Chereads / Direktur, Ayo Cerai / Chapter 83 - ##Bab 83 Balas Dendam

Chapter 83 - ##Bab 83 Balas Dendam

Pria seperti ini sangatlah berbahaya. Selama dia berniat untuk mendekati, mungkin tidak ada wanita yang bisa lepas dari pesonanya. Jadi, Usha sangat menyukainya, Febi bisa sepenuhnya memahami hal itu.

"Ryan sudah menunggumu di luar. Kalau tidak ada masalah lagi, Nona Febi bisa pergi sekarang," kata Julian dengan dingin, bahkan dia tidak mengangkat kepalanya.

Dia terang-terangan mengusirnya.

Hanya saja ....

Febi tidak menyadari tangan Julian yang sedang membalik dokumen semakin menegang.

"Terima kasih hari ini telah menyelamatkanku dari masalah dan terima kasih atas pakaianmu. Lain kali ... aku akan mengembalikan uangmu." Karena Julian ingin memutuskan hubungan, maka lebih baik diputuskan dengan jelas.

Mengembalikan uangnya?

Sangat bagus!

Hubungannya diputus dengan bersih!

Julian membalik halaman dokumen dan mengencangkan jari-jarinya, "Tidak perlu, seperti yang dikatakan Nona Febi, kita tidak akan bertemu lagi."

Hati Febi menegang dan dia menggigit bibirnya, "Baiklah. Tapi, ada satu hal lagi .... Insiden hari ini sangat heboh, kalau Pak Julian tidak peduli sama sekali, maka berita itu akan disebar di banyak surat kabar besok. Ini adalah perjamuan untuk peluncuran proyek baru Hotel Hydra. Kalau ada skandal, tidak hanya akan mempengaruhi citra Pak Julian dan Hotel Hydra, juga akan mengaburkan perhatian semua orang. Oleh karena itu, lebih baik Pak Julian menyelesaikan masalah ini malam ini."

Julian berdiri dan menatapnya dari atas ke bawah. Nada suaranya dingin dan penuh ejekan, "Nyonya Muda Dinata tidak perlu khawatir tentang hal-hal ini. Kamu lebih baik pulang dan urusi suamimu."

Dari "Nona Febi" menjadi "Nyonya Muda Dinata", jarak di antara mereka menjadi lebih jauh ....

Febi tiba-tiba merasa apa yang dia katakan barusan hanya sesuatu yang sia-sia. Kelihaian dan kebijaksanaan Julian jelas telah mempertimbangkan hal-hal ini sejak lama.

"Kalau begitu ... selamat tinggal."

Melihat wajah kecil Febi yang memerah, tidak tahu kenapa Julian merasakan seakan ada duri di hatinya. Tiba-tiba Julian mencubit wajahnya dan di bawah mata Febi yang terkejut, Julian membalasnya dengan menggigit bibir Febi tanpa menunjukkan belas kasihan sedikit pun.

"Umm ...." Febi terkejut dan sakit, dia ingin meronta dengan suara rendah, tapi Julian sudah mengulurkan tangannya dan melepaskan Febi dengan acuh tak acuh. Kemudian, dia mengeluarkan kata-kata yang sangat dingin, "Pergi! Segera menghilang dari hadapanku! Kelak, tidak peduli bagaimana kamu ditindas, dipermainkan atau ditinggalkan oleh Nando, aku tidak akan peduli padamu lagi!"

Hati Febi, seperti ditusuk oleh sesuatu yang tajam, sangat sakit ....

Pintu dibuka oleh Julian.

Febi menyentuh bibirnya yang terasa perih. Di bibir Febi seolah-olah masih tersisa panas dan kemarahan Julian.

Kemudian ....

Febi berjalan keluar dari kamar dengan kaku. Langkah demi langkah, menjauh darinya dan semakin jauh ....

...

Pada saat ini, di kamar presiden suite yang lain.

Vonny sedang mandi, sementara Nando masih gelisah. Dia tidak tahu apa yang salah dengannya, jelas-jelas Vonny berada di sisinya. Namun pada saat ini, sosok lain terus muncul di benaknya.

