"Apa kamu serius?" teriak teman Hanako diikuti dengan banyak suara tidak percaya lainnya di kerumunan itu.
Hanako hanya tertawa.
"Kenapa?"
"Apa kita tidak dapat bertemu lagi?"
Pertanyaan-pertanyaan teman-temannya itu membuat Hanako terus tertawa.
"Kalau kalian rindu padaku, kalian harus datang ke kuil." Ucap Hanako dengan lugas. Wajahnya masih menahan tawanya.
"Tapi apa kamu sempat menemui kami? Liburan kemarin saja kamu meninggalkan kami dan hanya berada di kuil." Salah satu temannya yang ikut Hanako liburan ke tempat Neneknya untuk terakhir kali itu menyuarakan keberatannya.
"Nanti aku akan meluangkan waktu." Ucap Hanako meyakinkan. "Sebentar saja." Lanjutnya sambil terkekeh.
"Tapi kita belum lulus. Aku fikir kamu akan menunggu sampai kita lulus dulu."
"Itu terlalu lama. Aku sudah tidak sabar." Hanako berdecak. "Lagipula di sana juga ada sekolah. Aku dapat melanjutkannya disana."
"Apa kamu serius mau sekolah di sana?"
Hanako menghendikkan bahu. "Ibuku sepertinya keberatan aku putus sekolah. Jadi aku sepertinya akan pindah ke sana. Tapi aku juga tidak yakin aku akan serius belajar di sekolah." Kekeh Hanako.
"Tapi kamu harus tetap sekolah. Bagaimana nanti kalau kamu ternyata tidak ditakdirkan menjadi gadis kuil?"
"Hei, apa kamu mendoakanku gagal?" teriak Hanako gemas.
"Tapi, aku benar-benar tidak menyangka kalau kamu serius dengan itu."
"Kenapa tidak? Kalian tahu aku selalu ke kuil di waktu liburku."
Teman-temannya berpandangan. "Kelakuanmu… tidak cocok dengan gadis kuil." Ucap salah satu dari mereka sambil tertawa.