Yuki kembali ke rutinitas yang biasa hingga ia sampai tiba saat ia harus menjalani olimpiade sains yang di ikutinya.
Soal olimpiade tidak sulit jika di banding dengan ia yang harus melakukan research sebelum menulis sebuah novel misteri, lagipula soal yang muncul setingkat dengan soal SMA.
Ia sadar ternyata dulu saat masih sekolah ia sama sekali tidak belajar dengan baik, soal semacam ini bahkan ia tidak bisa menjawabnya saat ia sudah SMA, padahal menurutnya saat ini soal ini sangat mudah.
Selesai dengan menjawab soal Yuki mengangkat tangannya "pak, saya sudah selesai, boleh keluar?" ucapan Yuki membuat seluruh kelas dan juga pengawas tercengang sejenak, ini belum ada 30 menit dan Yuki sudah menyelesaikannya.
"ya, boleh, kumpulkan ke depan."
Yuki maju dan mengumpulkan jawaban ke depan kelas sebelum akhirnya ia keluar dari kelas itu.
'membosankan...' nah, walaupun ia tidak suka dengan olimpiade semacam ini ia tetap menjawab dengan baik.
Guru sains yang menunggunya melihatnya segera setelah Yuki keluar dari kelas, Yuki juga segera menghampiri gurunya saat Yuki melihatnya dengan menenteng tas dengan wajah bosan.
"kenapa? Membosankan?" pak Dimas memberikan starbook yang ada di tangannya.
"nahh... yahh, not bad, walaupun membosankan... makasi pak" Yuki menerimanya dan menyeruputnya.
"hahaha, sudah ku duga."
"ahh, ini muridnya? Secepat itu?"
"ya, anak ini emang pinter banget, heran saya juga..."
"saya nggak pinter pak, saya Cuma mau tau aja." Yuki mengerutkan alisnya, kenyataannya ia sama sekali tidak pintar, jika ia pintar, ia juga akan pintar di kehidupan sebelumnya, pada kenyataanya ia dulu tidak pernah mendapat rank sama sekali saat sekolah.
"alah... merendah aja kamu." Yuki hanya menghela nafas mendengar godaan gurunya ini.
"siapa nama mu?" tanya guru dari sekolah lain.
"Yuki." Yuki menyesap minumannya setelah selesai bicara.
"Yuki? Yuki siswa terbaik waktu SD, dengan rank tinggi berturut-turut bahkan mau mendapat beasiswa namun di tolak. Kamu Yuki yang itu?" guru itu tampak tercengang melihat Yuki.
"..." Yuki diam menatap guru itu dengan sedotan di bibirnya, matanya menunjukan kebingungan dan beralih ke Pak Dimas yang ada di sebelahnya "apa itu terdengar sehebat itu?"
"ya iya lahhh! Kamu di katakan murid terbaik dan kamu mau mendapat beasiswa ke berbagai sekolah swasta bagus. Tapi kenapa kamu tolak?"
Yuki terdiam sejenak menatap arah lain, matanya tampak memikirkan sesuatu yang tidak bisa di baca siapapun "sekolah di sana... mungkin juga takdir, sekalipun saya bisa sekolah di sekolah yang lebih baik, saya fikir, mungkin saya akan kehilangan sesuatu yang berarti"
Ntah pak Dimas atau guru sains itu, keduanya sama sekali tidak faham dengan apa yang di ucapkan Yuki, mereka hanya bisa menebak maksud yang Yuki katakan.
Mungkin Yuki mencari sesuatu atau apapun itu di sekolahnya yang sekarang, mungkin juga seseorang yang berarti?
Pada kenyataannya, walau ada beberapa yang memang berubah, ada beberapa yang tetap sama, walaupun memori masa lalunya bukan yang sangat bagus, namun juga bukan sesuatu yang ingin ia lupakan.
Seperti teman, pelajaran, guru dan beberapa pengalaman yang tidak bisa Yuki lupakan, jadi Yuki tidak ingin putus dari mengenal teman-teman lamanya dan sekaligus mengenang masa-masa yang sudah lalu.