Mata Febi yang tidak rela dan putus asa ....

Penampilan Febi yang tampak rapuh ketika diselamatkan oleh Julian ....

Febi yang dikelilingi oleh media, ketika dia diserang oleh pertanyaan-pertanyaan kejam, dia masih sangat keras kepala ....

Febi dan Julian berpegangan tangan di depan umum, serta Febi yang dikejutkan oleh pernyataan cinta Julian ....

Setiap adegan bercampur menjadi satu, hingga membuat Nando merasa tersiksa. Dimana dia sekarang? Apakah Febi masih bersama Julian? Apa yang mereka lakukan?

Tidak! Nando tidak bisa berdiam diri lagi!

"Vonny." Nando mengetuk pintu kamar mandi, "Ada hal yang perlu aku selesaikan. Aku pergi dulu. Malam ini kamu istirahatlah lebih awal. Besok aku akan datang lagi."

"Apakah kamu tidak tinggal bersamaku?" Suara lembut Vonny datang dari kamar mandi, terdengar sedikit sedih dan kasihan.

Namun, pada saat ini, Nando tidak bisa memedulikan hal ini lagi, "Aku harus kembali. Usha telah melihat apa yang terjadi malam ini. Sekarang orang tuaku pasti sudah tahu, mereka butuh penjelasan."

Ya! Butuh penjelasan! Tidak hanya orang tuanya, Nando juga harus mendapatkan penjelasan dari Febi.

Pintu kamar mandi ditarik terbuka dari dalam. Vonny mengenakan handuk dan berjalan keluar. Dia menatap Nando dengan mata memerah, "Bagaimana kalau ... aku ingin kamu menginap malam ini?"

"Vonny ...." Nando sedikit tidak berdaya.

Setetes air mata jatuh dari mata Vonny. Dia tiba-tiba membuka tangannya dan memeluk Nando dengan erat.

"Nando, hari ini aku baru tahu kamu sudah menikah .... Kamu kembali, itu artinya kamu kembali ke sisi istrimu. Menurutmu, bagaimana aku rela membiarkanmu pergi?" isak Vonny dengan ekspresi menyedihkan yang langsung menusuk hati Nando, hingga membuatnya merasa bersalah, "Maafkan aku, Vonny, aku tidak bermaksud menyembunyikannya darimu. Aku hanya tidak ingin menyakitimu."

"Aku tahu, aku tahu semuanya, jadi aku tidak menyalahkanmu. Tapi, kamu harus berjanji padaku ...." Vonny mundur sedikit dan menatap Nando, "Bolehkah kamu bercerai sesegera mungkin? Nando, kita saling mencintai, istrimu adalah pihak ketiga. Seharusnya kita yang bersama, bukan? Aku bisa memberimu kebahagiaan, melahirkan anak untukmu dan memberimu keluarga yang sempurna."

Ya, inilah kehidupan yang selalu diinginkan Nando. Beberapa tahun yang lalu, seharusnya dia menikah dengan Vonny. Dia telah memutuskan untuk menunggunya kembali, tapi Febi merusak semuanya. Karena tekanan ayahnya, Nando tidak bisa menolak. Nando sudah memperingati Febi berulang kali mereka tidak akan berbahagia dalam pernikahan ini, tapi wanita bodoh itu melompat ke dalam jurang tanpa ragu-ragu.

Selama dua tahun terakhir, Nando sangat membenci Febi. Setiap detik dia berpikir bagaimana menyingkirkannya. Namun, sekarang Nando mendengar Vonny membujuknya untuk bercerai, dia langsung menentang masalah ini.

"Nando, kenapa kamu tidak berbicara?" tanya Vonny dengan pelan sambil menatapnya.

Nando mendorongnya menjauh, "Vonny, kita akan membicarakan hal ini nanti. Apa yang harus segera kita selesaikan sekarang adalah hal-hal yang mendesak. Sekarang ayahku pasti marah, kalau aku masih mengusulkan cerai, itu sama saja dengan mencari masalah. Aku akan kembali dulu, kamu istirahatlah lebih awal."

Kali ini, Nando tidak tinggal lebih lama lagi. Dia berbalik dan berjalan keluar dengan cepat.

