"Kamu habis nangis?" Tanya Rere, gadis yang telah bersandang status menjadi tunangan Azka tersebut menyadari kedua mata yang sembab pada laki-laki yang ada di hadapannya ini.
Laki-laki yang ia kenali dan ia ketahui itu, adalah laki-laki yang kehidupannya indah menurut Rere.
Ketenaran, wajah tampan, kerjaan yang bagus. Belum lagi sikapnya yang selalu bisa membuat Rere jatuh cinta setiap harinya.
Astaga! Rere seberuntung itu ternyata. Dan lagi, mereka berdua akan menikah sekitar tiga atau empat tahun ke depan.
Tidak apa-apa jika kalian berfikir itu cukup lama, tetapi yang jelas Rere akan selalu menunggu Azka sampai kapan pun.
Karena menurut gadis itu, tidak ada lagi di dunia ini yang seperti Azka. Iya, tidak ada lagi.
Mendengar pertanyaan tunangannya itu, Azka yang sedari tadi melamun tersentak dan langsung menoleh ke arah Rere dengan kedua manik mata yang menatap ke mata indah gadis tersebut.
Azka tersenyum tipis, tangannya terulur membelai rambut coklat terang yang sengaja ia urai sebelumnya.
Ia menggeleng pelan kepalanya, "Siapa yang nangis?"
"Kamu lah! Jelas banget matanya sembab gitu," Jawab Rere dengan pandangan yang menatap lamat-lamat wajah Azka.
"Enggak aku gak nangis," Bohong Azka. Lagian ya, gak bisa juga kalau Azka harus jujur yang sebenarnya. Bahwa ia menangis karena Sera, ya walaupu Rere tidak tahu siapa Sera karena sejujurnya laki-laki itu menutupi diri dari tunangannya selama ini.
Maksudnya begini, Azka selama berpacaran bahkan sampai bertunangan dengan Rere, ia selalu menjadi orang lain. Tidak dengan menjadi diri sendiri. Dan Azka selalu menuruti apa yang Rere inginkan, seperti halnya sikap, lifestyle, bahkan sebagainya. Azka akan benar-benar menuruti apa kata gadis itu.
Bahkan ia tidak pernah sedikit pun cerita tentang permasalahan yang Azka alami, seperti pekerjaan yang mengeluarkannya secara sepihak. Tidak! Azka tidak menceritakan hal itu kepada Rere karena dirinya merasa malu dan tidak siap secara mental.
Karena ia tidak ingin di anggap lemah dan rendahkan oleh tunangannya, karena bagaimana pun Azka harus terlihat baik-baik saja di depan semua orang termasuk tunangannya dan kedua orang tuanya. Azka selalu berpegang teguh perinsip tersebut.
"Iya kamu nangis," Kekeuh Rere. "Kenapa sih Ka? Kayanya selama ini yang terbuka di dalam hubungan kita berdua tuh aku doang ya? Aku baru sadar kalau kamu tuh gak pernah sedikit pun cerita tentang masalah kamu atau apapun itu," Protes Rere yang sudah menahan emosinya.
Azka terdiam, menatap kedua bola manik mata gadis itu secara mendalam. Di sana Azka bisa melihat ada sorot pandangan yang penuh dengan kekecewaan kepadanya, dan Azka tahu bahwa bagaimana pun dirinya secara tidak langsung bersikap seperti halnya laki-laki brengsek kepada Rere.
"Kenapa sih Ka?" Rere kembali melontarkan pertanyaan setelah dirinya beberapa detik terdiam.
"Kamu masih gak percaya sama aku? Atau memang k-"
"Aku percaya sama kamu Re," potong Azka langsung tanpa mengindahkan Rere untuk melanjutkan ucapannya.
"Tapi aku ngerasa kamu gak percaya sama aku karena sikapmu yang terkesan menutup diri dari aku,"
Lagi-lagi Azka terdiam, kali ini ia menghela nafas panjang. Mengalihkan pandangannya sebentar ke arah lain kemudian kembali menatap wajah Rere yang sudah sedikit memerah karena menahan tangisnya.
Azka benci ini, iya dia benci. Dia benci kalau Rere terlalu mengandalkan air matanya untuk menghalalkan segala cara jika mereka berdua melakukan perdebatan kecil sampai besar.
"Re, udah lah. Aku gak apa-apa aku cuma capek doang k-"
TING!
Suara denting notifikasi terdengar dan akhirnya sepasang mata mereka berdua terpusat pada ponsel milik Azka.
Awalnya Rere tidak peduli dengan notifikasi tersebut, tetapi melihat pesan dari seseorang yang menurutnya asing membuat Rere dengan cepat mengambil ponsel milik laki-laki di hadapannya.
