Dengan segera Afran membawa Velisa menuju rumah sakit terdekat. Saat berada di bopongannya, gadis itu sudah tidak sadarkan diri. Afran merasa sangat bersalah, karena apa yang dialami oleh gadis itu sebagian besar juga adalah karena kesalahan Afran. Demi bisa mencapai ambisinya, ia hampir saja mempertaruhkan nyawa seseorang.
Sambil menatap wajah gadis itu ia meminta maaf di dalam hatinya. Luka di wajah dan lengan gadis itu benar-benar menyayat hati Afran.
'Maaf... jika bukan karena keserakahanku kau tidak akan mengalami kesakitan ini. Kau pasti sangat ketakutan tadi. Aku akan menyelamatkanmu. Aku janji!' Batin Afran.
Sesampainya di rumah sakit gadis itu langsung ditangani oleh dokter terbaik.
"Dev urus semua administrasi gadis ini sampai ia benar-benar pulih."
"Tuan mau kemana?"
"Ada pekerjaan di kantor aku harus segera kembali."
Devan dibuat heran dengan sikap Afran yang bisa berubah -ubah seketika. Tadi dia terlihat begitu khawatir akan kondisi gadis itu, tapi sekarang pekerjaan sudah mengalihkan segalanya. Tapi memang seperti itulah Afran, dia lebih mengutamakan uang daripada apapun di dunia ini.
Keesokan harinya Vei merasa tubuhnya masih lemah dan tak berdaya namun ia berusaha menggerakkan tubuhnya perlahan untuk bangkit dari ranjang. Bayangan akan kejadian buruk yang baru saja ia alami membuatnya trauma.
"Aku harus pergi dari sini atau Pria itu akan menjualku ke pria lainnya." Saat ini Vei berfikir bahwa Afran adalah pemilik rumah bordir yang menjual gadis-gadis kepada pria hidung belang.
Vei meninggalkan rumah sakit hari itu juga dan menuju kembali ke kediamannya untuk melihat keadaan Ayahnya. Vei ingin mempertanyakan kepada Ayahnya, mengapa ia tega melakukan hal ini kepada Vei.
Sesampainya dihalaman rumah mereka, Vei melihat Ayahnya tertawa bahagia sembari menghitung uang yang ada ditangannya. Seketika ada rasa sakit dihati Vei. Dia lebih mencintai uang ketimbang putrinya, apa yang diharapkan Vei sepertinya tidak akan dia dapatkan. Jangankan maaf, ayahnya bahkan tidak mengingat bahwa Vei ada di dunianya. Baginya Vei hanyalah benalu.
Vei melangkah mundur dan berjalan meninggalkan rumah dimana dia dibesarkan.
Air matanya mengalir deras, Velisa menatap makam ibunya. Isak tangisnya semakin kuat terdengar. Ia menyalahkan ibunya kenapa bisa menikahi pria kejam seperti ayah, dan yang lebih membuatnya marah kenapa ia ditinggalkan begitu cepat bahkan untuk merasakan kasih sayang seorang ibu saja Vei tidak sempat.
Ibu Vei meninggal setelah melahirkan Vei ke dunia. Dan setelah saat itu Vei tinggal bersama Ayahnya yang kejam. Sejak kecil Vei tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ayahnya. Walau begitu Vei tidak pernah mengeluh dan masih menunjukan sikap baik dan hormat di depan sang ayah. Karena Vei hanya punya ayahnya di dunia ini.
Lihat tubuhku Ibu, aku tanpa sendal berlari ketakutan di kota seluas ini. Manusia yang aku temui tidak ada yang baik, mereka memperlakukanku sesukanya. Dan kau hanya diam, apa ini yang kau inginkan setelah melahirkanku? apa ini takdirku?
Velisa menunduk sembari melihat kakinya yang telanjang dengan luka-luka kecil akibat berlari. Tapi rasa sakit itu tak seberapa dibandingkan dengan rasa sakitnya ketika mengetahui bahwa ayahnya bahkan tidak perduli dengan Vei setelah ia di jual kepada Oscar.
Vei berusaha untuh menguatkan diri dan percaya bahwa suatu hari semua kesakitannya akan membaik. Saat ini yang terpenting adalah Vei harus menjauh dari Ayahnya. Memulai hidup baru dan mencoba berlapang dada atas apa yang sudah terjadi.