Melihat punggung yang pergi dengan terburu-buru, Vonny maju selangkah, tapi bagaimana mungkin Vonny bisa mengejarnya? Jika dia sudah berniat pergi, apakah dia akan tetap tinggal?

Vonny mengepalkan tangannya erat-erat, wajahnya sangat tidak rela.

Pria ini .... Kali ini, dia tidak akan pernah melepaskannya walau apa pun yang terjadi.

...

Di sisi lain, Ryan sedang mengemudi.

Ryan duduk di kursi belakang dan melihat ke luar jendela dalam diam, pemandangan di luar jendela melintas di matanya. Ekspresinya terlihat kosong.

Mungkin ... hari ini hubungannya dengan Julian benar-benar telah kandas.

Saat Febi berada di aula samping, dia benar-benar tenggelam dalam kelembutan dan dominasi Julian. Febi suka ciuman, kehangatan dan kemesraannya bersama Julian ....

Namun, setelah keluar dari pintu itu, kenyataan menghantam wajahnya, semua itu bukanlah sesuatu yang bisa dia tanggung.

Sementara hari ini, hubungannya dengan Nando benar-benar telah berakhir.

Setelah malam ini dia kembali, Febi memikirkan dirinya pasti akan menjalani pertempuran sengit. Usha pasti sudah memberi tahu Bella tentang apa yang terjadi malam ini dan membesar-besarkan masalah, tidak, sama sekali tidak perlu membesar-besarkan masalah. Bahkan hanya mengatakan fakta saja sudah cukup untuk ibu mertuanya menggertakkan gigi dan menguliti Febi.

"Nyonya Muda, kita sudah tiba." Suara Ryan menarik kembali lamunannya.

"Terima kasih." Febi tersadar dari lamunannya dan berterima kasih. Ryan keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Febi dengan sopan. Febi keluar dari mobil, lalu meliriknya dan tiba-tiba berkata, "Ryan, bolehkah aku menanyakan satu hal?"

"Nyonya Muda terlalu sungkan. Kalau Anda memiliki pertanyaan, Anda dapat menanyakannya langsung."

"Pak Julian .... Apakah dia akrab dengan Nona Vonny?" Febi ragu-ragu sejenak, tapi dia masih menanyakan keraguan di hatinya. Meskipun Febi tahu ini sangat kasar dan tiba-tiba.

"Nona Vonny?" Ryan tersenyum pelan, "Pak Julian sangat akrab dengan banyak nona yang bernama Vonny. Banyak klien kami memiliki nama Vonny, saya tidak tahu Nona Vonny mana yang Anda maksud."

"Orang yang datang pada perjamuan malam ini, Vonny Febrian."

"Ah, dia ...." Ryan mengangguk seolah tiba-tiba menyadari, "Nona Vonny ini baru saja bertemu Pak Julian, karena Nona Vonny selalu memesan kamar presiden suite di hotel kami dan dianggap sebagai pelanggan VVIP. Jadi. Pak Julian memberi perhatian khusus."

Selalu memesan kamar presiden suite? Ruangan itu mungkin dipenuhi dengan aroma tubuh Julian.

Febi mengangguk pertanda telah mengetahuinya, "Jadi, hubungan antara Pak Julian dan Nona Vonny hanyalah hubungan pelanggan?"

Ryan tersenyum dan berkata, "Betul."

"Terima kasih kalau begitu." Febi mengangguk, "Ryan, terima kasih telah mengirimku kembali hari ini, aku akan pergi dulu. Sampai jumpa!"

Setelah mengatakan itu, dia melambaikan tangannya pada Ryan dan berbalik untuk memasuki Kediaman Keluarga Dinata.

Jika Vonny tidak ada hubungannya dengan Julian, lalu alasan mengapa Vonny mengucapkan kata-kata itu hanya untuk menyerang dirinya?

Dapat dimengerti! Bagaimanapun juga, mereka berdua adalah saingan dalam cinta, Vonny pasti tidak ingin Febi memiliki kehidupan yang lebih baik.

