Vei mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam klub melalu pintu utama. Tentu saja Vei masih khawatir entah-entah pemuda yang mengejarnya kemarin masih mencarinya dan menunggu kedatangannya. Akhirnya Vei berbalik dan masuk melalui pintu belakang gedung.
Dan secara kebetulan ia bertemu dengan Manager klub tersebut.
"Untuk apa kau datang?"
"Aku ingin bekerja Pak."
"Heh... Bekerja katamu, apa kau pikir klub malam ini milik orang tuamu. Kau datang dan pergi sesuka hatimu! Tidak ada... Silahkan pergi dan jangan pernah tunjukan lagi wajahmu di tempat ini." Ucap manager dengan tegas.
"Tapi... Pak... Tolong jangan pecat saya, kemarin saya sudah mengatakan kepada bapak bagaimana kondisi saya." Vei memohon.
"Aku tidak perduli. Pergilah... Karena aku sudah mendapatkan penggantimu."
"Pada akhirnya Velisa hanya berundur dan pergi meninggalkan gedung."
Sudah seminggu Velisa tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Mengingat tidak ingin menyusahkan bibi Margareth lebih lama, akhirnya Velisa memutuskan untuk bekerja malam ini. Keadaan bibi Margareth sudah lebih baik belakangan ini. Dia juga mulai beraktivitas seperti biasa. Walau sesekali trauma itu masih tampak jelas diwajahnya. Namun selama seminggu Velisa merawat Margareth dengan baik.
Vei akhirnya menyerah, membujuk Manager itu sepertinya hal yang sulit. Akhirnya Vei berjalan meninggalkan gedung itu. Vei tidak tahu ia harus pergi kemana. Ia bahkan tidak bisa bekerja dengan baik, padahal bibi Margareth sudah sengan susah payah membujuk Manager itu untuk menerima Vei.
Mengingat bibi Margareth, kebetulan rumah bordil tidak jauh dari tempat ia berdiri saat ini. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk mengunjungi Margareth, sekaligus mengecek keadaannya. Padahal Vei sudah melarang Margareth untuk bekerja, karena kondisinya yang belum stabil.
Welcome to Darling House.
Beberapa gadis penghibur terlihat berdiri di depan pintu masuk sembari merayu beberapa pria hidung belang yang berkunjung. Vei masuk dengan langkah tergesa-gesa melewati beberapa pasang pria dan wanita yang saling bercumbu mesra. Melihat pemandangan seperti itu membawa Vei kedalam trauma yang pernah ia lalui di masa lalu.
Tepat di ujung ruangan di bawah tangga Vei melihat Margareth sedang berbicara serius dengan dua orang pria. Wajah Margareth terlihat khawatir, sepertinya kedua pria itu sedang mengancam Margareth.
Melihat itu Vei tidak tinggal diam. Ia langsung berjalan menghampiri Margareth dan kedua pria. Vei takut salah satu dari pria itu adalah mantan kekasih Margareth yang kerap menyiksa Margareth.
"Lepaskan tanganmu dari tangan bibiku." Vei menepiskan tangan salah satu pria yang mencengkram tangan Bibi Margareth.
"Vei... Kenapa kau ada disini?" Tanya Margareth terkejut melihat Vei.
"Apa yang kalian inginkan dari bibiku?"
Saat itu mata Vei mengarah kepada sosok pria tua yang terlihat memegang tongkat. Pikiran kotor di benak Vei muncul. Kenapa pria setua itu ada di rumah dordil. Bukankah seharusnya pria tua itu di usianya saat ini, tengah duduk di rumah berkumpul bersama keluarga dan menikmati hari tua. Bukannya melakukan hal baik dia malah berbuat mesum.
Setidaknya saat itu, pikiran jorok tentang pria tua itu terus menghantui isi kepala Vei.
"Vei mere-"
"Bukankah seharusnya anda berada di rumah dan menikmati masa tua anda dengan cucu anda? Anda sudah setua ini tidak bisakah anda sedikit tau diri. Dan lagi anda sepertinya sedang memaksa bibi saya untuk melayani anda." Menengok kearah pengawal yang tadi menggenggam tangan Margareth." Lantas kau, apa yang kau lakukan dengan berdiri tegak seperti ini. Ya aku tau dia tuan mu, tapi bukankah seharusnya kau memperingati tuan mu." Vei beebicara tanpa henti dengan kemarahan yang meledak-ledak.