Vei teringat akan Bibi Margareth, orang yang pernah menawarkannya pekerjaan. Walau Bibi Margareth berasal dari rumah bordir namun dia punya hati y ang baik.
****
Vei duduk tepat di kaki lima kediaman bibi Margaret. Ia menunduk dan sesekali menengok kearah depan untuk memastikan apakah ada tanda-tanda bibi Margaret akan kembali. Satu jam berlalu dan masih berlum ada tanda dari bibi Margaret. Vei tetap sabar menunggu. Empat jam berlalu dan kali ini rasa kantuk mulai menghampiri Vei. Tak berapa lama Vei melihat bibi Margaret berlari di ikuti dua orang pemuda yang sepertinya mengejar bibi Margaret. Saat melihat wajah Vei ia langsung melemparkan kunci rumah sembari berteriak.
"Vei cepat buka pintunya...!"
Dengan sigap Vei menangkap kunci tersebut dan langsung membuka pintu kediaman Margareth. Bibi Margaret menambah kecepatan berlarinya dan menyusul Vei. Lalu dengan cepat menutup pintu.
Margaret tertawa sembari mengunci pintu dan dengan bangga wanita yang berpakaian seksi itu berkata "Hahaha... ternyata kemampuan berlariku masih tidak berubah. Thank you babe." Ucapnya sembari berjalan menuju sofa diikuti Vei.
"Bi... siapa itu? Kenapa mereka mengejarmu?" Tanya Vei penasaran.
"Daripada menanyakan itu, akan lebih baik jika gadis cantikku mengambilkanku segelas air putih. Aku lelah berlari dari rumah bordir."
Vei langsung mengangguk sembari berlari kedapur.
"Ini bi..."
"Em... Vei kenapa dengan wajah cantikmu, dan ini..." menyentuh pelipis Vei yang terluka.
"Ah.. ini..."
"Apakah manusia brengsek itu memukulmu?" Menuduh Mahen.
"Tidak... bukan bi," Vei berusaha menyembunyikan apa yang sudah ayahnya lakukan dari bibi Margareth. Vei takutr jika Margareth tau apa perbuatan ayahnya maka, wanita itu akan mendatangi kediaman ayahnya dan melakukan keributan seperti yang sering terjadi. "ah ini aku terjatuh karena tidak hati-hati. Oh ya bi, aku ingat waktu itu bibi pernah menawarkan aku sebuah pekerjaan, apa aku boleh mengambilnya?" tanya Vei.
"Ah... sayang sekali Vey, pekerjaan itu sudah diisi oleh anak dari salah seorang teman ku. Memangnya kenapa? apa kau ingin pekerjaan?"
Fey mengangguk.
"Kenapa tiba-tiba? bukankah ayahmu marah jika kau bekerja. Mahen ingin mengurungmu di rumah saja dan tidak akan membiarkan berliannya tergores sedikitpun." Margareth tau benar Mahen selalu menjadikan Vei sebagai barang taruhan.
"Oh ya ada satu pekerjaan, Hem... tapi aku tidak yakin apakah kau mau melakukanya..." Ucap Margareth ragu.
"Apa maksud bibio bekerja seperti bibi..."
"Hei... tentu saja tidak, aku tidak akan membiarkan gadis secantik dirimu dijadikan mainan pria brengsek. Memang pekerjaan ini menyangkut Club malam tapi kau hanya perlu menjadi pelayan disana."
"Wah kalau begitu aku mau bi, aku sangat butuh uang untuk saat ini. Tapi tolong jangan katakan kepada ayah mengenai keberadaanku."
"Tentu saja aku tidak akan memberitahu Mahen brengsek itu. Jika memang kau benar-benar ingin bekerja, besok aku akan memperkenalkanmu kepada Marco manager Club itu.
Dengan tersenyum riang Fey memeluk Margareth sembari berkata. "Terima kasih banyak bibi, bibi sudah kuanggap seperti ibuku sendiri." Semakin mengeratkan pelukannya.
"Ah... jangan katakan itu, kau membuatku sedih. Aku sangat bahagia bisa membantumu, Vei tetap jaga dirimu dimanapun kau berada. Jadilah wanita terhormat, jangan jadi seperti aku."