Aku menatap wanita ini. Aku tidak mengerti, aku belum pernah berurusan dengan wanita ini, tapi kenapa dia sangat membenciku? Seakan aku telah mencuri barangnya, apakah hanya karena dia berteman baik dengan Stella?
Saat Stella melihatku di ruang ganti, wajahnya menjadi masam. Ketika dia bergegas melewatiku, aku dengan santai berkata, "Wanita Jalang, siapa yang kamu bicarakan?"
Langkah kaki Stella langsung berhenti, seolah-olah seseorang tiba-tiba memukulnya dari belakang. Dia berbalik dengan ekspresi kesal, "Siapa yang kamu panggil jalang?"
Aku mengangkat bahu sambil menatap wajah cantik itu, "Menurutmu?"
Setelah selesai berbicara, aku mengabaikan ekspresi kesal Stella dan meninggalkan ruang ganti seakan tidak memedulikan apa pun.
Namun aku tidak punya waktu untuk berpuas diri, sosok putih di depanku telah menghalangi jalanku.
Orang itu adalah Candra.
Dia mengenakan pakaian putih dengan ekspresi dan tubuh yang memancarkan aura dingin.
"Tidak peduli apa tujuanmu berhubungan dengan Tuan Muda Kelima, aku hanya ingin memperingatkanmu Tuan Muda Kelima bukanlah orang yang bisa kamu provokasi."
Aku menatap wajah familier yang tiba-tiba muncul di hadapanku. Setiap malam, aku bermimpi orang ini mencium bibir dan setiap bagian tubuhku dengan mesra. Orang ini juga yang mengatakan selamanya tidak akan mengkhianatiku, tapi dia tidur dengan mantan kekasihnya. Setelah aku masuk penjara, dia menceraikanku tanpa perasaan sedikit pun, dia juga membiarkanku keluar dari rumah tanpa mendapatkan harta sepeser pun. Dia yang memintaku menggugurkan janin di perutku. Dadaku sesak seperti tersumbat oleh kapas hingga aku hampir tidak bisa bernapas.
Aku memelintir kuku putih tipisku dengan erat, aku bisa dengan jelas merasakan rasa sakit di ujung jariku. Tiba-tiba, aku mengangkat pergelangan tangan dan saat dia tidak waspada sedikit pun, aku langsung menampar wajah dingin dan tampan Candra dengan keras.
"Mati saja kamu, Candra!"
Dengan sekejap, suara nyaring memecahkan keheningan klub. Aku melihat bekas tamparan merah di wajah tampan Candra. Ekspresi Candra terlihat kaget, alisnya berkedut dan sudut bibirnya bergemetar. Lalu, matanya yang jernih seketika menjadi gelap. Dia tidak berpikir aku akan memukulnya.
Pada saat ini, seseorang berteriak dari belakang.
"Candra ...."
Suara itu adalah suara Stella. Saat berlari ke arah kami dengan marah, dia melihat aku menampar wajah suaminya dengan keras. Stella kaget hingga menarik napas dalam.
"Candra, kenapa kamu membiarkan dia memukulmu?" Terdengar suara kesal Stella, "Candra, kamu ...."
Namun, aku sudah tidak ingin memedulikan mereka berdua. Aku berjalan menjauh dari tempat itu.
"Apa yang kamu lakukan?" Setelah mengganti pakaian, Tuan Muda Kelima berjalan keluar. Setelah mandi, rambutnya terlihat berdiri tegak seperti temperamen lelaki yang pemarah ini, tubuhnya mengeluarkan aroma mint segar. Dia mengenakan kaus putih ketat, gambar di bahu bajunya mirip dengan semacam totem dan celana panjang ketat, pakaiannya itu memberikan kesan nakal padanya.
"Tidak ada apa-apa."
Aku menyunggingkan sudut bibirku sambil berjalan ke arahnya. Di belakangku, Stella berteriak dengan nada marah dan kasihan pada Candra, "Candra, kenapa kamu membiarkan dia memukulmu? Lihat dirimu, kamu terluka parah ...."
Aku mengangkat wajahku ke Tuan Muda Kelima sambil tersenyum manis, lalu tanganku merangkul Tuan Muda Kelima, "Tuan Muda Kelima, aku sudah lelah, maukah kita pergi beli minum?"
"Baik."
Tuan Muda Kelima melirik ke arah Candra dan Stella, kemudian dia mengangkat sudut bibirnya ke arahku. Senyum itu cukup untuk membuat orang terpesona. Aku merangkul Tuan Muda Kelima dan kami datang ke ruang tunggu di sisi kanan klub.