Sepertinya dengan pemecatannya tadi ia lampiaskan di tempat ini.
"Siapa kau berani bicara buruk tentang Tuan ku?" Pengawal itu berniat menampar Vei. Namun segera pria tua itu menahan tangan pengawalnya.
"Margareth siapa dia?" Tanya pria tua.
"Dia keponakan ku Tuan, maafkan Vei karena sudah berbuat lancang. Aku mohon kepada Tuan. Dan sekali lagi aku mohon agar tempat ini tidak di gusur. Jika anda melakukannya dimana aku akan menampung semua wanita ini." Ucap Margareth yang berlutut di hadapan Pria tua.
Seketika Vei terkejut. Ia langsung menarik tubuh Bibi Margareth untuk berdiri. Sepertinya dugaan Vei salah tentang pria yang ada di hadapannya.
"Vei minta maaflah juga... Aku tidak ingin karena sikapmu itu, Tuan besar akan marah dan malah merobohkan bangunan ini. Aku tidak pernah memintamu untuk ikut campur dengan urusanku." Margareth menatap Vei.
Vei tidak pernah melihat Margareth semarah ini. Vei menyadari kesalahannya dan langsung ikut berlutut di sebelah Margareth.
"Maafkan saya tuan karena sudah sangat lancang. Jika anda tersinggung dengan kata-kata saya tadi saya mohon maaf. Anda bisa menghukum saya tapi mohon jangan lampiasakan kemarahan anda kepada Bibi saya." Ucap Vei dengan tulus.
"Kalian berdua berdirilah. Aku tidak suka seperti ini..."
Kakek tua itu menarik Margareth dan Vei untuk berdiri.
"Margareth aku ingin menutup tempat ini adalah juga atas perintah cucuku. Dia tidak suka tempat ini berdiri di atas tanah keluarga kami. Aku menghargai pekerjaan mu tapi apa yang di katakan cucuku juga ada benarnya. Bukankah kau juga tau isu yang beredar luas, aku tidak ingin publik semakin membenarkan statement itu dan mendorong cucuku kedalam berita palsu."
"Tapi sema berita itu tidak benar, Tuan muda bahkan tidak pernah menginjakkan kakinya di tempat ini." Ucap Margareth.
"Ya aku tau dan kau tau, tapi pemikiran masyarakat tidak sama dengan kita Margareth. Lagipula... Kau sampai kapan kau mau bekerja seperti ini? Soal wanita yang ada di tempat ini, bahkan tanpamu mereka masih akan tetap melanjutkan hidup mereka. Mungkin saja dengan tutupnya rumah bordil ini mereka akan mendapatkan kehidupan yang lebih layak."
Kali ini Vei menatap Kakek tua itu dengan penuh kekaguman. Vei sangat menyesal sudah melontarkan kata-kata kasar kepada kakek tua itu. Sungguh kali ini untuk pertama kalinya Vei merasa kagum dengan seseorang.
"Tapi Tuan... Aku mohon jangan lakukan itu, anda tidak tau situasi apa yang sedang saya hadapi. Jika tempat ini di tutup saya bisa mati."
"Bibi..."
"Margareth aku akan memberimu perkerjaan yang layak, toh tempat ini juga akan dibangun menjadi pusat perbelanjaan. Aku akan meminta cucuku untuk menampungmu bekerja disini. Kau tidak akan mati kelaparan."
"Bukan Tuan, bukan karena itu..."
Vei melihat ada ketakutan di wajah Margareth. Sesekali Margareth juga menatap pria di ujung ruangan. Pria itu sepertinya tengah memperhatikan pembicaraan mereka.
"Aku akan memberimu waktu seminggu untuk menutup tempat ini Margareth. Jangan biarkan aku berbuat kasar, aku sudah cukup lama bersabar. Dan lagipula ini adalah untuk kebaikan semua orang. Jadi pertimbangan ini dengan baik."
Kakek tua itu memberi isyarat kepada pengawalnya untuk pergi.