Aku menunjuk bos gendut itu. Aku tidak takut kejadian tadi malam diketahui oleh orang lain. Lagi pula, reputasiku sudah cukup buruk, aku juga tidak boleh melepaskan bos gendut begitu saja.
Wajah bos gendut itu menjadi pucat pasi, dia menunjuk ke arahku dengan marah, "Kamu ... kamu berbicara omong kosong, bahkan aku memiliki delapan mata pun tidak akan mungkin suka padamu!"
"Dia tidak berbicara omong kosong."
Pada saat ini, suara yang terdengar santai datang dari pintu. Bos gendut itu menatap pria itu dengan heran, aku juga mengalihkan pandanganku.
Seorang pria muda yang mengenakan kemeja berwarna abu-abu, celana panjang gelap dan dasi lurus muncul di pintu. Jemarinya yang ramping dan menawan itu sedang memegang sebuah ponsel hitam. Wajahnya lembut dan anggun itu memperlihatkan sedikit ketegasan.
Orang itu adalah Candra.
Layar ponsel dihidupkan, terdengar suara bos gendut dari ponsel itu, "Clara, aku tahu kamu adalah gadis yang baik. Memintamu melakukan pekerjaan seperti ini benar-benar sudah menyulitkanmu. "
Kamera perlahan berputar dan wajah menjijikkan bos gendut muncul di layar, tangannya meraba wajahku.
Satu per satu staf menunjukkan ekspresi terkejut dan tidak percaya. Mereka semua mulai berkomentar. Mungkin karena tidak ada seorang pun yang menyangka bos mereka akan begitu cabul.
Di layar, jari bos gemuk itu membelai wajahku yang halus. Sambil membelai dia berkata, "Sebenarnya, kamu bisa mengandalkan kecantikanmu untuk mendapatkan uang. Bagaimana kalau kamu berhubungan denganku satu kali, satu kali aku akan mengangkatmu bekerja di kantor ... aduh!"
Aku menendang tubuh bagian bawah bos gendut itu, dia melompat sambil berteriak, "Wanita berengsek, aku akan membunuhmu ...."
Di telingaku terdengar suara berisik para staf. Tidak pernah terpikirkan oleh staf pria jika bos mereka ternyata adalah lelaki bejat seperti ini, tapi beberapa staf wanita malah menundukkan kepala mereka.
Aku pernah melihat dengan mata kepala sendiri, bos gendut itu memasukkan tangannya yang gemuk ke dalam pakaian staf wanita, staf wanita itu ketakutan, tapi dia tidak berani mengatakan sepatah kata pun. Jadi tadi malam, setelah bos gendut muncul, aku takut dia memiliki niat jahat, aku lebih berhati-hati dan diam-diam menyalakan kamera ponselku, video inilah yang telah membantuku.
Bos gendut seakan merasa kelakuan bejatnya telah terekspos, seketika ekspresinya menjadi masam.
"Berikan gajinya," ucap Candra. Sorot matanya terlihat acuh tak acuh, tapi auranya seakan tidak dapat dilawan.
Mungkin tahu dirinya bersalah atau mungkin dia takut saat berhadapan dengan Candra, bos gendut itu mengambil setumpuk uang dari sakunya dengan patuh dan melemparkannya ke meja resepsionis yang berada di sampingnya.
Aku mengambil 9 juta, lalu membawa uangku pergi dari perusahaan ekspedisi tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Setelah aku pergi, Candra juga berbalik dan pergi.
Aku tidak tahu kenapa Candra membantuku. Bukankah dia seharusnya membenciku? Aku pernah menabrak kekasih dan putrinya. Seharusnya dia menertawakanku.
Namun, aku tidak punya waktu untuk memikirkannya, hatiku merasa sangat bingung. Penderitaanku, kesedihanku dan semua kemalanganku saat ini terlihat olehnya. Apa yang lebih menyedihkan dibandingkan dengan kehilangan muka di depan mantan suamiku?
"Tunggu."
Tiba-tiba suara Candra datang dari belakang.
Tubuhku sepertinya tidak bisa bergerak, langkahku terhenti. Candra melangkah maju, tubuhnya yang ramping berdiri di depanku, lalu menyerahkan ponsel hitam di tangannya.
"Aku kembalikan padamu."
Aku mendongak dan menatap mata hitam pria itu. Sama seperti beberapa tahun lalu, tatapannya lembut dan tenang. Ketika aku menatapnya, dia juga menatapku. Di dalam mata yang dalam itu seakan terlintas sedikit perasaan gegabah.