"nah... apapun itu, di manapun kamu sekolah sebenernya nggak terlalu penting, yang penting kamu bisa mendapatkan pelajaran apa di sekolah mu. Mau sekolah bagus pun kalo kamu nggak bisa belajar dengan baik juga akan percuma..." Pak Dimas mengucapkannya dengan santai.
"betul..." mereka melanjutkan bicara tentang banyak hal sampai ada seseorang yang datang.
"Yuki?"
Mendengar namanya di panggil, Yuki segera menoleh dan melihat Tya yang menghampirinya.
"kamu ikut juga?" Yuki hanya mengangguk "olimpiade apa?"
"sains, kamu?"
"MTK. Wahhh pusing banget, untung kamu nggak ikut olimpiade MTK juga, lawan kamu, ngalah aja deh aku..." Tya terlihat sangat putus asa.
"apa maksudnya." Yuki mengerutkan alisnya dengan sebal.
"temennya?"
"ohh, maaf pak, saya Tya dari SMP xxx, saya temen Yuki waktu SD."
"Tya?" guru itu menatap Tya dengan tercengang.
"iya..." jawab Tya bingung.
"kamu satu tingkat di bawah Yuki yang terbaik di negara ini!"
"..." Tya.
"..." Pak Dimas.
"sruputt" Yuki menyedot minumannya dengan wajah datar tidak perduli.
"haha, saya nggak terlalu ngikutin hal itu..." gumam pak Dimas dengan wajah canggung.
"ahh, saya nggak sehebat itu ko pak." Tya terdengar merendahkan dirinya, ia ingin tetap low profile.
"haha, aku malah baru tau kalo terbaik di negara ini, ku kira Cuma di provinsi." Yuki berkata geli.
"jika kalian mempertahankan rank kalian saat ini, kalian bisa masuk ke sekolah manapun yang kalian inginkan."
"..." Yuki berfikir sejenak, sedangkan Tya mengatakan "dimana pun saya lanjutin sekolah, itu urusan nanti, saya masih kelas 2 SMP." Yuki sudah menduganya.
"haha... saya sudah ada sekolah yang ingin saya masuki saat SMA."
"oh ya? Di mana?"
"hmm... bukan sekolah yang sangat terkenal, hanya sekolah swasta biasa, walaupun akreditasinya A." Gumam Yuki menatap dan menggoyangkan gelas kopinya, membuat es batu yang ada di dalam bergoyang dan menabrak satu sama lain.
"sekolah swasta? Bukannya itu menyia-nyiakan rank mu?"
"rank apapun itu, nggak terlalu penting buat saya." Seperti yang Yuki katakan sebelumnya, walaupun Yuki tidak punya sama sekali pengalaman baik di SMA, semua pengalamannya adalah pengalaman yang buruk, tapi suasana sekolah di sana, adalah yang bisa ia terima.
Lagi pula ia tidak ingin mengubah takdir di mana ia bersekolah.
"Tya." Seorang wanita mendekati mereka "ibu nyariin kamu dari tadi ternyata kamu di sini. Ahh, maaf saya gurunya Tya." Ucap wanita itu sopan ke arah 2 orang guru pria yang ada di depannya.
"oh iya bu..."
"kami permisi dulu ya, masih ada yang harus di lakuin."
"ohh iya bu... silahkan." Pak Dimas berucap sopan.
Guru wanita dan Tya pergi dan mereka juga memutuskan menyelesaikan pembicaraan setelah semua olimpiade selesai dan mereka pulang ke sekolah masing-masing.
Beberapa hari kemudian Yuki mendapat pemberitahuan sekolah bahwa mereka menang juara 1 di olimpiade sains, mereka memberikan ucapan selamat, piala dan sertifikat pada Yuki, hanya itu.
Ini lah yang selalu Yuki katakan, tidak ada bagusnya menonjol di sekolah, hanya akan membuat bagus nama sekolah tanpa ada benerfitnya untuk Yuki.
Yang pasti kehidupan Yuki kembali normal dengan segala kesibukannya.
.
.
.
Kenaikan kelas sudah ada di depan mata, sedangkan Jay sudah masuk ke kelas 3 semester 1.