Seperti yang dikatakan Tasya, dia mungkin sudah tahu bahwa Nando dan dia adalah suami istri, tapi dia polos di hadapan Nando! Tentu saja, Nando mempercayai segalanya.

Melihat cahaya lampu yang bersinar dari aula, Febi mengambil napas dalam-dalam, mempersiapkan diri secara psikologis dan membuka pintu yang mewah.

Sesuai dengan dugaannya ....

Di aula, Bella dan Usha duduk di sana dengan marah, sementara Samuel duduk di kursi utama, wajahnya masih sangat serius dan wajahnya yang sudah menua itu tidak menunjukkan tanda-tanda naik turunnya emosi.

Melihat ayah mertuanya, Febi merasa bersalah. Meskipun dia dan Julian belum mencapai langkah terakhir, Febi harus mengakui bahwa dia sudah goyah. Dia merasa bersalah atas kepercayaan yang diberikan oleh ayah mertuanya.

Febi mengganti sepatunya, lalu berjalan masuk dan menyapa, "Ayah, Ibu."

"Eh, wanita penggoda masih ingat jalan pulang, aku pikir masih berkencan dengan pria di luar sana, sampai-sampai lupa untuk pulang," ucap Bella dengan nada mengejek.

Usha sudah berdiri dan melotot marah, "Febi, hari ini di hadapan Ayah dan Ibu, kamu harus memberitahuku dengan jelas! Katakan padaku, kenapa kamu merayunya? Tidakkah kamu tahu bahwa aku ingin berkencan dengannya?"

Febi menarik napas dalam-dalam dan tidak menjelaskan apa pun. Dia hanya menatap ayah mertuanya, "Ayah, maafkan aku ...."

Samuel tampak tenang, dia menunjuk ke arah sofa, "Kamu duduk dulu."

"Apakah wanita seperti ini masih pantas duduk?" sela Bella dengan cepat.

"Ayah, hari ini kalau Ayah masih membelanya, aku ... aku akan kabur dari rumah dan tidak akan kembali lagi!" Usha marah hingga matanya menjadi merah dan menatap Febi dengan penuh kebencian.

Febi tidak duduk, dia hanya berdiri di depan ayah mertuanya. "Ayah, terima kasih telah merawatku dan keluargaku selama bertahun-tahun."

Febi mengerucutkan bibirnya, lalu menghela napas dan berkata, "Tolong izinkan aku bercerai dengan Nando."

Usha tertegun dan berteriak tanpa berpikir panjang, "Tidak boleh!"

Bella menatapnya, "Kenapa tidak boleh? Lebih baik mereka bercerai. Kelak kakakmu dapat menemukan pasangan yang lebih baik!"

"Bu, kenapa dia bercerai? Bukankah dia ingin pergi mencari senior? Putramu sudah mempermalukanmu. Apakah Ibu ingin hubunganku dan senior dihancurkan wanita ini?"

Ketika Usha mengatakan ini, Bella tidak tahu harus berbuat apa.

"Aku tidak ingin mencari Julian, aku mengajukan perceraian tidak ada hubungan dengannya!" Febi tidak bisa menahan diri untuk tidak membela diri.

Usha tersenyum dingin, "Siapa yang akan percaya apa yang kamu katakan? Aku sudah melihat semua masalah malam ini!"

"Tutup mulut kalian!" bentak Samuel. Semua orang berhenti berbicara, lalu dia memandang Febi, "Febi, Ayah pernah tidak akan pernah setuju kalian bercerai."

"Ya, tidak bercerai!" Jarang-jarang Usha mendukung keputusan ayahnya.

"Tapi Ayah, aku dan Nando benar-benar tidak bisa bersama lagi!"

Febi benar- benar kecewa dan putus asa. Dalam pernikahan ini, dia merasa tidak ada gunanya lagi dia berpegang teguh.

Sebelum Samuel bisa berbicara, pintu tiba-tiba didorong terbuka dari luar. Nando mendorong pintu dan masuk tanpa mengganti sepatunya. Dia langsung berjalan ke arah Febi dengan kesal.

"Bercerai? Febi, sudah aku bilang, jangan pernah memikirkannya!"