Azka yang kalah dengan Rere memijat pelipisnya pelan dengan tangan kirinya. Baiklah, mungkin emang udah saatnya Azka menceritakan semuanya kepada Rere kalau sudah tertangkap basah seperti ini.
Yap! Yang mengirim pesan barusan adalah Sera, setelah kejadian tadi siang akhirnya Azka memberanikan diri untuk meminta kontak gadis tersebut. Alhasil percakapan mereka berlanjut sampai sekarang ini.
"Sera?" Celetuk Rere yang menatap Azka dengan sorot mata meminta penjelasan kepadanya.
"Aku gak pernah tahu kamu punya temen yang namanya Sera Ka," Rere memencet notifikasi tersebut membaca pesan itu dalam hati dan itu cukup membuat Rere membacanya menahan sakit yang tiba-tiba menjalar di dalam tubuhnya.
Sera : Apapun masalahnya lo jalanin ya Ka :) i know you so well. Begitu pun lo, gue tahu lo lagi gak oke karena gue bisa merasakan hal itu di sini sekarang.
Rere menghela nafas panjang, kedua bola matanya sudah menahan air matanya agar tidak keluar secara mendadak karena menurutnya itu sangat memalukan. Di tambah lagi saat ini mereka berdua sedang berada di tempat umum, sial! Niatnya mau makan bersama malah mendapatkan hal yang membuat mood Rere menurun secara mendadak.
"Sera siapa? Kayanya kok kenal banget sama kamu," Suara serak Rere terdengar ke indera pendengaran Azka yang sedari tadi menyiapkan mental untuk menceritakan semuanya kepada Rere. Yap! Masa lalunya termasuk Sera yang sangat andil sekali di kehidupan Azka, yang pasti ini adalah alasan dirinya untuk menarik diri dari semua orang dan menjadi palsu di depan banyak orang.
"Dia..." Azka menjeda perkataannya sebentar, kemudian menatap Rere. "Dia temen aku masa kecil sekaligus mantan aku Re,"
Mendengar jawaban tersebut, akhirnya air mata yang ia tahan mati-matian sedari tadi akhirnya terjatuh tanpa pamit di atas pipinya. Senyuman lirih itu terlihat dan itu cukup menyakitkan jika untuk di pandang.
"Dia se - kenal banget sama kamu ya kayanya," Rere berusaha tenang, sebagaimana rasa emosinya saat ini benar-benar tidak bisa ia tahan. Bahkan rasa sakitnya sekarang, tetapi rasa penasarannya kepada wanita ini juga sangatlah tinggi. Maka dari itu Rere berusaha untuk mendengarkan penjelasan Azka, walaupun kemungkinan ini sangat menyakitkan baginya.
"Iya, she know everything about me. Tanpa terkecuali." Laki-laki itu meregangkan sendi-sendinya kemudian sedikit membenarkan posisi duduknya. "Dan dia juga yang ngebuat aku kaya gini,"
"Jadi, selama apapun kita kenal. Aku emang benar-benar gak bisa mengenali kamu secara baik ya Ka, padahal kita ini udah pacaran tiga tahun dan udah tunangan loh," Kekeh Rere putus asa sebari menaruh ponsel milik Azka di atas meja, "Karena ada orang yang dari masa lalu kamu yang bisa mengenali sekaligus memahami seorang Azka dengan baik,"
Rere menyentuh cincin di jari manisnya, menatap kosong cincin tersebut yang terpakai cantik di sana. "Dia.... Special itu ya di hidup kamu?"
Azka mengangguk pelan, "Iya, dan aku terlambat buat menyadari hal itu,"
"Tapi kamu gak usah khawatir Re," Azka membenarkan anak rambut yang berjatuhan di depan wajah Rere. "She's having little family,"
"Maksud kamu? Dia udah punya suami sama anak?"
Senyum Azka terlihat, mengangguk pelan untuk mengiyakan ucapan Rere barusan. "Kenapa bisa?" Tanya Rere penasaran walaupun rasa lega itu masih belum ada.
"So? Do you wanna hear story about me and Sera? Biar kamu lega kalau Sera itu bukan saingan kamu atau apapun itu? Karena bagaimana pun aku sekarang i still love you no matter what happend," Kata Azka yang tahu tentang keraguan Rere dari sorot wajah gadis itu.
Dan ya, tanpa laki-laki itu sadari, menjelaskan hal tersebut kepada Rere adalah salah satu musibah atau masalah untuk mereka berdua terutama Azka sendiri.
Karena bagaimana pun di hati terpencil Azka, perasaan itu masih ada dan tetap untuk gadis tersebut.
Sera Awalia Andani.