Yuki hanya membaca beberapa hal yang harus ia pelajari untuk ujian, ia bukan anak yang genius yang tidak perlu belajar sudah mendapat nilai yang bagus, ia harus mengulang beberapa materi yang sudah sangat lama tidak ia baca, hanya untuk membuka memori lama tentang materi yang mungkin sekirannya akan muncul di ujian nanti.
Saat mengerjakan ulangan, Yuki mengerjakan dengan sangat cepat, agar teman yang lain tidak banyak bertanya padanya, ia keluar segera setelah menyelesaikan soal tanpa menunggu jam selesai, guru pengawas juga mengizinkan.
Selesai dengan ujian, saatnya remedial dan classmeet, beberapa mengikuti olah raga yang di lombakan dan beberapa mengikuti remidal saat nilai mereka kurang.
"Yuki."
Karena tidak ada remedial, Yuki hanya bersantai menonton pertandingan walaupun membosankan sembari minum kopi.
Ia juga beberapa kali mengobrol dan bercanda dengan temannya sampai ia di panggil oleh Rico.
Ia ingat Rico sudah lulus dari sekolah ini.
"ya?"
"ini terakhir, aku udah lulus, jadi mungkin kita bakal jarang ketemu." Ucapnya dengan canggung.
"hmm" Yuki mengangguk, sebenarnya mereka memang jarang bertemu, sekalipun bertemu Yuki tidak menegurnya sama sekali, bahkan terkadang ia tidak melihatnya.
"mungkin lain kali kita bisa ketemu lagi."
"ya... selamat."
Rico menatap Yuki dengan tatapan kagum yang biasa, walaupun hanya ucapan selamat biasa, ia sangat senang mendengarnya jika dari Yuki.
Rico tidak berani untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan pada Yuki, ia tau bahwa Yuki memiliki seseorang yang ia sukai, jadi ia berfikir bahwa jika ia mengungkapkannya pun juga tidak akan ada gunanya.
Hanya itu, Rico segera pergi setelah mengucapkan beberapa kata yang hanya di jawab seadanya.
"Yuki, kak Rico tu suka sama kamu tau." Tika berucap setelah melihat gelagat Rico yang sangat terlihat bahwa ia menaruh hati pada Yuki.
"iya, aku tau."
"ahh ada Jay ya..."
"...." Yuki hanya diam tidak mengatakan apapun, Jay tidak ada hubungan semacam itu dengannya, walaupun jika ada seseorang yang mengatakan perasaan padanya ia akan bersembunyi di belakang nama Jay.
Yuki hanya tersenyum dan mengabaikan mereka, ia beralih membicarakan hal yang lain.
Classmeeting berlangsung selama seminggu, setelah seminggu mereka liburan panjang.
"ahh, sebentar lagi kamu mau lulus ya." Yuki mengatakan pada Jay, seperti biasa mereka berbicara di telpon.
"iya, sebentar lagi aku juga akan masuk ke agensi... haaahhh..." pria itu menghela nafas lelah.
"hahaha..."
"kamu tidak mecoba masuk juga?."
"nope." Yuki sibuk dengan layar yang ada di depannya "aku tipe bebas, kenapa aku harus terikat dengan agensi." Setelah mengatakannya Yuki mendengar helaan nafas dari seberang.
"semangat..." Yuki menggunakan nada seolah sedang meledek dan terdengar helaan nafas lagi dari seberang "nahh, kalo kamu nggak mau ya jangan."
"yahh, aku juga maunya gitu, tapi ada banyak hal yang aku fikirkan dan membuat ku memutuskan untuk ikut."
"hahaha, aku ingat, bukannya kamu punya cita-cita lain jika tidak menjadi idol?" Yuki menyeringai kecil.
Jay terdiam sejenak untuk berpikir dan mengingat "apa?"
"jadi ayah muda."
".... sial."
"hahahaha!" Yuki tertawa kencang saat mendengar reaksi dari seberang.
