Chereads / Direktur, Ayo Cerai / Chapter 84 - ##Bab 84 Lelah Fisik Dan Mental

Chapter 84 - ##Bab 84 Lelah Fisik Dan Mental

...

Ruang kerja.

Febi memperhatikan lembaran kertas yang dicetak sambil termenung, dia merasa lelah fisik dan mental. Dia meletakkan tangannya di atas meja dan merasa matanya sedikit membengkak.

Akhirnya semua akan berakhir ....

Febi harus meyakinkan ayah mertuanya untuk membawa ibunya kembali. Sementara adiknya .... Dia masih ingin berusaha mencari cara untuk terus menyekolahkannya.

Semua ini baginya adalah tekanan yang berat. Namun, dia bersedia menanggung semua ini, memang sepantasnya dia menanggung beban ini. Dia seharusnya berada di dekat ibunya seperti gadis-gadis biasa lainnya. Setidaknya, ketika dia sedih dan teraniaya, seseorang akan selalu menemani dan tidak akan meninggalkannya.

Kelak, ketika semuanya masalah sudah terselesaikan dan lukanya telah sembuh, dia dapat menemukan pria lain yang cocok untuk hidupnya dan menjalani kehidupan yang paling biasa seperti wanita biasa. Tanpa sadar Febi memikirkan Julian, mengingat apa yang dia katakan di depan media bahwa dia ingin mengejarnya, hatinya bergoyang tanpa sadar. Saat berikutnya, dia menggelengkan kepalanya, dia memaksa dirinya untuk menyingkirkan pemikiran seperti itu.

Febi sudah menjalani pernikahan yang mengecewakan, dia tidak boleh bertindak bodoh lagi.

"Febi."

Pintu ruang kerja didorong terbuka dari luar, Febi berbalik dan melihat Samuel berjalan masuk. Dia menstabilkan emosinya dan berdiri tegak, "Ayah."

Samuel berjalan mendekat dan mengambil halaman yang telah dicetak dan melihat dalam diam. Febi tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menunggu dengan tenang.

"Bahkan kalau kamu bercerai, kamu juga tidak menginginkan apa pun?" tanya Samuel.

Febi tersenyum dan menyisir rambut di pelipisnya, "Aku sudah meminta banyak. Selama bertahun-tahun, Ayah telah menghabiskan banyak uang untuk merawat ibuku dan adikku."

Samuel menghela napas dan meletakkan kertas itu, "Febi, kalau Ayah menyarankanmu untuk tidak bercerai, apakah kamu tidak akan memahami pemikiran Ayah?"

"..." Febi terdiam, kemudian berkata, "Sebentar lagi aku akan mengemasi barang-barangku, aku berencana untuk tinggal di hotel selama satu malam, kemudian mencari rumah untuk pindah."

Samuel meletakkan tangannya di belakang punggungnya, matanya yang ramah tertuju pada Febi, "Febi, Ayah tahu dalam dua tahun terakhir, bukan hanya Nando yang telah menindasmu, ibu mertua dan Usha juga memperlakukanmu dengan buruk. Tapi kali ini, Ayah masih berharap kamu dapat membantu Ayah sekali lagi."

"Hah?" Febi tidak mengerti.

"Sejujurnya, Nando benar-benar sudah sangat salah. Kalau kamu ingin bercerai, Ayah tidak masalah. Tapi, Ayah berharap kamu dapat menunda perceraian kalian, membantu Ayah dan keluarga Dinata melewati masa sulit ini ...."

"Ayah, aku tidak mengerti apa yang Ayah katakan."

Samuel sedikit mengangguk dan menjelaskan, "Ada banyak aktivitas internal perusahaan baru-baru ini. Sekarang, waktunya untuk memilih CEO. Awalnya aku ingin mengambil kesempatan ini untuk menempatkan Nando menjadi dewan direksi. Tentu saja, kalau saat ini dia diberitakan akan bercerai, tidak ada harapan bagi dia untuk masuk dewan direksi."

Febi bukan tidak mengerti betapa pentingnya masalah ini. Jika ayah dan anak berada dalam dewan direksi, hal ini juga dapat mencegah pemegang saham lain melakukan hal-hal yang merugikan. Selama bertahun-tahun, ayah mertua dan Nando sibuk dengan masalah ini, jika pernikahan mereka hancur ....

