Dasha : Jiiiiiiii, rumah tetangga sebelah ada orang nggak?
Renji yang baru memarkirkan motor, berkerut bingung mendapatkan pesan dari Dasha. Pemuda yang masih berada di atas motor itu melirik ke rumah samping. Setelahnya mengetikkan balasan.
Renji : Nggak, kenapa?
Dasha : Oke sip.
Renji mengerutkan bibir. Tidak lama pemuda tinggi itu memasukkan ponsel ke saku dan melirik kembali ke rumah tetangga Dasha. Satu alisnya naik mendapati sosok laki-laki tampak keluar dari garasi dan masuk ke dalam rumah.
Mata Renji menyipit, jika dari kejauhan seperti ini. Ia tidak tau siapa sosok yang baru keluar. Matanya hanya menangkap samar, seorang laki-laki muda yang tidak terasa asing.
Mendesah pelan, Renji mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan. Mungkin ada hubungan antara laki-laki itu dengan Dasha. Renji tidak tahu pasti. Yang dapat ia pastikan. Dasha tampak menghindar.
Gadis aneh itu tentu tidak menyadari keanehannya.
Dipikiran gadis itu pasti hanya memikirkan rencana-rencana gila yang dia susun lantaran melihat Dasha tampak berusaha menghindar oleh laki-laki entah siapa.
Pintu terbuka. Dasha muncul di baliknya, ia menenteng tas kecil, wajahnya menampilkan senyum cemerlang. Berlari kecil ke arah Renji dan menyapanya.
Respon Renji tidak terlalu responsif. Ia mengangguk sebagai jawaban. Mengesalkan! Temannya itu memang terlalu malas untuk menjawab sapaannya!
Tidak heran jika Dasha menjadi satu-satunya teman terdekat Renji. Lihat saja, laki-laki itu memiliki sikap terlalu malas dan memiliki respons yang tidak mengenakan pihak lain.
Jika tidak terlalu dekat, Renji akan mengabaikan lainnya dengan singkat.
Entah Dasha harus merasa senang atau sedih lantaran ia menjadi satu-satunya teman terdekat Renji.
Dasha menurunkan bibir, sedikit kesal ia tetap melirik rumah samping untuk memastikan. Tidak ada laki-laki itu. Aman! Awal rencana masih bagus untuk Dasha lakukan.
Tetapi di balik tindakan Dasha, itu membuat Renji semakin berkerut bingung.
Dalam diam pemuda itu semakin yakin, gadis aneh itu memiliki hubungan aneh dengan sosok penghuni rumah sebelah. Entah apa, ia tidak tahu.
Dongkol dengan tingkah Dasha, Renji bergumam. "Lo kenapa?"
Dasha terkesiap, menggeleng pelan. "Nggak ada. Ayok buruan berangkat."
Renji mengangguk menanggapi, menyerahkan helm. "Pake dulu."
"Oh, oke."
Helm terpasang, motor menyala begitu Dasha menyelesaikan rangkaian memasang helm. Dengan bersemangat menaiki motor dan berpegangan pada pundak laki-laki itu. Perlahan kepalanya mendekat.
"Em ... Lo serius kan rumah sebelah lagi kosong?"
"Tadi gue liatnya gitu." Renji menoleh membuat Dasha memundurkan kepala. "Kenapa?"
"Nggak ada apa-apa."
Helaan napas Renji membuat Dasha mengalihkan mata ke arah lain. Tidak lagi memperpanjang masalah, motor melesat keluar gerbang. Saat menunggu, Renji menyempatkan melirik dari kaca spion. Dasha masih terlihat celingukan sana sini. Semakin menyakinkan Renji tentang laki-laki rumah sebelah dengan Dasha.
Apa hubungannya? Renji ingin tahu, tetapi bibirnya bungkam. Ia mengencangkan tangan pada stang motor. Mengembuskan napas pelan. Dan berucap lain.
