"Aku tidak peduli, aku dibawa keluar olehmu. Aku tidak boleh diturunkan dari mobilmu! Aku akan ikut kemana pun kamu pergi!"
Jika di depan mata Nando, Febi diturunkan dari mobil Julian. Maka Febi akan kalah telak!
Julian meliriknya, lalu mengulurkan tangan dan meletakkan sekotak tisu di pangkuannya, "Hapus air matamu."
Julian kembali meliriknya lalu membuang muka, dia berkata lagi, "Dan bibirmu."
Febi menyeka air matanya dengan patuh, lalu menyeka bibirnya dengan kuat. Riasan di bibirnya sudah memudar, jadi dia menghapus lipstiknya hingga bersih.
Saat ini, Julian baru melepaskan rem dengan perlahan dan berkata dengan santai, "Aku mau pulang, apa kamu juga mau ikut?"
"Ikut," jawab Febi tanpa berpikir panjang sambil mengeluarkan tisu dan meremasnya dengan erat. Singkatnya, malam ini dia bersedia kemana pun dan melakukan apa pun, asalkan tidak kembali ke rumah itu.
Maybach melaju di jalan yang gelap.
"Febi!" teriak Nando sambil menggertakkan giginya. Matanya memerah karena marah. Nando berbalik, dia hendak pergi ke garasi untuk mengambil mobil, tapi dia malah melihat Vonny berlari keluar, "Nando, kenapa kamu keluar?"
Nando tertegun sejenak, dia segera mengontrol emosinya yang membara. Namun, saat Nando teringat istrinya telah pergi dengan pria lain, dia tidak dapat menahan kemarahan di hatinya.
"Vonny, aku antar kamu pulang terlebih dulu."
Vonny tidak tahu apa yang sedang terjadi, "Ada apa? Apa kamu tidak bersenang-senang?"
"... tidak ada apa-apa." Istrinya kabur dengan laki-laki lain, bagaimana bisa dia bahagia? "Aku akan mengambil mobil, kamu tunggu aku di sini."
Nando berbalik untuk pergi, Vonny mengulurkan tangan dan menariknya. Di bawah tatapan terkejut Nando, Vonny menempelkan bibirnya dengan lembut ke bibir Nando. Nando terkejut dan menatapnya. Vonny memperdalam ciumannya dengan lembut.
Nando mendesah pelan, lalu memeluknya lebih erat.
...
Mobil tidak melaju kencang. Oleh karena itu, adegan ciuman penuh gairah itu sepenuhnya terlihat dari kaca spion. Febi melihat semua adegan itu.
Adegan itu bagaikan jarum yang menusuk Febi hingga sekujur tubuhnya bergemetar, wajah kecilnya menjadi pucat tidak berdarah.
"Apakah kamu sudah melihat dengan jelas? Itu baru disebut ... mesra!" Febi menggigit bibirnya, dia menahan diri untuk tidak menangis.
Julian meliriknya, "Masih belum terlambat untuk menyuruhku berhenti sekarang."
Febi benar-benar ingin berhenti, dia ingin berbalik dan menampar kedua orang itu.
"Tidak! Bukan dia saja yang bisa berselingkuh, kita lihat saja siapa yang akan menang," ucap Febi sambil menggertakkan giginya, terlintas keinginan balas dendam dalam nada bicaranya.
"Kamu sudah berselingkuh satu kali. Kenyataan membuktikan kamu sama sekali tidak bisa menang." Julian meningkatkan kecepatan mobil dengan tenang, adegan mesra itu menghilang dengan cepat.
Febi tersedak mendengar kata-katanya hingga tidak bisa berkata-kata. Memang seperti yang Julian katakan, jika Febi benar-benar bisa berselingkuh, maka setelah berhubungan dia tidak akan menangis seperti orang bodoh.
Setelah dikatai oleh Julian, seluruh tubuh Febi tiba-tiba meringkuk seperti bola kempis. Dia bersandar ke jendela dan tidak mengatakan sepatah kata pun.
...
Di dalam mobil itu hening untuk waktu yang lama, sampai ponsel Febi tiba-tiba bergetar. Ponsel tersebut bergetar beberapa kali, tapi Febi tidak bereaksi. Julian menoleh untuk melihatnya, dia baru menyadari ternyata wanita kecil itu sudah tertidur.