Jay hanya terdiam mendengar Yuki tertawa dan terkekeh kecil, ia memang menyukai anak-anak dan memang ingin memiliki anak dalam usia muda, namun ia tidak pernah membayangkan seperti apa kehidupan pernikahannya.
Apalagi sekarang ia merasa bahwa ia tidak bisa memikirkan kehidupannya tanpa Yuki, ntah sebagai teman atau lebih, ia ingin bersama dengan wanita ini.
Namun ia bahkan lebih tau dari siapapun bahwa ia akan semakin kesulitan saat ia sudah berada di agensi, ia harus lebih berhati-hati dan tidak boleh terlihat dengan wanita, atau ia akan terkena skandal yang tidak berarti.
"kamu tidak berminat untuk setidaknya bersekolah di sini? Tidak perlu masuk ke dalam agensi, hanya bersekolah di sini, bahasa korea mu sudah cukup baik." Tanya Jay pada Yuki.
Yuki terdiam sejenak dan memikirkannya, ia bukan tidak bisa melakukannya, ia bisa berbahasa korea karena Jay mengajarinya, ia juga bisa membiayai dirinya sendiri di korea jika orang tuanya juga mungkin tidak mampu, ia juga bisa mencari beasiswa.
Hal ini, bukan ia tidak pernah memikirkannya, seperti sebelumnya, ia tidak ingin merubah riwayat alumninya, ia hanya ingin melihat bagaimana kehidupannya setelah ia berubah banyak, di tempat yang sama, dengan orang-orang yang sama.
"aku... ingin, tapi..." Yuki menghentikan suaranya, Jay hanya menunggu dalam diam "sama seperti mu Jay, kau bisa merubah hidup mu yang terkekang dan melelahkan, tapi kamu tidak melakukannya, aku tau mungkin jika aku di sana aku bisa lebih maju, tapi ada beberapa hal yang ingin ku lihat."
"...." Jay terdiam sejenak dan menghela nafas "kau benar, ada beberapa hal yang tidak ingin kau rubah."
"hahaha, walaupun aku ingin merubah jurusan perkuliahan ku, ntah kenapa aku jadi tidak tau kemana aku akan melangkah setelah ini."
"Apa yang ingin kau lakukan?"
"aku suka menulis," Yuki menopang pipinya dengan tangan di atas meja "aku ingin menulis cerita fiksi seumur hidup ku, namun aku tidak tau apa keputusan ku sudah benar." Jay mendengarkan dengan baik.
"well, kau sudah menjadi penulis sekarang kan, kita punya vocaloid, kau bisa melakukan apapun yang kau ingin kan, penulis juga bukan berarti kau menganggur, selama kau menghasilkan uang untuk setidaknya diri mu sendiri."
"...." Yuki terdiam.
"lakukan apa yang kau suka." Lanjut Jay saat tidak mendengar ada jawaban dari Yuki, namun setelah mengatakannya Jay bisa mendengar helaan nafas yang sangat jelas.
"aku harap."
Yuki bukan tidak tau pekerjaan apa yang ingin ia ambil, ia hanya bingung jurusan apa yang ingin ia ambil saat kuliah nanti.
Sejak dulu ia sudah memutuskan untuk menjadi penulis full time, hanya ia tidak tau jurusan sekolah apa yang bagus dan cocok untunya.
Sebelumnya ia berada di jurusan fashion dan ia terjebak di sana, sekarang ia justru takut melangkah.
"haahhhh..." Yuki menghela nafas kesekian kalinya, ntah sudah berapa kali ia melakukannya, ia memang memiliki kebiasaan untuk itu jika fikirannya buntu atau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya.
"kamu kenapa si? Dari tadi ngela napas mulu." Tanya Fira.
Yah, mereka saat ini sedang berada di rumah saudaranya, mereka kesana tidak dalam rangka apapun, hanya berkumpul sebagai keluarga.
"nggak ada, Cuma pengen aja." Jawab Yuki seadanya.
Yuki mulai berfikir lagi, jika ia memikirkan masalahnya sekarang, tidak akan ada jalan keluarnya karena ini termasuk masa depan dan siapa yang tau apa yang akan terjadi dengan masa depan.