Setelah beberapa puluh detik kemudian, kami masih mempertahankan posisi saling bertatapan satu sama lain. Tidak ada satu pun yang berbicara, udara seakan membeku.
Mata hitam Candra bagaikan sebuah pusaran. Saat aku melihatnya, perlahan-lahan aku tersedot ke dalamnya. Sama seperti saat pertemuan pertamaku dengannya bertahun-tahun yang lalu, dia menatapku dengan senyum nakal, sementara aku terpikat dengan senyumnya yang lembut dan pelan itu.
Tiba-tiba aku mengulurkan tangan, lalu mengambil ponsel hitam yang berada di telapak tangannya dan memasukkannya ke dalam tasku. Aku pergi tanpa melihat ke belakang.
Langkah kaki sangat tergesa-gesa, seolah-olah aku melarikan diri dari binatang buas yang menakutkan.
Sepanjang jalan aku tidak melihat ke belakang. Aku tidak tahu apakah Candra sudah pergi atau tidak. Aku hanya ingin segera melarikan dari tempat ini, melarikan diri dari rasa malu karena hampir hilang kendali.
Sudah hampir tiga tahun, aku menerima pengkhianatan yang sangat menyakitkan. Dua tahun dipenjara, ternyata aku masih belum bisa sepenuhnya mengabaikan pria ini.
Hari ini, untuk apa yang dia melakukan ini?
Dia bisa saja membuang ponselku atau membiarkannya tergeletak begitu saja di lantai Kediaman Keluarga Fernandes. Akan tetapi dia malah mengambilnya dan mengembalikannya kepadaku. Saat aku diancam, dia memberikan bantuan. Kenapa dia bersikap seperti ini? Bukankah seharusnya dia membenciku?
Selain itu, bagaimana dia tahu aku merekam video ini di ponselku? Apakah dia membuka semua data di ponselku? Perasaan macam apa yang dia miliki saat memeriksa data-data itu?
Pikiranku sangat kacau, aku tidak memperhatikan sebuah mobil Santana hitam tanpa plat nomor tiba-tiba keluar. Pengemudi sepertinya sama sekali tidak melihatku yang sedang berjalan kaki atau remnya blong. Intinya mobil itu melaju ke arahku dengan kecepatan penuh.
Ketika aku sadar, sudah terlambat untuk menghindar. Aku hanya menatap mobil yang bergegas ke arahku seperti anak panah dengan ekspresi terkejut. Saat berikutnya, aku akan menghadapi nasib tertabrak hingga terpelanting.
Pada saat ini, sebuah kekuatan yang kuat meraih lenganku, tubuhku tertarik oleh kekuatan yang tiba-tiba itu, kemudian aku berputar dan tubuhku langsung menabrak benda padat.
Aku menabrak benda padat itu hingga kepalaku terasa pusing.
Aku mengangkat kepalaku dalam keadaan linglung, tiba-tiba aku melihat mata cerah Candra.
Aku mendengar suara tajam dari roda mobil yang bergesekan dengan tanah. Mobil itu melaju pergi tanpa berhenti. Pada saat ini, aku tidak menyadari ini sama sekali bukanlah sebuah kecelakaan.
"Kenapa kamu begitu ceroboh!" Tangan kanan Candra masih memegang lengan kiriku, matanya menatap tajam, terlihat jelas kekhawatiran di wajahnya. Sementara aku masih dalam pelukannya, kami berada dalam posisi paling intim yang hanya dimiliki oleh sepasang kekasih.
Setelah tertegun beberapa saat, aku sadar kembali dan menyadari bahwa Candra yang menyelamatkanku. Jika bukan karena dia, saat aku sudah mati di jalanan.
"Terima kasih."
Aku melepaskan lengan Candra dan aku menggunakan tanganku yang lain untuk menepuk-nepuk tempat yang digenggam Candra, seolah-olah sudah ternoda oleh kotoran. Tidak ada cara lain, aku merasa jijik dengan tangan yang memegang tangan wanita lain.
Seketika mata Candra dipenuhi dengan rasa tidak percaya. Dia mungkin tidak pernah membayangkan bahwa dia telah menyelamatkanku, tapi aku malah sangat membencinya.
Aku berbalik dan pergi tanpa menoleh ke belakang, tapi aku berpikir, 'Candra tidak pergi dari tadi. Saat dia melihatku dalam bahaya, apakah dia segera berlari ke arahku?'
Kenapa dia menyelamatkanku?
Bukankah seharusnya dia membenciku dan berharap aku mati?