Chereads / Direktur, Ayo Cerai / Chapter 40 - ##Bab 40 Apa yang Terjadi padanya?

Chapter 40 - ##Bab 40 Apa yang Terjadi padanya?

Musim panas seperti ini, AC di dalam ruangan menyala. Saat tengah malam, Febi benar-benar terbangun karena kedinginan. Dia membuka matanya dengan linglung, efek alkohol sudah sedikit berkurang. Saat ini dia baru menyadari dia hanya mengenakan rok dan duduk di bawah AC 20 derajat dengan tangan dan betis telanjang. Dia duduk hampir sepanjang malam.

Bukankah suhu ini berniat membekukan orang sampai mati?

Sekarang Febi merasa pusing. Dia sama sekali tidak tahu di mana dia berada, dia hanya bisa melihat kegelapan dan meraba-raba dinding untuk mencari saklar lampu. Dia ingin melihat situasi dengan jelas, kemudian pergi mencari ranjang dan selimut. Namun, setelah meraba dalam waktu lama, dia tetap tidak menyentuh apa pun. Dia malah mendengar erangan yang menyakitkan.

Febi tercengang, itu adalah suara seorang pria. Selain itu ... suaranya terdengar sangat familier.

Betul! Julian! Setelah keluar dari 'F10', Febi masuk ke dalam mobilnya! Lalu, Febi masih melihat ... bayangan Nando dan Vonny muncul di benaknya dan dengan cepat semua itu berganti menjadi adegan ciuman manis dia dan Julian. Saat teringat bagaimana dia berinisiatif untuk mencium Julian, dia merasa ingin mencari lubang dan mengubur dirinya di dalam lubang itu.

Beruntung Julian adalah seorang lelaki sejati, dia dua kali membantu Febi menjaga nama baiknya.

Saat Febi berpikir dengan sangat optimis, di dalam kegelapan, suara terengah-engah yang semakin berat menarik kembali akal sehat Febi. Dia mengikuti suara itu dengan terkejut dan meraba ke asal suara itu, "Julian?"

Febi mencoba memanggilnya, tapi tidak ada yang menjawab. Bahkan suara erangan tadi pun berhenti dan hanya tersisa nafas yang berat.

"Julian, hei! Ada apa denganmu?" Febi perlahan mendekat. Saat menyentuh tekstur yang lembut, dia menyadari bahwa itu adalah tempat tidur. Julian benar-benar bukan seorang pria sejati, dia tidur di tempat tidur sendirian, tapi sebagai gantinya dia membiarkan seorang wanita di sofa.

Namun sekarang bukan waktunya untuk mengeluh. Tangan Febi kembali meraba ranjang, dia menyentuh suhu tubuh yang panas. Sebelum dia bisa berbicara, pergelangan tangannya tiba-tiba sudah dipegang oleh seseorang. Febi terkejut, "Apakah kamu demam?"

"..." Namun, hanya suara napas yang semakin menyakitkan dan berat yang menjawabnya.

Julian pasti sangat tidak nyaman.

Febi ingin melepaskan tangannya untuk menyalakan lampu, tapi Julian memegang tangannya dengan erat dan tidak mau melepaskannya. Febi bisa merasakan telapak tangan yang panas itu bergemetar, seolah-olah sedang melampiaskan rasa sakit. Dia menggenggam tangannya seakan ingin meremukkan tulangnya.

Febi tidak bisa pergi, jadi dia membungkuk ke samping tempat tidur untuk menyentuh saklar lampu. Setelah lama mencari, dia menemukan lampu di samping tempat tidur. Saat dia menyalakannya, dia dikejutkan oleh pemandangan di depannya.

Julian berbaring miring di ranjang. Saat ini wajah tampan itu menjadi pucat pasi sehingga terlihat sangat menakutkan. Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan keringat dingin, bahkan seprai di bawahnya pun basah kuyup. Rasa sakit yang luar biasa membuat wajah tampan yang terlihat sempurna itu sedikit mengerut, mungkin karena dia merasakan keberadaan orang luar. Pada saat ini dia masih menahan diri dan menolak untuk mengeluarkan suara.

Astaga! Apa yang sedang terjadi?

"Julian, bangun!" panggil Febi dengan cemas sambil mengulurkan tangannya untuk mencoba memeriksa suhu di dahinya. Febi dikejutkan oleh suhu yang sangat tinggi, "Aku akan menelepon ambulan, kita harus cepat ke rumah sakit!"

Julian tidak terlihat seperti hanya demam. Orang yang demam tidak akan merasakan sakit yang seperti ini.

Febi hendak pergi mengambil ponselnya, tapi Julian masih memegang tangannya. Sekarang dia tidak tahu di mana dia menjatuhkan ponselnya. Dia menepis tangan Julian, tapi Julian tetap tidak melepaskannya, benar-benar pria yang egois.