Yuki memang berasal dari masa depan, tapi sekali lihat pun Yuki tau bahwa masa depannya akan berbeda dengan kehidupan sebelumnya, jadi masa depan tentu tetap menjadi misteri baginya.
Mungkin ia akan memikirkannya lagi saat ia sudah akan lulus SMA.
.
.
.
Yuki menjalani sisa SMP nya dengan baik seperti biasa dengan nilai yang memuaskan juga, tidak banyak kejadian yang penting, ia hanya menjalani masa itu dengan santai.
Sekolah, mengerjakan tugas, menulis cerita, olahraga, berlatih musik dan lainnya.
Jay juga sudah lulus SMP dan sudah menjadi trainee, mereka jadi jarang berkomunikasi, Jay selalu bilang bahwa ia sibuk dengan latihannya, walaupun ia saat ini sudah memiliki kemampuan sama dengan terakhir kali namun tetap harus berlatih dengan baik.
Yuki juga mendengar bahwa sejauh ini yang tau bahwa Jay adalah trainee adalah kedua orang tuanya dan juga Yuki, walaupun sebenarnya ia tidak boleh memberi tau pada siapapun kecuali orang tua.
Dugaan bahwa managemennya mencari tau tentangnya sampai ke akar ternyata benar dan di sinilah dia.
"jadi, gadis ini yang dekat dengan mu? Kekasih mu?"
Jay terdiam sejenak dan menjawab dengan baik "saya hanya berteman dengannya."
"berteman? Aku melihat riwayat panggilan mu dan banyak sekali record call dengan gadis ini."
"iya, kami sangat dekat memang, tapi bukan berarti kami berdua memiliki hubungan khusus semacam itu." Jelas Jay, ia masih mempertahankan wajah yang tenang dan menganggap apa yang terjadi dengannya saat ini tidak berarti apa-apa.
Pria di depannya menghela nafas "kalau begitu, kau menyukainnya?"
Jay terdiam cukup lama, membuat pria di depannya menyadari bahwa memang Jay memiliki perasaan pada gadis ini.
"hmm... ntah lah, mungkin iya, mungkin juga tidak." Gumam Jay.
"well, perusaan tidak memiliki larangan untuk berpacaran, tapi kau harus berhati-hati, gadis ini juga bukan dari dunia yang sama dengan mu, di masa depan siapa yang tau gadis ini akan membuat masalah yang bisa memperngaruhi karir mu."
Jay tersenyum dengan tidak berdaya.
Bagaimana mungkin orang se tidak perduli Yuki akan membuat masalah untuk karirnya, ia sangat mengenal Yuki.
"baiklah..."
"dan satu hal lagi." Pria itu membaca kertas yang ada di tangannya "nama mu, tercatat sebagai sampling dari vocaloid, apa maksud nya?"
"..." Jay terdiam sejenak, ia sempat berfikir bahwa mereka tidak akan menyadari hal ini, siapa yang tau mereka bisa memiliki pengetahuan seluas ini tentangnya.
"dan hebatnya, karakter vocaloid ini juga memiliki pasangan dengan sampling gadis ini."
"ohh, saat kami SMP, kami membuat suara ini dan memang benar bahwa sample suara yang di gunakan 2 karakter ini adalah milik ku dan juga Yuki."
"..." pria ini terdiam sejenak "aku akan membicarakan tentang hal ini terlebih dahulu dengan atasan."
Jay hanya mengangguk dan akan pergi dari sana, ia berhenti dan berbalik "izin untuk 2 karakter ini bukan hanya milik ku, tapi juga milik Yuki, tanpa izin full dari kami, karakter ini tidak boleh di gunakan siapapun, maaf jika saya tidak mengatakan apapun dengan managemen sebelum menandatangani kontrak."
"yahh, mau bagaimana lagi, kita lihat saja, kamu juga belum debut, belum ada juga yang harus kamu ganti."
Jay mengangguk memberi salam sebelum keluar dari sana, ia akan memberitahukan hal ini dengan Yuki nanti.
Jay tau, Yuki sangat menyayangi 2 karakter buatan mereka ini, apalagi Yuki sudah upload video 2 karakter ini.