Aku memesan dua cangkir kopi dan meminumnya dengan perlahan. Candra dan yang lain mungkin sudah pergi, aku tidak melihat mereka lagi. Setelah duduk di ruang tunggu sejenak, Tuan Muda Kelima meraih tanganku dan menatapku dengan mata yang sangat menawan, tatapan itu penuh dengan arti.
Aku ditarik oleh Tuan Muda Kelima dan dengan cepat kami tiba di kamar lantai tiga. Tuan Muda Kelima langsung menempelkan kartu di pintu, lalu pintu terbuka dengan cepat. Tuan Muda Kelima menarikku ke dalam, lalu menutup pintu dan langsung melemparku ke ranjang bulat di tengah ruangan.
Saat tubuh Tuan Muda Kelima yang tinggi dan kuat menekan tubuhku, detak jantungku hampir berhenti. Meskipun aku telah lama menetapkan hari untuk melakukan apa pun agar bisa mencapai tujuanku, saat ini aku merasa sangat gugup sehingga aku tidak bisa bernapas.
Aku akui bahwa aku tidak bisa seperti wanita lain yang bisa bersikap semaunya. Bayangan Candra melintas di depan mataku. Apakah aku terlalu murahan? Setelah dilukai olehnya hingga seperti terjatuh ke neraka, aku bahkan masih memikirkannya di saat seperti ini.
Setelah memikirkan hal itu, tiba-tiba rasa benci muncul di benakku. Aku mengatakan bahwa satu-satunya tujuan hidupku adalah membalas dendam pada Candra dan Stella. Karena aku ingin membalas dendam, aku harus melakukan apa pun yang aku bisa. Aku memberikan tubuhku pada Tuan Muda Kelima agar mempunyai kesempatan untuk membalas dendam, apakah ini salah?
Tepat ketika aku hendak mengangkat tangan untuk merangkul leher menawan Tuan Muda Kelima dan mempersembahkan diriku padanya, sebuah suara dingin tiba-tiba terdengar di atas kepalaku.
"Kamu menyesal?"
Terlintas aura gelap di mata indah seperti manik-manik kaca Tuan Muda Kelima, aku melihat kemarahan yang menumpuk dengan cepat di matanya.
Aku menggigit bibirku. Kemudian, aku melingkarkan lenganku di leher Tuan Muda Kelima. Aku merangkul di lehernya dan mencoba mencium bibirnya, tapi Tuan Muda Kelima tiba-tiba melambaikan tangannya dan menepisku. Aku berguling ke samping dengan menyedihkan. Saat aku mengangkat kepalaku, aku melihat Tuan Muda Kelima berdiri dengan wajah cemberut sambil merapikan pakaiannya. Dia mengangkat tangannya dan menekannya ke dinding di samping tempat tidur. Setelah beberapa saat, terdengar suara ketukan pintu dari luar.
"Masuklah."
Suara Tuan Muda Kelima terdengar sedikit marah karena tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.
Pintu didorong hingga terbuka, seorang wanita muda tinggi bertubuh seksi mengenakan yang gaun merah berjalan masuk.
Wanita itu mengenakan riasan tebal dengan kedua mata yang terlihat genit, "Siapa yang membuat Tuan Muda Kelima marah?"
Wanita itu berjalan ke hadapan Tuan Muda Kelima, lalu mengangkat jari-jarinya yang mengenakan berlian dan meletakkannya di bahu Tuan Muda Kelima. Tiba-tiba dia melihat aku yang berada di ranjang yang terlihat menyedihkan dan kaget, wanita itu tersenyum, "Oh, bukankah di sini sudah ada satu wanita? Apakah Tuan Muda Kelima ingin berpesta bersama?"
Aku tidak pernah membayangkan seorang wanita akan mengatakan sesuatu seperti itu. Seketika aku hampir memuntahkan kopi yang aku minum tadi. Berpesta bersama, meskipun aku belum pernah melihat adegan seperti itu, tetapi sebagai wanita yang telah menikah selama bertahun-tahun. Aku juga tahu apa arti kedua kata itu. Untuk beberapa saat, wajahku menjadi sangat merah.
"Memangnya kenapa kalau aku bermain bersama kalian dalam satu waktu?"
Tuan Muda Kelima tiba-tiba mengangkat tangannya, lalu mencubit dagu runcing wanita itu. Mata Tuan Muda Kelima menyipit, seakan mengungkapkan bahwa dia bukanlah orang yang mematuhi aturan.
"Oh, sangat bagus. Aku ingin melihat bagaimana Tuan Muda Kelima mengajak kami berdua bermain."
Wanita itu terkikik, dia juga mengulurkan jari-jarinya yang nakal untuk membelai dada Tuan Muda Kelima.