"Bilang kalo ada masalah." Suara Renji terendam angin lantaran ia langsung melajukan motornya begitu berbicara
Dasha yang samar mendengarkan refleks mendekat. Gadis itu tanpa canggung mengetuk helm Renji, dan mendekatkan kepala di samping kanannya.
"Ngomong apa sih?"
"Nggak."
Balasan Renji membuat Dasha mendengus. Ia bergumam pelan. "Nggak jelas."
***
Dasha tidak dapat melepaskan mata tanpa takjub saat melihat rumah makan yang Renji tuju. Ini benar-benar di luar ekspektasinya. Dasha pikir, mereka ada pergi ke rumah makan seperti biasa mereka kunjungi. Tetapi Renji membawanya ke rumah makan yang lama Dasha dambakan.
Dasha menoleh ke Renji, memamerkan senyum kegembiraan. "Kita mau makan di sini?"
"Nggak, lo mau gue daftarin kerja di sini."
Mata Dasha melotot setengah jengkel. "Nggak usah bercanda deh."
Di belakang, Renji terkekeh pelan. Mengacak rambut Dasha santai. "Iya." Senyuman makin lebar. "Nggak bercanda kok. Gue serius."
Dan senyumannya langsung surut begitu mengatakan kata-kata tersebut.
Dasha mendengus geli, tangannya melambai mengabaikan. Tatapan Dasha saat ini beralih ke rumah makan yang sudah di depan matanya.
Melirik Renji, Dasha ragu-ragu bertanya. "Lo ga seriusan kan sama yang tadi?"
Renji berdecak pelan. "Nggak bego. Buruan masuk, laper kan lo."
Jawaban Renji membuat Dasha cengengesan kesenangan. Langkahnya lebih dulu maju menuju rumah makan. Di belakangnya Renji menatap Dasha dengan senyum tipis. Melirik ke samping sejenak dan mengekor Dasha. Ia seharusnya tidak terlalu banyak berprasangka.
Dasha telah berulangkali bergumam kagum dengan rumah makan ini. Interiornya benar-benar memanjakan mata. Benar-benar tidak menyangka ia akan datang menginjakan kaki di tempat ini. Apalagi Renji yang membawanya. Jelas, itu adalah momen yang tak terduga. Perasaannya kini lebih riang dan penuh bunga, lupakan masalah laki-laki itu dan nikmati pagi ini dengan dimsum yang ia idam-idamkan.
Tidak akan Dasha biarkan Rey mengacaukan kesenangannya nanti.
Puas menikmati, Dasha menelisik sekeliling dan langsung menemukan tempat cocok.
"Ji, duduk di dekat sana. Bagus tau buat foto," pinta Dasha sembari menunjuk. Ia menoleh ke arah Renji memastikan. Dan pemuda itu mengangguk mengiyakan dengan malas. Mengikuti saja, Renji tidak terlalu bermasalah di mana tempat mereka akan makan.
Jika Dasha suka, ia tidak keberatan.
"Mau pesen dimsum doang?" Renji melirik Dasha memastikan.
Gadis itu sontak mengangguk. "Dimsum aja."
"Kalo mau nambah. Nambah aja."
Dasha menggeleng, ia baru membaca deretan menu, dan itu membuat Dasha syok sesaat. Harganya lumayan fantastis untuk Dasha yang jarang membeli makanan dengan harga wah. Ia mulai sedikit terganggu, reaksinya membuat alis Dasha bertaut seolah tengah memarahi kertas di tangannya.
"Udah itu aja." Dasha menatap Renji, bertanya memastikan. "Lo mau pesen apa?"
Tanpa berpikir banyak, Renji menjawab singkat. "Samain aja. Minumannya lo mau minum apaan?"
Dasha kembali membaca daftar sebentar. Pikirannya lagi-lagi terganggu, ini benar-benar terlalu mahal! Melihat deretan jus. Renji bukan pemilih makanan atau minuman, jadi Dasha memutuskan minuman yang paling murah. "Jus mangga aja gimana?"
