas ini yaitu ketua kelas, wakil ketua kelas, sekretaris, dan bendahara." kata wali kelas.
Satu persatu mengangkat tangan untuk mencalonkan diri. Ada sepuluh orang yang mencalonkan diri. Oji dan Balfas hanya diam untuk menjadi pemilih di antara mereka. Pemilihan dilakukan dengan cara mengangkat tangan ketika nama mereka disebutkan.
"Bagaimana kita mau memilih, kita baru kenal dengan mereka sepuluh menit yang lalu. Kita tidak tahu bagaimana sifat-sifat mereka." Anak cerewet itu mulai bersuara lagi.
"Jadi kita harus nunggu sampai naik kelas gitu?" Devi.
"Hahahahaha." Semua orang tertawa kecuali Balfas.
"Sudah sudah, ayo sekarang kalian pilih yang terbaik menurut kalian." ujar wali kelas, sambil menulis sepuluh nama calon di papan tulis.
Oji tidak tahu mau memilih yang mana. Dia hanya ikut mengangkat tangan ketika nama Alam disebutkan karena yang mengangkat tangan banyak. Semua nama calon telah disebutkan Balfas sama sekali tidak mengangkat tangan. Mungkin Balfas ingin mencalonkan diri tapi malu.
"Semoga Alam bisa melaksanakan tugasnya dengan baik." Wali kelas memberi selamat ke Alam karena memiliki suara terbanyak.
Bel berbunyi menandakan sudah memasuki jam ke dua. Sesi perkenalan telah selesai, sekarang waktunya belajar. Wali kelas mereka adalah seorang guru bahasa Inggris. Oji cukup beruntung mempunyai wali kelas seorang guru bahasa Inggris, mungkin di matanya, Oji bisa kelihatan cukup pintar. Oji cukup berbakat di pelajaran bahasa Inggris. Seandainya wali kelasnya seorang guru matematika, sudah dipastikan Oji sangat bodoh di matanya.
Sekarang sudah jam istrirahat, Oji dan Balfas berjalan menuju kantin. Belum jauh mereka meninggalkan kelas, Oji melihat anak yang mencari gara-gara kemarin dengan mereka. Raut muka anak itu seperti ingin memperpanjang masalah kemarin.
"HAHAHA BENGKAK!" Katanya sambil menunjuk Oji dan Balfas.
Orang-orang langsung melihat ke Oji dan Balfas karena mendengar anak itu tertawa sambil jari telunjuknya diarahkan ke Oji dan Balfas. Mereka juga ikut menertawai muka Oji dan Balfas. Oji sepertinya menyesal mengikuti saran Balfas untuk pergi ke kantin. Balfas ingin melawan, dengan cepat tangan Oji memegang pundaknya.
"Udah cuekin saja." Oji berbisik pelan.
Balfas menuruti saran dari Oji, wajahnya langsung berpaling dari anak itu. Mereka berjalan dan berjalan, sedikit demi sedikit suara tawa anak itu mulai mengecil dan menghilang. Oji menoleh kiri ke kanan sepanjang jalan menuju kantin untuk menemukan gadis berponi jatuh itu. Dirinya sangat berharap bisa melihatnya hari ini. Begitu banyak siswa baru yang berada di kantin, Oji bisa menandai mereka dengan melihat sepatunya yang mengkilat. Berbeda dengannya, Oji memakai sepatu conversenya yang dari SMP. Bukan tidak mempunyai uang membeli sepatu baru, memang dari dulu Oji sangat suka memakai sepatu itu. Tampak kotor itu seni sepatunya. Dari sekian siswa yang ada di kantin, rambut Oji paling panjang. Padahal aturan di sekolah, panjang rambut maksimal 2cm. Oji tidak tega memotong rambut berponinya.
"Itu gara-gara kemarin ya?" Orang yang semeja Oji dan Balfas bertanya melihat wajah mereka yang bengkak.
"Iya," Oji mengangguk.
Balfas tidak peduli dengan pertanyaan orang itu, dia hanya sibuk melahap mie gorengnya.