"Ayah, aku tidak tahu apa-apa tentang perusahaan," kata Febi.

Samuel meliriknya dan menghela napas, "Kamu adalah anak yang cerdas, Ayah tahu kamu bisa melihat semua ini. Selama bertahun-tahun, Ayah selalu memperlakukanmu seperti putriku sendiri. Kalau kamu tidak mau, Ayah tidak akan memaksamu. Tentu saja, kalau kamu ingin bercerai, Ayah tidak akan benar-benar membiarkanmu keluar dari rumah tanpa mendapatkan apa pun."

Semua mengeluarkan dokumen dari laci meja dan menyerahkannya kepada Febi bersama dengan seikat kunci.

Febi menatap Samuel dengan bingung.

"Kunci ini adalah rumah yang dibeli Ayah dua tahun lalu dan namamu tertulis di sana, jadi rumah ini milikmu."

"Ayah ...."

"Kamu dapat membuka dokumen ini dan melihatnya."

Febi membukanya. Ketika mengeluarkan dokumen, Febi melihat sekilas beberapa karakter besar "Surat Pengalihan Saham".

"Ayah telah menandatangani dan mencap sidik jari. Semuanya berkas diurus di bawah bimbingan notaris, jadi dokumen ini sudah berlaku." Samuel berkata, "Simpan baik-baik, ini dapat menjamin masa depanmu. Adapun Ibu dan adikmu ...."

"Ayah, aku tidak bisa mengambilnya!" 10% saham Perusahaan Dinata dialihkan ke Febi, dia tidak bisa menerimanya dan dia juga tidak berani menerimanya.

"Ambillah, kamu pantas mendapatkannya." Nando mendorong dokumen itu kembali dengan tegas.

Febi tersentuh, tapi rasa bersalah juga menyelubunginya. Setelah menahan air mata sepanjang malam, pada saat ini tiba-tiba air mata Febi mengalir keluar, "Ayah, aku berterima kasih atas kebaikan Ayah. Hadiah ini sangat berharga, aku benar-benar tidak dapat menerimanya .... Aku berjanji, untuk sementara waktu aku tidak akan bercerai dengan Nando, tapi ...."

Febi sedikit terisak, dia mengangkat tangannya untuk menyeka air matanya, "Aku harap Ayah mengizinkanku untuk pindah dari sini sementara waktu. Aku ingin menenangkan diri dan menjalani kehidupan yang damai. Selain itu, aku harap Ayah mengerti bahwa cepat atau lambat, kami akan bercerai."

Febi benar-benar telah lelah, dia ingin memiliki ruang sendiri dan menjalani kehidupan normal. Hal ini adalah keinginannya, kedengarannya sederhana, tapi baginya itu adalah hal yang sangat sulit.

"Surat pengalihan ini sudah berlaku, Ayah tidak akan mengambilnya kembali. Karena kamu berjanji untuk sementara waktu tidak bercerai dengan Nando, maka sementara waktu Ayah akan memasukkannya kembali ke dalam laci. Ketika kamu menginginkannya, Ayah akan memberikannya padamu. Samuel meletakkan dokumen itu kembali di atas meja, lalu meliriknya dan mengangguk, "Beberapa waktu ini emosi keluarga ini sedang tidak stabil, selain itu ... bajingan Nando telah membuatmu menderita, kamu juga harus memberinya pelajaran. Jadi, Ayah setuju untuk kamu ingin pindah dari sini. Tapi, kalau kali ini dia bisa berubah, Ayah berharap kamu akan memberinya kesempatan lagi.

Febi memaksa dirinya untuk tersenyum, "Ayah, terima kasih atas pengertianmu."

Dia tidak langsung menolak, tapi dia tidak langsung setuju. Febi telah memberi Nando kesempatan yang tak terhitung jumlahnya, tapi dia tidak pernah menghargainya.

"Oke, kita jangan bicarakan ini lagi!" Samuel mengganti topik pembicaraan, "Ambillah kunci ini, karena kamu akan pindah, kamu tidak perlu mencari rumah, ini adalah rumah jadi. Peralatan di dalam rumah sudah lengkap. Kamu hanya perlu membawa beberapa barang pribadimu."

Febi tidak menolaknya.