Keesokan harinya ia benar-benar di panggil kembali dan kali ini ia melihat petinggi perusahaannya.
"duduk lah dulu."
Jay hanya mengangguk dan duduk di tempat yang sudah di sediakan.
"baik lah, aku sudah melihat karakter yang kau dan Yuki buat, apa ini suara yang kalian buat?" tanya pria paruh baya itu.
"ya, kami yang membuatnya."
"termasuk karakternya?"
"ya."
"gerakannya juga?"
"ya." Jay mengangguk.
"sample suara karakter bernama Mikaela ini adalah suara mu?"
"ya." Jay kembali mengangguk dan menatap pada layar proyektor di depannya, ia bisa melihat video yang sedang di pause itu menampilkan Mikaela dan juga Riku.
Musik mengalun saat mereka memainkan video itu. Terdengar 2 suara khas mecha bernyanyi dengan baik, penampilan dance mereka juga baik, Jay ingat ia pernah ambil andil dalam pembuatan gerakan mereka.
"kami memanggil mu karena kami ingin membicarakan tentang 2 karakter virtual ini." Jay menyimak dengan baik "kami ingin membeli 2 karakter virtual ini, bagaimana menurut mu?"
Jay terdiam sejenak "mungkin sebaiknya coba tanyakan hal ini pada Yuki juga, ia yang memiliki sample suara Riku dan ia juga ambil andil dalam pembuatan 2 karakter ini, jujur saja saya hanya membantu sedikit, sisanya di lakukan olehnya dan lagi–" Jay terdiam sejenak dan menghela nafas "saya agak kurang setuju jika agensi ingin membeli. Jika ini adalah menyewa dan hak penuh lisensi masih di pegang oleh kami, aku akan setuju, tapi bahkan aku saja tidak setuju, bagaimana dengan Yuki, dia sangat menyayangi Mika dan Riku, saya tidak yakin Yuki akan setuju."
"hmm, seperti hubungan kerja sama." Pria paruhbaya itu tampak sedang menilai.
"ya, anggap saja Mika dan Riku adalah anak ku dan juga Yuki dan kalian agensi yang ingin menjadi agensi mereka, kami tetap memiliki hak penuh atas mereka sebagai orang tua. Tapi hal ini sebenarnya juga harus melibatkan Yuki, jika hanya aku yang setuju dan Yuki tidak, maka kesepakatan tidak bisa di buat, begitu pula sebaliknya."
"gadis itu berasal dari indonesia?"
"ya, tapi ia mudah berkomunikasi, bahasa koreanya cukup baik. Tapi dia gadis yang keras, jika tidak maka tidak, aku juga tidak akan bisa mengatakan apapun." Jay berusaha memperingatkan mereka "dan jika kalian ingin ia ada di sini, Yuki tidak bisa dalam waktu dekat, ia sebentar lagi akan ada ujian kelulusan SMP."
"saya yakin Yuki bisa lulus dengan nilai terbaik, tapi ibunya cukup keras, saya sangat yakin ia tidak akan mendapat izin dari ibunya."
Jay bisa melihat wajah pria itu sedikit glitch sebelum akhirnya kembali bersantai dan bersandar ke kursinya, ia menghela nafas membuat suasana yang tadinya tegang berubah menjadi santai.
"kau mengenalnya sedekat apa memangnya sampai mengenal ibunya dengan baik."
"saya pernah menginap di rumahnya, tentu saja saya pernah bertemu dengan orang tuannya, belum lagi..." Jay terdiam dan mengingat bahwa ibu Yuki sangat mengerikan saat sedang marah, ia pernah melihatnya marah di depan matanya "aku, Yuki dan kakaknya pernah kena marah ibunya, ha ha... yahh kami melakukan kenakalan, wajar jika ibunya marah."
"kau berpacaran dengannya kan?"
"hmmm, tidak, tentu saja tidak untuk saat ini."
"jadi kau mau berpacaran denganya?"
