Pemandangan Wana Goasiluman ketika siang dan malam sangat indah pohon -pohon rindang bertebaran.Satwa -satwa liar ketika siang mencari sumber kehidupan.Baik makan dan minum yang disediakan oleh Alam Wana.Walaupun banyak Bahaya tak terlihat berada di dalam Wana.
Raden Sitija,Ditya Pancatyana,Mahasenopati Prabakesha beserta Rombongan Pasukan Pringgondani Akhirnya Mereka sudah sampai dan berada di dalam Wana. Banyak kabut menghalangi Pandangan hampir menutupi penglihatan Mereka.
"BERHENTIII…!"Seru Mahasenopati Prabakesha memberikan isyarat dengan Genggaman tangannya.
"Aku akan mencari pohon besar, Ngger.Dan melihat dari atas..."sambung Mahasenopati Prabakesha kepada Raden Sitija.
"Paman...,Apakah Paman -paman semua bisa menggunakan ajian meringankan tubuh...?"Tanya Raden Sitija pada rombongan Pasukan Pringgondhani.
"SENDIKO DAWUH.SINUWUN PANGERAN...!"Seru Mereka semuanya.
"Kalau begitu,Biarkan Hamba dan Wilmuna Yang akan Keatas.Dan mencari jalan letak goa itu.Paman-paman bisa mengikuti Hamba dari belakang.Hamba akan mengarahkan Wilmuna dari satu ranting ke ranting lainnya.Tapi sebelumnya biarkan Hamba melihat dari titik teratas.Agar Hamba bisa tahu keberadaan Goasiluman.Paman-paman...,Tunggu disini.Nanti Hamba akan turun kembali memberitahukan arahnya...!"Kata Raden Sitija Kepada kedua Paman Dityanya beserta Pasukannya.
"Baiklah, Ngger..."Jawab Ditya Pancatyana.
"Aku pernah dibawa kesini, Ngger.Biasanya ada jalan setapak menuju kearah Goa.Dan ada Pohon Beringin Raksasa Yang Akarnya menjuntai kearah batu di pinggir Goa.Goa itu Sebetulnya Mirip Dengan Sebuah Candi.Pada Pintu Gerbangnya yang diukir seperti Pahatan-pahatan,Ngger."Sambung Ditya Pancatyana Kembali Kepada Keponakannya.
"Baik Paman, Biarkan Hamba yang akan menengok dari atas..."
"Tidak perlu, Ngger Putraku.Biar Ibu yang menuntunmu dan yang lainnya...!"terdengar suara Perempuan yang tak asing di telinga Raden Sitija. Tiba -tiba tanah menyembul keluar. Lalu Muncul Sosok Wanita.Yang tak lain adalah Dewi Pratiwi,Ibunda Raden Sitija.
Raden Sitija pun segera turun dari tunggangannya dan bersimpuh menghormat diikuti oleh semua Rombongan Raksasa Ditya.
"Aku akan membuat kabut itu menghilang,
Putraku.Dan kalian para Dimas Silahkan mengikuti Aku dari belakang..."
"Sendiko Dawuh,Kanjeng Ibunda..."jawab Raden Sitija Sambil Tetap Bersimpuh.
Dengan Menyatukan Kedua Telapak Tangannya. Dan Menundukkan Kepalanya Pada Sang Ibunda. Sang Ibunda Segera Mengangkat Tubuh Putra Kesayangannya. Seraya Sang Ibunda Membelai Rambut Sang Putra.
"Sebetulnya Goa itu sudah tidak jauh dari sini..."Jelas Dewi Pratiwi kepada Semuanya.
Dewi Pratiwi menyatukan Kedua telapak tangannya.Lalu Sang Dewi pun meniup kabut itu hingga habis.Akhirnya
Tampak di depan Mereka sebuah Bangunan tua tempat pemujaan yang sangat indah.
"Kalian Para Hulubalang Pringgondani.Kuharap berjaga -jaga di depan.Dan jaga Paksi Wilmuna.Burung Tukang Klayapan...!"kata Mahasenopati Prabakesha pada hulubalangnya,Mahasenopati Prabakesha nyeletuk Kepada Paksi Wilmuna.
Raden Sitija dan dewi pratiwi tersenyum melihat Ulah Mahasenopati Prabakesha.Mahasenopati Prabakesha teus mengoceh sama Paksi Wilmuna.Sedang yang dimarahi hanya mengangguk -angguk.
"SENDIKO DAWUH,SINUWUN…"Seru Para Hulubalang Pringgodhani.
Mereka serempak sambil menghormat. Salah satunya mengelus elus Kepala Paksi Wilmuna Sang Elang Raksasa.Dewi Pratiwi pun memimpin Mereka Bertiga memasuki goa.Setiap Sang Dewi menyentilkan Jari Tangannya, Keluar api yang menyalakan obor penerangan disisi -sisi Goa.