Ketika Nando kembali dan memperlihatkan sikap ingin bertengkar dengannya ini malah membuat Febi merasa tenang. Mereka seharusnya terbuka seperti ini sejak lama, mengatakan semua dengan jelas di depan ayah mertuanya.

"Nando, tolong beri aku alasan untuk tidak bercerai! Selama alasan ini bisa meyakinkanku, aku akan berjanji padamu untuk tidak bercerai!"

"Menurutmu apa hakmu untuk berbicara denganku seperti ini? Aku katakan padamu, aku tidak ingin bercerai karena tidak ingin merestui hubunganmu dengan Julian! Jadi, aku tidak akan pernah bercerai!"

"Ya, apa yang Kakak katakan benar!" Usha menyemangati Nando.

Saat dia mendengarnya, Febi hanya merasa lucu. Dia meliriknya seolah sedang bercanda, "Nando, kamu benar-benar sudah tidak bisa ditolong lagi!"

Setelah itu, Febi menoleh ke arah Samuel, "Ayah, kali ini tolong hargai keputusanku. Aku akan naik dan menyiapkan surat cerai terlebih dulu."

Kemudian, Febi tidak peduli pada ekspresi tidak setuju Samuel, dia memegang tasnya dan hendak naik ke atas. Namun, Nando sangat marah dan meraih tangannya, "Tidak bisakah kamu mengerti kata-kataku? Aku bilang tidak cerai! Tidak akan bercerai!"

Febi sudah kehilangan kesabarannya. Dia menepis tangannya dan menatap mata Nando, "Nando, bolehkah kita melepaskan satu sama lain? Jangan membuatku semakin muak padamu!"

Nando tidak tahu apa yang terjadi padanya, apalagi apa yang dia pikirkan saat ini. Hal yang dia tahu hanyalah dia tidak bisa dan tidak ingin membiarkan wanita ini pergi.

Melihat tekad di wajah Febi, Nando mulai panik. Dia tahu betapa keras kepala wanita ini. Asalkan dia telah mengambil keputusan, mungkin benar-benar tidak ada kesempatan untuk Nando lagi.

"Febi, kalau kamu marah tentang apa yang terjadi malam ini, aku ... aku minta maaf padamu."

Sikap Nando malah membuat Febi terkejut. Sebelum dia berbicara, Nando berkata lagi, "Tapi, masalah kamu dan Julian pergi juga membuatku menanggung malu. Kita ... impas!"

"Tidak, kamu salah, aku sama sekali tidak marah. Sebaliknya, aku berterima kasih, terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan malam ini. Kamu memberitahuku dengan jelas apa pun yang terjadi pernikahan kita sudah tidak dapat dipertahankan lagi!" Febi menatapnya, seakan memikirkan semua keluhan dan penghinaan yang dia derita dalam pernikahannya dalam dua tahun terakhir, tiba-tiba matanya memerah, "Nando, tentang kata impas yang kamu ucapkan, aku akan memberitahumu. Di antara kita tidak akan pernah ada kata impas. Aku bertahan dalam pernikahan ini selama dua tahun. Selama dua tahun ini, kamu meninggalkanku sendirian! Ketika kamu bermain dengan wanita-wanita di luar, kamu tidak pernah berpikir masih ada seorang istri yang menunggumu di rumah. Ketika kamu berkata kamu dapat memiliki banyak anak dengan wanita lain, kamu tidak pernah mengerti kepahitan dan ketidakberdayaan saat ibu memintaku melahirkan anak!"

Berbicara sampai di sini, Febi mulai terisak, air mata telah menumpuk di matanya. Namun, dia dengan keras kepala menahan air matanya dan menahan kepahitan yang dia rasakan. Selama bertahun-tahun, dia sudah terbiasa dengan hal ini.

"Bukankah kamu terus bertanya kepadaku, kepada siapa aku memberikan pertama kaliku?" Febi mendengar suaranya bergetar. Hal ini adalah penyesalan dan lukanya. Sekarang, dia akan membongkarnya, seberapa parah rasa sakit dan penghinaan yang dia dapatkan, hanya dia sendiri yang tahu.