Mencari rumah bukanlah masalah yang mudah, dia harus pergi bekerja besok dan dia tidak punya waktu. Sekarang lebih baik, dia hanya ingin pindah dengan cepat tidak peduli di mana dia tinggal.

"Ini adalah alamat rumahnya." Samuel menulis sebuah catatan untuknya.

Febi mengambilnya dan melihatnya, lalu dia bergumam, "Jalan Akasia?"

Tempat yang sangat akrab.

Melihat alamat spesifiknya, Febi tertegun sejenak. Bukankah ini ... area bangunan yang terakhir kali Julian mengajaknya pergi?

Jika Febi tinggal di sana, apakah Febi akan bertemu dengannya sesekali?

Melihat dia tidak berbicara, Samuel mengajukan pertanyaan lain, "Ada apa?"

"Tidak." Febi menggelengkan kepalanya dan mengambil kunci itu, "Kalau begitu aku akan berkemas sekarang, terima kasih Ayah."

"Malam ini sudah larut, kamu sudah lelah, kamu istirahatlah lebih awal. Aku akan meminta sopir untuk mengantarmu ke sana besok pagi."

...

Malam hari saat Febi sedang berkemas, Nando duduk di ranjang dan menatapnya. Ponselnya terus berdering tapi dia tidak menjawabnya.

Ketika Febi memasukkan semua pakaian ke dalam koper, seketika Nando tidak bisa menahan emosinya. Dia mengulurkan tangan dan melemparkan pakaiannya ke ranjang, lalu menarik Febi dari lantai dan berkata, "Aku tidak akan membiarkanmu pergi!"

Febi menarik napas dalam-dalam dan berkata dengan tenang, "Bisakah kamu menjawab teleponmu? Kamu tidak terganggu, aku terganggu."

Saat Febi baru selesai berbicara, telepon yang tergeletak di samping ranjang berdering lagi. Febi memberinya tatapan mengejek, hingga Nando merasa sangat tidak nyaman. Nando mengulurkan tangan dan meraih ponsel, lalu mematikan ponselnya. Febi menepis tangannya dan memasukkan kembali pakaian itu ke dalam koper.

Nando hendak mengulurkan tangannya lagi, tapi Febi mengangkat kepalanya dan melihat ke atas, "Jangan paksa aku menceraikanmu sekarang!"

Nando menarik tangannya dengan malu dan kembali ke ranjang. Melihat wajah keras kepala Febi, dia bertanya dengan lemah, "Aku harus bagaimana kamu baru bersedia tinggal di sini?"

"..." Febi tetap diam.

"Febi, kalau kamu pindah, apakah kamu tidak takut aku akan bersama Vonny setiap hari?"

Febi menutup koper itu dengan rapi dan tersenyum, "Ketika aku di rumah, apakah kamu tidak menghabiskan waktu bersama Vonny?"

"Aku ...." Nando tersedak sejenak, kemudian mengubah kata-katanya, "Oke! Kalau begitu katakan padaku, ketika kamu pindah dari rumah, apakah kamu akan mencari Julian? Apakah kamu berencana setelah bercerai denganku, langsung hidup bersama dengan Julian?"

Febi sudah mengerti. Sekarang Nando tidak ingin melepaskannya, hanya karena keengganan di hatinya.

Jika ....

Nando tahu bahwa kali ini Febi tidak sengaja pindah dan tinggal di komplek yang sama dengan Julian, dia benar-benar tidak tahu apa yang akan Nando pikirkan.

"Kenapa kamu tidak berbicara? Apakah kamu memang berpikir demikian?" Febi tidak berbicara untuk sementara waktu, wajah Nando menjadi masam.

"Kalau aku bilang tidak, apakah kamu percaya?" Febi merasa tidak berdaya dan lelah. Sekarang semua yang ada di keluarga ini seperti belenggu di lehernya, hingga membuat napasnya terengah-engah. Febi mengambil bantal di ranjang, lalu berjalan ke sofa dan berbaring, "Aku lelah, aku harus pergi bekerja besok pagi, tolong jangan ganggu aku lagi."

Malam itu.

Nando benar-benar tidak mengganggunya lagi.

Ketika Febi tertidur, Nando duduk di ranjang dan menatap wajah tidurnya yang damai. Pikiran Nando sangat kacau, semua yang ada dibenaknya adalah gambar-gambar Febi di rumah ini selama dua tahun. Dari awal Febi yang lemah lembut, hingga kemudian menjadi seperti landak ....