Dan Mereka berempat pun memasuki Goa itu.
Semakin kedalam Bau Anyir Bangkai semakin merebak.RadenSitija,Ditya Pancatyana dan Mahasenopati Prabakesha meminta berhenti sebentar.Guna segera menyalurkan tenaga dalamnya. Agar Bau yang menusuk hidung bisa berubah menjadi udara yang segar.Akhirnya Setelah itu Merekapun Kembali Berjalan menyusuri lorong Goa kembali.Mereka sampai di sebuah bangunan Tua di dalam Goa. Hingga suatu sa'at Sang Dewi menghentikan langkah Mereka.
"Disini inilah asal bau anyir tadi,Ngger."jelas Sang Ibunda kepada Raden Sitija.
Ternyata apa yang ditunjukkan Sang Ibunda adalah lubang di depan halaman bangunan tua.Lubang Besar berisi hampir Jutaan Tengkorak Raksasa Ditya.
"Sekarang…,Lakukan Apa keinginan, Nakmas Arimbaji.Putraku..."kata Dewi Pratiwi Kepada Putranya.
Raden Sitija mengangguk pada Sang Ibunda Segera mengeluarkan bunga WijayaMulya.Dari balik kantong yang Dia bawa. Dengan menyatukan telapak tangannya dan mengapitkan bunga di sela -sela kedua jari tengahnya. kemudian Raden Sitija duduk bersila, Menarik nafasnya dalam -dalam dan memejamkan matanya. Raden Sitija berusaha mengosongkan pikirannya.
Raden Sitija kembali melewati cahaya yang sama. Ketika Raden Sitija meminta kehidupan untuk Kedua Saudaranya waktu itu.
"Hha...Hha...Hha...,Ngger, Putra bumi.Apa lagi yang Nakmas inginkan Dariku ?"terdengar Suara yang Raden Sitija kenali, Suara dari Batara Yamadipati.
Raden Sitija membuka matanya lalu tersenyum sembari menghormat pada Sang Batara.
"Paman ma'afkan, Hamba.Hamba terpaksa mengganggu istirahat Paman Yamadipati..."Kata Raden Sitija Tersenyum Kepada Paman Adityanya.Kemudian Menyatukan Kedua Telapak Tangannya Kembali Kepada Sang Paman.
"Apa itu ,Ngger.Katakan Padaku, Jika Aku bisa mengabulkannya.Pasti akan kukabulkan.Karena Aku juga Saudara dari Ayahandamu dan Ibundamu,Ngger.Raden Sitija Putra Bumi...?"Jawab Sang Batara Yamadipati Sekaligus Bertanya Kepada Raden Sitija.
"Sebetulnya, Paman.Hamba menginginkan Paman Yamadipati Mau mengembalikan seluruh Arwah ke seluruh Raga Pasukan Surateleng Milik Adi Arimbaji..."
"Hha...Hha...Hha...,Apakah Hanya itu saja,Ngger.Cah Bagus...?"tanya Batara Yamadipati Kepada Keponakannya.
Raden Sitijapun Tersenyum Dan Menjawab Pertanyaan Sang Paman Dengan mengangguk.
"Tapi...,Bolehkah setelahnya. Aku meminta bunga yang Kau pegang itu,Ngger.Kau bisa mendapatkannya kembali nanti jika Kau, Nakmas sowan ke Ekapratala.Bukankah Ibundamu dan Eyangmu yang menanamnya.Hha...Hha...Hha..."Kata Sang Batara Yamadipati Sambil Tertawa.
"Silahkan, Paman Yamadipati..."
"Baiklah, Ngger.Arwah-arwah itu masih berkeliaran di sekitar Goa Siluman.Nakmas Melihat Jutaan Cahaya terang itu.Itulah arwah Pasukan Prabu Arimbaji,Ngger...!"Jelas Sang Batara Kepada Raden Sitija.
Raden Sitija melihat Jutaan Cahaya Berkeliling diatas Langit -langit kayangan Milik Batara Yamadipati.
"Boleh Aku minta Janjimu Kepadaku,Ngger...?"tanya Batara Yamadipati kepada Raden Sitija.
Seketika Raden Sitijapun bersimpuh memberikan Bunga Wijayamulya kepada Sang Batara.Dengan Kedua Telapak Tangannya Kepada Sang Paman Adityanya.
"Terimakasih,Nakmas Sitija. Sang Putra Bumi…"Jawab Batara Yamadipati Tersenyum Sambil Menyatukan Kedua telapak Tangannya Kepada Sang Keponakan.
Raden Sitija Membalas Hormat Sang Paman Adityanya.
"AKU PERINTAHKAN ,PADA KALIAN PASUKAN PRABU ARIMBAJI.IKUTILAH KEPONAKANKU...RADEN SITIJA …PUTRA BUMI...!"