"Pertama kaliku adalah ketika kamu dan Vonny bermesraan di Hotel Hydra dan tidak pulang selama beberapa hari, terbuang sia-sia di meja pemeriksaan ginekologi! Sampai sekarang, aku tidak akan lupa dengan rasa sakit itu ...." Rasa sakit di tubuh jauh lebih sedikit daripada rasa sakit di hati.

Di bawah mata kaget semua orang, Febi tersenyum dan menangis, "Tapi aku bersyukur atas rasa sakit ini. Sakit ini yang selalu mengingatkanku bahwa aku harus bangun! Aku harus melepaskanmu dan membiarkanmu bersama wanita yang kamu cintai, juga membiarkan aku lepas dari penderitaan ini, agar aku bisa bernapas. Agar aku lepas dari rasa sakit ini!"

Setelah Febi selesai berbicara, semua orang terdiam.

Samuel, Bella dan Usha terperangkap dalam kata-kata yang Febi ucapkan, mereka semua tercengang. Dalam dua tahun terakhir, mereka tidak pernah berhubungan? Selain itu ... pertama kali Febi hilang seperti itu ....

Astaga!

Usha yang merupakan seorang wanita muda juga bersimpati dengan Febi.

Samuel kembali ke akal sehatnya, dia sangat marah hingga kepalanya seakan mengeluarkan asap.

"Dasar anak bajingan!" Samuel mengambil asbak dan hendak melepar Nando. Untungnya, Bella bereaksi dengan cepat dan meraih tangannya dengan erat, "Suamiku, tenang, tenang! Ini sudah terjadi, sudah terlambat untuk marah sekarang!"

Saat ini, Nando masih berdiri di sana. Dia benar-benar tercengang, segala macam emosi rumit melonjak dan merobek hatinya. Kali ini adalah pertama kalinya Febi mengeluarkan isi hatinya, itu juga pertama kalinya dia tahu betapa salahnya dia.

Hati Nando dipenuhi rasa bersalah dan penyesalan. Sebagai seorang pria, dia tidak bisa membayangkan betapa menyakitkannya kesucian seorang wanita harus disia-siakan dengan seperti itu.

Melihat sosok ramping Febi berjalan ke atas selangkah demi selangkah, tanpa berpikir panjang dia mengikutinya dan lengannya tiba-tiba memeluk Febi dari belakang.

"Lepaskan aku!" Bagaikan seekor landak, Febi ingin melepaskan lengan Nando. Sekarang pelukan ini, dia sama sekali tidak menginginkannya lagi. Semua sudah terlambat! Selain itu, saat dia sangat membutuhkannya, dia selalu ada untuk wanita lain ....

Nando merasakan hatinya terasa pahit, Febi meronta, tapi dia tidak melepaskannya. Akhirnya, Nando berkata dengan suara rendah dan tidak nyaman, "Maaf!"

Untuk wanita ini, dia tidak pernah menurunkan harga dirinya, apalagi memikirkan suatu hari dia akan berbicara dengannya dengan suara rendah. Dulu, Febi adalah seorang istri yang sangat kompeten. Malam hari, Febi memakaikan selimut pada Nando, karena takut dia akan kedinginan. Pagi hari, Febi akan menyiapkan bekal untuknya, meskipun di hadapan Febi, Nando selalu membuangnya bekal itu di tempat sampah. Bahkan saat Nando pulang setelah menghabiskan malam dengan wanita lain, dia masih akan melihat barang-barang yang dia perlukan untuk melakukan perjalanan bisnis telah dikemas dengan rapi.

Namun, tidak tahu kapan, Febi yang seperti itu telah menghilang ....

Sekarang, Nando bahkan sedikit merindukan Febi yang dulu.

"Aku tidak tahu masalahnya seperti itu, Febi, aku minta maaf padamu. Kamu bisa memarahiku atau memukulku sesukamu. Tapi jangan bercerai denganku, aku tidak setuju bercerai, apa kamu mengerti?"

Tidak mengerti!

Febi juga tidak mau mengerti!

Apa yang membuat Febi bertahan? Apakah rasa tidak rela di hatinya?

