Afran langsung bergegas menuju rumah sakit setelah menerima kabar dari pihak rumah sakit bahwa Velisa menghilang. Dengan tergesa-gesa Afran dan Devan menuju ruang cctv. Afran meminta pihak rumah sakit untuk membuka rekaman cctv.Yang menjadi ketakutan Afran adalah Velisa diculik oleh Oscar. Mengingat Oscar adalah orang yang tidak mau dikalahkan dan tidak mau menyerah akan ambisinya.
"Tuan Afran..." sambut Direktur rumah sakit.
"Bagaimana?"
"Gadis itu pergi sendiri Tuan, tidak ada siapapun yang masuk keruangannya." Sambil menunjukan rekaman cctv.
Bukannya bernafas lega, Afran justru kesal karena gadis itu tidak mengatakan apapun.
"Lihatlah bagaimana gadis itu tidak tau terimakasih sedikit pun, Dev... cari gadis itu sampai ketemu dan bawa dia kehadapanku. Dia berhutang banyak padaku, dan aku benci orang yang tidak tau cara berterima kasih setelah ditolong." Kata Afran.
"B ba-ik Tuan." Ucap Devan terbata melihat Afran yang marah.
Devan menggerutu, "Gadis ini dalam masalah besar, ck... kenapa dia harus pergi begitu saja?"
"Apa kau akan terus berada di depan monitor, apa monitor itu akan mengatakan dimana keberadaan gadis itu?" Ucap Dev dengan nada membentak saat melihat Dev masih diam terpaku sedangkan dia sudah berjalan beberapa langkah.
"Ah... Siap Tuan, saya akan membawa gadis itu kehadapan anda."
****
Keesokan hari.
Hari ini karena kekurangan orang Manager menerima Vei untuk langsung bekerja di Club mereka. Awalnya manager itu ragu menerima Vei, mengingat wajah Vei masih lebam, tapi Margareth terus menerus menggoda Manager itu untuk menerima Vei. Dan pada akhirnya Vei diterima. Vei langsung diminta untuk mengganti baju dan menutup luka diwajahnya dengan sedikit riasan.
Vei merasa sedikit kurang nyaman dengan seragam pelayan yang ia kenakan. Rok mini membuatnya benar-benar tidak nyaman. Vei tidak tau cara berias dan hanya menggunakan make up seadanya. Untung saja Margareth datanng dan langsung membantu merias wajah Vei. Kalau soal Merias memang bibi Margareth lah ahlinya. Setelah menambahkan lipstik pink yang sangat cocok dengan wajah putih Vei, Margareth kemudian menarik ikat rambut Vei, membiarkan rambut hitam panjang gadis itu tergerai indah. Vei tampak luar biasa, kecantikannya bahkan membuat Margareth berdecak takjub.
"Kau cantik sekali. Jangan terus menerus mengikat rambutmu, aura mu lebih terpancar dengan rambut tergerai seperti ini."Ucap Margareth.
"Bi... apa ini tidak berlebihan? dan ini, tidakkah ini terlalu..."
"St... kau bekerja di sebuah klub malam bukan di perusahan besar. Yang terpenting adalah kau harus menjaga diri dari pria yang mencoba untuk menggodamu, dan ingat jangan pernah menerima apapun dari orang asing. Paham..."
Vei mengangguk mendengar perkataan Margareth.
"Ambil ini. Untuk jaga-jaga jika ada yang mengganggu mu." Menyerahkan Stun Gun ketangan Vei.
Vei mengangguk sembari menyelipkan Stun Gun di sela pinggulnya.
"Selamat bekerja sayang... good luck!" Margareth memberikan semangat sembari menatap Vei yang berjalan meninggalkan toilet.
Margareth merasa bahwa Vei adalah cerminan dirinya dulu saat masih remaja. Margareth juga punya ayah yang sama seperti Mahen dan semua yang terjadi kepadanya sampai hari ini adalah ulah dari sang ayah. Itulah mengapa Margareth memperlakukan Vei dengan sangat baik, Ia tidak ingin Vei bernasib sama dengannya.