Apakah Nando dan keluarga ini yang membuat Febi berubah?

Nando turun dari ranjang dan berdiri di samping Febi. Nando menundukkan kepalanya, melirik Febi dan membungkuk untuk menggendongnya dengan lembut.

Febi mengerutkan kening, Nando pikir Febi terbangun, tapi saat berikutnya, Febi bergeser dan mencari posisi yang nyaman untuk terus tidur. Kehangatan dalam pelukannya membuat Nando terkejut, hatinya bergetar. Untuk sesaat, dia tidak tahu seperti perasaan seperti apa itu.

Malam itu ...

Untuk pertama kalinya dalam dua tahun, Nando memeluknya dan tertidur seperti pasangan normal lainnya.

...

Sebelum pergi bekerja, Febi memindahkan barang-barang ke Jalan Akasia. Ketika dia masuk ke lift, dia menyadari bahwa dia dan Julian bukan hanya berada di komplek yang sama, tapi juga bangunan yang sama. Bahkan yang lebih kebetulan adalah ....

Febi bahkan tinggal di lantai di atas Julian! Febi tinggal di lantai 19 dan Julian tinggal di lantai 18.

Setelah menyimpan barang-barang, ketika Febi keluar dan lift turun ke lantai bawah, tanpa sadar matanya terus menatap nomor 18, tapi ....

Lantai 18 lewat dengan cepat, bahkan tanpa ada jeda sedetik pun.

Febi tidak bisa menahan tawa pada dirinya sendiri dan membuang muka.

Apa yang dia nantikan? Apakah dia ingin bertemu dengannya secara tidak sengaja? Untuk apa? Bahkan jika itu terjadi, memangnya kenapa? Di antara mereka ... Febi-lah yang memutuskan hubungan!

Jadi, seperti ini saja ... Anggap dia adalah orang yang lewat dalam hidupnya, lebih baik seperti ini ....

...

"Kamu pindah?" Saat mendengar tentang kepindahan Febi, Tasya bahkan lebih bahagia daripadanya, "Keputusan ini adalah keputusan yang bijaksana. Berpisah dulu, setelah dua tahun berpisah, bahkan kalau dia ingin bertahan dan menolak untuk bercerai. Saat itu tiba, kita juga bisa pergi ke pengadilan dan hakim akan mendukung kita."

"Ya. Tapi ...." Febi sedikit ragu, tapi masih berkata, "Tasya, apakah kamu tahu siapa yang tinggal di lantai bawah sekarang?"

"Siapa? Superman?" Mata indah Tasya berkedip, dia bercanda dengan Febi.

"... Julian."

"Apa?" Tasya menatapnya dengan penuh semangat.

"Ssst!" Febi takut didengar oleh orang lain, dia mengulurkan jari-jarinya untuk menutup mulutnya. Sekarang seluruh departemen menyebarkan desas-desus tentang dia dan Julian. Meskipun insiden tadi malam berhasil dibungkam dan tidak diberitakan di surat kabar, Kak Robby dan Pak Hendri ada di sana. Kak Robby juga pasti menceritakan masalah Julian yang menyelamatkannya tadi malam. Sekarang bahkan ada 8 mulut pun, Febi tidak bisa menjelaskannya lagi.

"Kamu sengaja, ya?" Tasya tersenyum ambigu.

"Jangan omong kosong, kunci ini diberikan oleh ayah mertuaku."

Tasya menabraknya, "Itu hanya bisa mengartikan kalian sudah ditakdirkan bersama. Febi, kenapa kamu tidak mencoba dengannya? Bagaimanapun, cepat atau lambat kamu akan bercerai dengan Nando. Selain itu, kamu dan Nando belum pernah berhubungan."

Febi memutar bola mata ke arahnya dan hendak mengatakan sesuatu, tapi Kak Robby berjalan keluar dari kantor. Dia berjalan langsung ke meja Febi dan mengetuk mejanya, "Bersiaplah, jam dua siang, kalian berdua dan Meliana akan pergi ke Hotel Hydra bersamaku untuk rapat."

"Ya, bos. Kamu bersiap sekarang." Febi dan Tasya saling memandang, "Mari kita cepat kumpulkan informasi tentang proyek baru Hotel Hydra."