Renji mengangguk mengiyakan. "Oke"
Pemuda tinggi itu berlalu begitu selesai menentukan pesanan. Kegiatan Dasha langsung mengotak-atik ponsel dan menangkap beberapa gambar. Jepretan yang sudah ia tangkap siap dia posting di sosmed. Namun, pesan dari Sirla membuat Dasha urung melanjutkannya.
Tangannya terpaku pada isi pesan tersebut. Ia menekan foto untuk memastikan. Itu langsung membuat Dasha tercekat sejenak. Matanya melebar syok. Dasha sungguh sudah menyampingkan urusan tersebut. Namun, pesan Sirla membuat Dasha ingin berteriak jengkel.
Ia kesal. Rey yang sudah sedikit tidak ia pikirkan. Saat ini berputar-putar di kepalanya karena pesan itu!
Itu adalah kabar bahwa laki-laki itu datang ke rumahnya!
Dasha merasa gila. Seharusnya tidak begitu. Setahunya, Rey tidak terlalu aktif untuk melakukan hal semacam itu. Pemuda arogan itu mana mungkin bersikap sok bersosialisasi dengan sekitar. Dasha mungkin tidak akan percaya jika Sirla tidak membubuhkan gambar sebagai bukti.
Rey di mata Dasha adalah senior yang tidak punya hati! Laki-laki itu... Bagaimana bisa? Dasha bingung, itu aneh! Sangat aneh!
Apa gara-gara makanan kemarin yang Dasha antar kan? Jadi Rey datang ke rumah untuk mengembalikan wadah makanannya.
Pasti begitu! Dasha harus tetap berpikir positif. Lagian, mana mungkin Rey akan datang ke rumah dengan alasan lain. Sangat terdengar ganjal jika Rey melakukan hal itu.
Dasha mengangguk menyakinkan diri. Ia tersenyum penuh arti. Pasti begitu. Yah, seharusnya Dasha tidak perlu repot-repot memikirkannya. Tidak penting.
Memikirkan Rey membuat lapar Dasha makin berkali lipat.
Sebuah keberuntungan Renji datang tepat di situasi menjengkelkan ini. Dimsum di mejanya telah mengacaukan pikiran Dasha. Gadis itu sedikit tergagap dan melongo mendapati dimsum yang sudah dipesan. Matanya beralih ke arah Renji. Tersenyum bahagia, temannya ini seperti pelita di gelap gulita.
Renji memang penyelamat disaat Dasha terlalu memikirkan laki-laki gila itu!
"Isinya banyak banget," gumam Dasha pelan. "Ehm ... Minumannya datang terakhir ya?"
"Iya, nanti dianterin. Makan gih."
Dasha mengangguk mengiyakan, menikmati hidangan yang sudah tersedia dengan lahap. Bibirnya tidak bisa mengehentikan untuk berkata takjub dengan makanan yang tercecap di mulutnya. Setiap gigitan, Dasha merasa makanan itu makin enak!
Enak dan enak!
Dimsum terenak yang Dasha rasakan. Ia bahagia, juga puas setelah menghabiskan seporsi dimsum. Minumannya tersisa separuh, Dasha mengusap pinggir bibir. Matanya diam-diam melirik Renji yang juga menyelesaikan lebih lambat makannya.
"Makasih makanannya." Dasha melirik jam di pergelangan tangan. "Habis ini mau langsung pulang atau mampir dulu?"
Renji terdiam sesaat. "Lo mau mampir?"
"Iya!" Mata Dasha makin cemerlang. "Mumpung masih ada festivalnya. Mau mampir dulu nggak?"
"Belum kenyang?"
Dasha menggeleng pelan. "Nggak terlalu."
"Oke, berangkat."
Dasha tersenyum girang. Beranjak bangun dan Renji membuntuti Dasha di belakang.
Menuju festival yang baru-baru ini Dasha idam-idamkan juga. Bersyukur karena Renji mau diajak. Walaupun ia kekenyangan, setibanya di sana pasti ia akan lapar kembali. Dasha makin tidak sabar untuk berburu makanan!