Seketika cahaya-cahaya itu berkumpul kearah Raden Sitija.
"Terima kasih, Paman.Terima kasih..."kata Raden Sitija sembari menghormat dengan menyatukan kedua telapak tangannya.Dan dibalas Kembali oleh Batara Yamadipati.
"Kembalilah, Ngger.Kanjeng Ibundamu sudah menunggumu...!"sambung Sang Batara sambil melapangkan Kedua Telapak tangan kanannya.
Raden Sitija kembali duduk bersila.Raden Sitija tetap menyatukan Kedua Telapak tangannya.Dengan Menarik nafas panjang lalu dihembuskan pelan -pelan.Kemudian Raden Sitija kembali memejamkan matanya.Raden Sitija kembali kearah jalan cahaya yang dilewati.Ditemani oleh Jutaan Arwah -arwah Pasukan Prabu Arimbaji.
Raden Sitija kembali membuka matanya.Sang Ibunda juga melakukan hal yang serupa Dengannya.
Seketika Bumi terasa bergetar seperti Gempa.Badai Terjadi Di Dalam Goa Siluman.Tercipta Awan Hitam Pekat Dan Petir Menyambar-nyambar Kearah Jutaan Tengkorak dan Tulang Belulang Kerangka Mayat Para Raksasa.Kerangka Mayat itu terbang Berputar Putar Beserta Debu Dan Tanaman.Semua Benda Terangkat Mengitari Jutaan Kerangka.Kemudian Terlihat Pemandangan Yang Sangat Menakjubkan.Tengkorak Dan Tulang Belulang Para Raksasa Ditya.Menyusun bagian-bagiannya sendiri.Hingga terbentuk utuh lalu Tanahliat dan Debu membantunya.Membuat serabut serabut yang menutupi tubuh Jutaan Kerangka. Setelah serabut serabut itu menutupi sekujur mereka. Kemudian Mengalirkan Air Yang Berubah Menjadi Darah. Darah itu Mengalir Kearah Atas Hingga Mencapai Tengkorak. Secara Perlahan Aliran Dari Darah menjadi Gumpalan daging.Dan Membentuk seluruh Organ dalam Mereka.Mulai Mata, Telinga Hidung,Gigi, Taring sampai mulut dan rambut.Lalu Perlahan membentuk Seluruh Urat. Hingga Menjadi Kulit Mereka.Lama -kelamaan akhirnya Hingga Membentuk tubuh sempurna.Dan Mereka pun turun dengan perlahan Di Tanah sembari menunduk.Para Pasukan Prabu Arimbaji Segera menghormat kepada Raden Sitija, Sang Ibunda, Ditya Pancatyana Dan Mahasenopati Prabakesha.
Ditya Pancatyana dan Mahasenopati Prabakesha yang melihat kejadian itu terkagum.
"Sendiko Dawuh Sinuwun,Nama Hamba adalah Anchakagra...!"
"Nama Hamba Yayahgriwa...,Sinuwun...!"
"Hamba Maudara...!"
"Dan Hamba adalah Amisundha,Sinuwun…!"
Mereka keempat Raksasa yang berbeda jenis. Anchakagra dan Yayahgriwa bermuka hampir mirip
ras Raksasa Ditya lainnya.Hanya Kulit Mereka yang terlihat sangat aneh.Anchakagra berkulit Coklat seperti tanah liat.Sedang Yayahgriwa berkulit abu -abu seperti Batu.Lalu Maudara Raksasa Ditya yang berhidung mancung seperti paruh burung.Dengan Gigi taring bawahnya mencuat keatas,Berkulit mirip Manusia.Hanya bagian pundaknya ditumbuhi bulu seperti burung.Amisundha adalah Raksasa Ditya Bongkok yang berlengan atas sangat kurus.Tapi Dengan Lengan Bawah Dan bertangan besar,Berkuku sangat tajam. Raksasa berperawakan seperti Kera. Karena Tangannya sampai menjuntai ketanah.Kulit dan Mukanya berwarna hijau bersisik seperti Ikan. dengan matanya yang lebar berwarna merah dan Bergigi Taring sama seperti Maudara.
"Adi Anchakagra,Adi Maudara,Adi Amisundha dan Adi Yayahgriwa..."Sapa Ditya Pancatyana Kepada Mereka Berempat.
"Kakang Prabakesha dan Kakang Pancatyana...!"kata Anchakagra.
Kemudian keempatnya menghampiri mereka berdua.Dan Mereka saling berangkulan Antara Satu Dengan Yang Lain.
"Akhirnya Kita bisa berkumpul kembali,Adi…!"kata Mahasenopati Prabakesha.
"Paman…,Sebaiknya Kita Segera kembali kearah Trajutrisna.Karena sebentar lagi fajar akan tiba...!"Kata Raden Sitija Kepada Kelima Pamannya.
