Chereads / Direktur, Ayo Cerai / Chapter 34 - ##Bab 34 Pertemuan Tidak Terduga

Chapter 34 - ##Bab 34 Pertemuan Tidak Terduga

Wajah imut yang terlihat lemah lembut itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah dimiliki oleh Febi. Setidaknya, di depan Nando, dia tidak akan menunjukkan kelemahannya.

"Kenapa kamu keluar?" Febi mendengar Nando berbicara dengan nada suara yang terdengar sangat lembut. Dibandingkan dengan saat Nando berbicara dengan Febi, suaranya bisa digambarkan dengan sangat lembut.

Febi bersandar di salah satu pintu ruang VIP dan menekan gagang pintu kotak itu dengan sangat keras.

"Kamu keluar, aku bosan sendirian. Aku tidak mengenal orang-orang itu, jadi aku mengikutimu keluar. Kamu tidak akan merasa aku menjengkelkan, bukan?" Wanita itu memegang lengan Nando dengan mesra dan bertingkah manja.

"Tentu saja tidak."

Febi merasa napasnya menjadi sesak.

"Siapa dia? Apakah kalian saling kenal?" Tatapan wanita itu kembali tertuju pada Febi. Dia melirik sejenak, matanya terlihat berbinar.

Tanpa sadar Febi menegakkan tubuhnya. Dia adalah Nyonya Dinata! Istri Nando! Hanya dengan ini, dia bisa menekan wanita bernama Vonny, bukan?

"Dia? Dia bukan orang penting, kamu tidak perlu mengenalnya," jawab Nando. Mata Nando melirik Febi. Febi dengan jelas memahami peringatan dan isyarat dari pandangan itu.

Tubuh yang tadinya tegak tiba-tiba melemah. Febi benar-benar telah mabuk. Sekujur tubuhnya terasa seperti melayang di atas awan. Ungkapan "orang tidak penting" mempermalukannya seakan menampar wajahnya.

"Begitukah ...." Wanita itu tersenyum main-main, tidak tahu apakah dia percaya atau tidak, "Aku baru saja melihat kalian mengobrol dan aku pikir kalian sangat akrab."

Febi merasa dadanya seakan sesak hingga dia hampir mati lemas. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi apa yang bisa dia katakan untuk mendapatkan kembali harga dirinya? Sekarang bahkan jika dia adalah istri Nando, dia hanyalah seorang pecundang.

Tepat saat Febi sedang berpikir, gagang pintu ruang VIP yang dia pegang erat-erat, tiba-tiba bergerak. Febi tertegun sejenak, sebelum dia bisa menarik tangannya, pintu berat itu tiba-tiba ditarik dari dalam.

Tanpa bisa bereaksi, tubuh Febi yang lemah tersungkur ke depan. Febi berpikir bahwa dia akan terjatuh dengan sangat menyedihkan, tapi dia tidak menyangka tubuhnya malah terjatuh ke dada yang kokoh dan kuat.

Aroma yang menyegarkan, bercampur dengan bau tembakau yang samar tercium oleh Febi.

"Febi?"

Suara laki-laki yang akrab tiba-tiba terdengar di atas kepalanya, suara itu terdengar ragu. Bahkan dalam suasana yang begitu bising, suara itu masih terdengar merdu dan menggoda. Febi mendongak dan melihatnya.

Julian!

Tubuh yang lurus itu berdiri tegak di pintu, cahaya di dalam ruang VIP terpancar dari belakang. Seluruh tubuhnya terlihat berbayang-bayang. Mata gelap Julian tanpa dasar menatap Febi dari atas ke bawah, membuat orang tidak dapat melihat emosinya saat ini.

Tidak tahu mengapa, saat melihatnya, mata Febi tiba-tiba memerah seolah-olah hatinya telah ditusuk oleh jarum tajam. Mungkin karena Julian adalah satu-satunya orang yang tahu tentang hal bodoh yang Febi lakukan di rumah sakit.

Tidak tahu dari mana keberanian itu berasal, Febi tiba-tiba bersandar dengan lembut ke dalam pelukan Julian dan melingkarkan lengannya di pinggang Julian. Febi dengan jelas merasakan tubuh jangkung dan lurus itu menegang sejenak.

"Julian, aku sudah lama menunggumu."

Julian?

Mendengar panggilan yang begitu intim, ekspresi Julian tetap tidak berubah. Dia malah mengangkat alisnya dan menatap dua orang di seberangnya.

Nando dan Vonny.