Jay berfikir sejenak "bukan, tapi lebih ke arah siapa yang tau tentang masa depan, saya bisa mengatakan kami tidak memiliki hubungan khusus saat ini, tapi apapun bisa terjadi di masadepan, orang tua saya cenderung mendukung jika saya memang memiliki hubungan dengannya."
"orang tua mu?" pria itu tampak terkejut lagi "orang tua mu mengenal gadis ini juga?"
"huh?" Jay memasang wajah bingung "orang tua kami bahkan saling mengenal."
Pria di depannya tampak terdiam seribu bahasa, ia tau bahwa salah satu traineenya ini memang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan seorang gadis, bahkan hingga kedua orang tua mereka saling mengenal.
Di sini jika seandainya sebuah hubungan sudah sangat serius, mereka baru akan mengenalkan pasangan satu samalain pada orang tua, namun pemuda di depannya bahkan tidak memiliki hubungan khusus, ia nyaris tidak percaya.
"ohh, Yuki cukup baik dalam berbisnis sebenarnya, yah, anda bisa mencari taunya sendiri, ia belajar bisnis dari pamannya yang sarjana ekonomi itu, pamannya juga sangat pintar."
Lagi-lagi pria paruh baya itu di buat terkejut.
"kau sampai mengenal pamannya?"
"uhh, ya, Yuki dan pamannya memiliki rumah yang sangat dekat, mereka bertetangga."
"yahh, baiklah" pria itu menghela nafas lagi "kita akan membicarakannya lagi nanti setelah Yuki bisa datang ke sini secara pribadi."
"baiklah."
Mereka menyelesaikan pertemuan mereka segera, tidak ada yang bisa mereka bicarakan lagi karena Yuki tidak ada di sana.
Jay menghubungi Yuki saat malam harinya, ia memberi tau tentang apa yang terjadi.
"hmmm, aku sudah menduganya, cepat atau lambat mereka akan tau." Jay bisa mendengar Yuki tidak terdengar terkejut walaupun sempat terdiam sejenak.
"aku belum bisa kesana dalam waktu dekat, sebentar lagi aku akan ada ujian kelulusan, jadwal ku juga jadi semakin padat." Jelas Yuki lagi, mau bagaimana lagi, ia juga sudah masuk masa dimana ia tryout, ujian benar-benar sebentar lagi, ia tidak bisa meninggalkan sekolahnya walaupun untuk urusan bisnis.
"aku sudah memberi tau mereka, mungkin sebentar lagi mereka akan menghubungi mu, jadi aku hanya memperingatkan mu."
"ok, saat aku sudah libur aku akan kesana, tapi aku juga harus mempersiapkan ke sekolah baru nanti, jadi tidak bisa terlalu lama, aku juga akan ada lomba piano, jadi banyak yang harus aku lakukan."
"haha, seperti biasa, sangat sibuk." Jay sudah sampai ke ruang latihan setelah ia izin membeli minum.
Ia juga sangat sibuk karena ia masih harus latihan sendiri walaupun tidak di kelas. Saat ini juga jam sudah menunjukan jam 7 malam, mereka masih berlatih.
"ya udah, aku duluan, masih ada cerita yang harus aku selesaiin, aku harus cepat menyelesaikannya sebelum tryout nanti."
"ok, aku juga harus latihan lagi." Jay bisa melihat beberapa temannya melihat ke arahnya menelpon seseorang, tak berapa lama ia menutup telephone dan mengembalikannya kedalam tasnya.
"Jaemin, kita latihan lagi." Ini salah satu kakaknya saat ia berada di grupnya dulu, Minhyuk, Jay sangat senang bisa melihatnya lagi.
Lim Minhyuk, ia adalah kakak sekaligus ketua timnya dulu, sosok yang sangat lembut namun juga tegas, sangat berbakat, apalagi ia juga sangat tampan, ketampanannya benar-benar tidak seperti manusia normal, Jay bahkan sangat iri melihatnya.
"ya Hyung."
Mereka kembali berlatih dengan beberapa anggota trainee yang lain.
Sedangkan Yuki tentu saja sibuk dengan tulisannya yang membuatnya hampir begadang, untung ia sudah terbiasa dengan ini, besok semoga bisa tidur di kelas.