"Yah, cepatlah!"

...

Mereka bertiga membawa barang-barang ke Hotel Hydra dan langsung meminta petugas mengantar mereka ke ruang konferensi di lantai 28. Febi berdiri di dekat jendela, melalui kaca besar, Febi melihat semua fasilitas di hotel dan laut tak terbatas tidak jauh.

Julian ....

Sekarang mungkin Julian sedang berada di lantai paling atas ....

Rapat nanti, mungkin dia juga akan ada di sana.

Ketika mereka berpisah tadi malam, mereka berbicara dengan sangat sungkan sehingga Febi tidak pernah berpikir bahwa mereka akan dapat bertemu lagi secepat ini. Dalam hati Febi, untuk sementara waktu dia tidak bisa menjelaskan rasa apa yang dia rasakan.

Sambil memikirkannya, Tasya menariknya, "Febi, mereka sudah datang!"

Febi secara naluriah mengangkat kepalanya untuk melihat, berpikir dia akan bertemu Julian, tapi ... orang yang memimpin bukan Julian. Pria ini, dia ingat saat dia dan Nando merayakan ulang tahun pernikahan, mereka bertemu di "Restoran Alioth". Dia adalah salah satu dari tiga orang di samping Julian.

Pria ini jelas pria yang sangat hebat, bahkan jika Julian ada di sini saat ini, dia tidak akan kalah dengannya sedikit pun. Tanpa sadar Febi melirik dua wanita lain di sampingnya, tentu saja ....

Meskipun Meliana tidak menunjukkan apa pun di wajahnya, matanya yang sedikit cerah telah menunjukkan segalanya. Di sisi lain Tasya ....

Aku melihat matanya selalu terfokus pada pria itu, tidak bergerak, tatapan matanya langsung tapi terlihat rumit. Febi awalnya mengira dia terpesona dengan ketampanannya, tapi wajahnya menjadi sedikit pucat tidak terlihat seperti itu.

Apa yang terjadi?

"Halo, Pak Agustino." Kak Robby telah melangkah maju untuk menyambutnya.

"Kalian sudah menunggu lama. Kebetulan rapat baru saja berakhir, jadi aku terlambat dua menit. Aku minta maaf telah menunda waktu kalian." Pria itu juga berjabat tangan dengan Kak Robby dengan tenang. Kemudian dia memperkenalkan diri kepada semua orang sambil tersenyum, "Namaku Agustino, aku juga adalah penanggung jawab proyek baru ini. Aku harap kelak semua orang akan memiliki kerja sama yang baik."

Agustino? Wakil Presiden Hotel Hydra.

Begitu Meliana mendengar nama itu, dia segera melangkah maju dan memperkenalkan dirinya, "Pak Agustino, senang bertemu denganku. Namaku Meliana dari Perusahaan Konstruksi Cyra."

Agustino tersenyum dan berjabat tangan dengannya, lalu memuji, "Aku dengar kamu bertanggung jawab atas proyek pemerintah "Gedung Seratus Keluarga". Dulu wanita bisa melakukan apa pun yang pria lakukan, tetapi sekarang aku pikir wanita lebih hebat dari pria."

"Kamu terlalu memuji." Meliana tersipu karena pujian itu.

Setelah obrolan mereka selesai, Febi maju selangkah. Memikirkan kekonyolan yang dibuat oleh Febi terakhir kali, dia masih merasa canggung dan malu. Dengan batuk kering, Febi menundukkan kepalanya dan berkata, "Halo, Namaku Febi dari Perusahaan Konstruksi Cyra."

Benar saja, Agustino meliriknya dan tertawa, hingga membuat Febi merasa tidak nyaman.

"Nona Febi, kita bertemu lagi! Aku dengar Julian menunjukmu sebagai penanggung jawab. Kelak, senang bekerja sama denganmu."

"... senang bekerja sama denganmu." Sekarang, Febi sudah merasa sangat tidak senang.

Hanya tersisa Tasya di samping.

Perhatian Agustino bergeser dari Febi dan perlahan jatuh ke arahnya. Saat melihatnya, Agustino juga sedikit terkejut, dia menyipitkan matanya dan berpikir, "Nona ini, sepertinya sangat familier."