Febi menepis tangan Nando dengan kuat. Dia berbalik, lalu menatap Nando dan berkata dengan wajah tanpa ekspresi, "Kalau kamu tidak ingin bercerai. Baiklah, aku bisa menyetujuinya."

Kata-katanya membuat mata Nando berbinar, "Benarkah?"

"Tapi, aku punya syarat!"

"Kamu bilang saja, selama aku bisa melakukannya, aku akan melakukan yang terbaik." Nando tidak menyadari betapa baik suasana hatinya saat ini.

Febi tidak langsung mengatakannya, dia menundukkan kepalanya dan mengeluarkan ponsel dari tasnya, kemudian menyerahkannya kepada Nando. Nando sepertinya tidak mengerti.

"Pegang."

Nando mengambilnya sambil berkata, "Apa syaratnya?"

"Telepon Vonny. Katakan padanya kamu tidak akan pernah menceraikanku dan katakan juga padanya kelak dia harus menjauhimu. Tidak ada lagi kemungkinan antara kamu dan dia!"

Nando tercengang. Dia memegang ponsel dan tidak bergerak.

Samuel sangat kesal sehingga dia ingin memukulnya lagi. Dia berdiri di lantai bawah dengan wajah dingin dan berteriak dengan marah, "Cepat telepon!"

Nando menggerakkan jarinya, lalu berhenti lagi. Dia menatap Febi, "Kelak, aku akan menjelaskan langsung di hadapannya. Selama ini ... dia mengikutiku tanpa ada status apa pun, dia sudah menderita ...."

Febi tertawa.

Dia tidak kecewa.

Sungguh, Febi tidak kecewa sama sekali.

Hasil ini adalah hasil yang sudah dia pikirkan, jadi suasana hati Febi sama sekali tidak ada gejolak sedikit pun.

Febi mengambil kembali ponselnya dengan tenang, "Tidak peduli apa yang Tuan Muda Nando katakan padanya kelak, itu sudah tidak ada hubungannya denganku lagi."

Nando terkejut, "Apa maksudmu?"

"Apakah kamu tidak mengerti? Karena kamu tidak bisa memutuskan hubungan dengannya, aku tidak bisa tidak bercerai denganmu!"

Sikap lama Nando kembali muncul, kemarahannya muncul lagi, "Febi, jangan tidak masuk akal! Aku sudah berkata akan menjelaskan padanya, aku akan menjelaskannya dengan jelas. Kamu harus memberiku waktu!"

"Ingat apa yang kamu katakan kepadaku? Kamu tidak ingin barang bekas yang dimainkan orang lain. Tuan Muda Nando, aku akan mengembalikan kalimat ini sekarang. Tolong hargai dirimu sendiri!"

Jika Febi tidak ingin memiliki sesuatu yang ekstra dengan Nando, Febi kembali ke kamar untuk mengambil kabel data, kemudian dia pergi ke ruang belajar untuk mencetak surat cerai.

...

Di lantai bawah, Nando terduduk di sofa, wajahnya yang sedih ditutupi dengan telapak tangannya. Dia tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi hatinya merasa kacau.

"Ayah, pikirkan cara! Kamu jangan membiarkan mereka berpisah!" Usha sangat cemas dan Bella tidak tahu harus berbuat apa. Dia benar-benar berharap putranya akan menceraikannya, tapi melihat putrinya, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Karena, jika putrinya benar-benar bisa menikah dengan Julian, itu akan menjadi hal yang sangat terhormat. Terlebih lagi, jika setelah bercerai Febi bersama Julian, itu benar-benar akan memberi mereka tamparan paling keras di wajah Bella.

Bella tidak bisa menanggung kerugian seperti itu.

"Anak tidak berguna!" Samuel menunjuk putranya, tangannya gemetar, dia benar-benar kesal dengan Nando, "Kamu benar-benar menghancurkan gadis sebaik Febi! Bagaimana aku harus menjelaskan pada ibunya? Dasar bajingan!"

"Sudah,sudah. Kamu cepat pikirkan cara!" bujuk Bella pada suaminya. Samuel naik ke atas sambil memelototi istrinya, "Semua karena kamu terlalu memanjakannya!"