"Sendiko Dawuh,Sinuwun.Kalau boleh tau apakah Angger Sinuwun,Adalah titisan dari Prabu Arimbaji...?"tanya Yayahgriwa Kepada Raden Sitija.
"Nanti saja itu dibahas,Paman.Hamba minta Kita segera kembali...!"Kata Raden Sitija.
"Baiklah, Ngger.AYOOOO…!,PASUKAN SURATELENG.KITA SEKARANG PUNYA RAJA BARU...!"Teriak Ditya Anchakagra Kepada Para Pasukannya.
Para Pasukan Itupun Berteriak Kegirangan Mendengar Seruan Mahasenopatinya. Namun tiba -tiba Raden Sitija menyela.
"AKU BUKAN RAJA.AKU ADALAH TEMAN KALIAN PARA PRAJURIT SURATELENG.SEKARANG.TURUTI PERINTAH MAHASENOPATI KALIAN,PAMAN.PERGILAH KALIAN KEARAH TUNGGURANA.DISANA DIBANGUN PESANGGRAHAN YANG BERNAMA TRAJUTRISNA.BANTU HAMBA DAN SAUDARA -SAUDARA KALIAN YANG LAIN DISANA. SETELAH ITU, BALAS DENDAM KALIAN PADA PRABU NARAKASURA DAN PRABU BOMABOMANTARA.SEBAB KARENA MEREKA KALIAN SEKARANG DISINI.IKUTI MAHASENOPATI PRABAKESHA DAN MAHASENOPATI PANCATYANA MENUJU TRAJUTRISNA.SEKARANG JUGA,PAMAN…!"teriak Raden Sitija menggema di dalam Gua.
Seketika Terdengar teriakan Sorak sorai Para Pasukan Raksasa Surateleng.
Mereka Akhirnya menuju keluar dari arah goa.
"Ayo...,Paman.Kita harus segera keluar mengikuti Pasukan-pasukan yang Paman akan bawa…!"kata Raden Sitija kepada Keempat Raksasa Ditya yang dihidupkannya.
Beserta Ditya Pancatyana dan Mahasenopati Prabakesha.Setelah sampai diluar goa.
"Ngger...,Ibu Mau pamit menuju Rkapratala lagi.Jaga Dirimu.Baik-baik Putraku..."kata Dewi Pratiwi kepada Raden Sitija sembari memeluk Putranya.
"Sendiko Dawuh,Kanjeng Ibu..."Jawab Raden Sitija Tak Luput Memberi Hormat Kepada Sang Ibunda.
"Adi Pancatyana,Adi Prabakesha.Dan semua Adi -adi Pasukan Surateleng Beserta Pasukan Pringgodhani.Ma'afkan Aku,Tugasku sementara hanya sampai disini..."sambung Sang Dewi Berpamitan Kepada Semua Pasukan Ditya.
"Terimakasih,Kakang Mbok Pratiwi.Ma'afkan juga, Keberadaan Kami selalu membuat Kakang Mbok repot...!"jawab Mahasenopati Prabakesha sambil menghormat Dengan menyatukan kedua telapak tangannya.
Akhirnya Diikuti oleh Ditya Pancatyana Beserta Para Pasukan Surateleng Dan Hulubalang Pringgodhani.
"Itu sudah Kewajibanku,Adi.Jaga diri Kalian baik -baik..."sambung Dewi Pratiwi.Kemudian Tubuh Sang Dewi tenggelam didalam tanah.
Raden Sitija segera menghampiri Paksi Wilmuna kemudian menaikinya.
"Paman Semua,Hamba tunggu kehadiran Paman Semua.Ikutlah Dengan Paman Pancatyana dan Paman Prabakesha..."sembari menghormat menyatukan Kedua telapak tangannya.
Raden Sitija menarik tali kekang Paksi Wilmuna pelan.Seketika Paksi Wilmuna mengepak -epakkan sayapnya terbang mengambang di udara. Dan sekali lagi Raden Sitija menghormat kearah Pasukan Surateleng.Lalu Paksi Wilmuna terbang berbalik dan melesat di udara.
"AYYOOOO...,SIAPA YANG SAMPAI DULU.AKAN MENDAPAT HADIAH.RUSA HUTAN PANGGANG...!!"Seru Mahasenopati Prabakesha Kepada Para Pasukannya.
"SENDIKO DAWUH,SINUWUN...!"Seru Semua Pasukan mengambil Ancang-ancang Siap berlari.
"AAAAYYYYOOOOO...!!"kata Ditya Pancatyana yang berlari lebih dahulu Diantara Mereka.
Kemudian Semua Pasukan mengikutinya Menembus Bayangan Gelap. Mereka Berlari Dengan Kecepatan Laksana Terbang Kearah Fajar yang akan menyingsing.