Kelap-kelip lampu ditambah suara bas yang memenuhi gendang telinga membuat Vei tidak nyaman. Namun mau tidak mau Vei harus tetap menjalani perkerjaanya demi menyambung hidup.
"Hei anak baru kemari, bantu aku mengantarkan pesanan ini ke ruang VIP." Ucap seorang gadis yang masih mengulum permen karet dimulutnya.
Dengan cepat Vei berlari menghampiri pelayan yang bernama Jessie tersebut. Vei mengikuti Jessie dan beberapa kali ia melihat Jessie berusaha menggoda para pria si klub malam tersebut. Vei hanya terdiam dan berusaha menghindari tubuhnya disentuh oleh pria manapun.
Tak lama pintu VIP dibuka. Terlihat beberapa orang berpakaian rapi tengah duduk ditemani gadis-gadis yang memang disediakan khusus diruang VIP tersebut. Jessie memberi isyarat kepada Vei untuk menuangkan bir ke gelas dan melayani para tamu. Sambil menunduk Vei menuangkan bir segelas demi segelas.
"Cukup...!"
Saat itu Velisa melihat kearah suara, dan betapa terkejutnya gadis itu saat melihat wajah laki-laki yang ada di hadapannya. Bahkan sangking terkejutnya Velisa sampai menjatuhkan botol bir ke lantai dan mengenai sepatu mahal salah seorang tamu di ruangan VIP.
Afran menoleh dan sama terkejutnya dengan Vei. Namun Afran bersikap seolah tidak mengenal Vei.
"Hei... kau benar-benar tidak becus, lihat apa yang kau lakukan dengan sepatu mahalku ini.Kau pikir gajimu cukup untuk mengganti sepatu in? Kau benar-benar..." pria yang sepatunya dittumpahi minuman tadi marah, menarik Vei dan mendorong gadis itu.
Vei merintih kesakitan saat kakinya membentur kursi. Sialnya lagi rok yang di pakai Velisa robek. Tentu saja hal itu sangat memalukan bagi Velisa. Velisa berlari meninggalkan kerumunan.
"Ayolah, dia tidak sengaja. Abaikan saja dia... aku akan membelikanmu sepatu yang lebih bagus lagi besok. Jangan hancurkan malam ini hanya karena wanita itu." Ucap salah seorang tamu yang tak kalah tampannya dari Afran saat melihat temannya hendak mengejar gadis itu.
Velisa langsung berjalan terburu-buru meninggalkan ruang VIP. Ketakutannya bukan karena ia hampir saja ditampar tapi Fey takut jika Afran menyadari keberadaannya di ruangan itu tadi.
Huft untung saja dia tidak melihatku, atau dia akan menangkapku dan menyerahkanku kepada pria hidung belang lagi seperti kemarin. Batin Fey.
Karena rok yang ia kenakan terkena cipratan bir, Fey lantas langsung bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkannya.
Di dalam kamar mandi Fey menatap wajahnya di cermin. Ia mengingatkan dirinya sendiri agar kejadian seperti tadi tidak terulang lagi. Velisa tau bahwa pekerjaan ini tidaklah mudah, salah-salah Vei bisa saja mengalami hal buruk seperti tadi.
"Bagaimana bisa Pria itu ada di sini, Ah... pasti dia sedang menjual gadis-gadis kepada pria yang ada di ruangan tadi. Ck... dasar bajingan, apa dia tidak punya saudara perempuan, kenapa setega itu menjual sesorang demi kepentingan dirinya. Untung saja aku dengan cepat kabur darinya." Kata Vei mengoceh sembari membersihkan roknya.
Tapi bagaimana jika dia sampai melihatku? Oh tidak-tidak ini tidak boleh terjadi. Batin Vei.
Sambil membersihkan roknya Vei berfikir bagaimana cara untuk menghindari Pria brengsek itu. Tidak mungkin dia terus bersembunyi di dalam kamar mandi. Dia juga harus bekerja atau Manager akan memarahinya. Yang gadis itu harus lakukan sesegera mungkin meninggalkan tempat tersebut.