Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Not a Normal Cat

Ap_Riz
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.8k
Views
Synopsis
Bukan seekor kucing biasa atau memang bukan seekor kucing? #### Azka dan Wulan adalah sepasang kakak beradik yang hidupnya berubah 180° karena kehadiran seekor kucing. Membuat hidup mereka menjadi lebih seru.
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

"Hmm … kasihan sekali!? Huh, andai saja kak Wulan mengizinkan untuk memelihara hewan," sesal seorang pemuda dengan kemeja putih serta celana abu-abu kebiruannya, yah, seragam SMA.

Ketika dalam perjalanan ke sekolahnya, dia tak sengaja menemukan seekor kucing yang kondisinya begitu mengenaskan di pinggir jalan. Kucing kurus dengan Scabies di sekujur tubuh.

Si pemuda lantas merasa iba, pada dasarnya dia memang penyayang hewan, terlebih kucing.

"Hei, Azka! Kenapa berhenti? Kita bisa terlambat, lho!?" teriak seorang gadis padanya, sama-sama mengenakan seragam SMA. Ia mendekati lelaki yang ternyata bernama Azka.

"Hoh … kucing? Kondisinya ... aku sungguh tak tega. Dia bahkan tak bisa bergerak!" celetuk gadis itu begitu melihat kondisi kucing yang ditemukan oleh Azka, tatapannya begitu prihatin.

"Hmm … Tan, bisa kau pungut kucing ini?!"

"Hah?" Gadis itu mengernyitkan dahi pada kata-kata Azka, ia sempat meragukan pendengarannya, "yah, sebetulnya bisa-bisa saja. Tapi, kucing di rumahku sudah terlampau banyak. Toh, aku juga tak punya waktu untuk mengurus kucing ini hingga sembuh. Kenapa bukan kau sa——oh, ya … kak Wulan."

Azka mengangguk-angguk, "Sudah dari sananya dia membenci kucing. Dia selalu berkata 'Kita untuk hidup saja masih pas-pasan, ingin menambah beban hidup? Apalagi hewan pemalas yang tahunya makan dan BAB!? Tak berguna!' Apa-apaan dengan menyebut sebagai 'Pemalas', kak Wulan memang tak penyayang hewan." Azka cemberut saat dia mengingat petuah yang selalu dilontarkan oleh kakak perempuannya, ketika dia meminta izin untuk merawat kucing.

"Hahaha … sudah, sudah! Tapi, kak Wulan ada benarnya, lho?!" Gadis dengan rambut berkucir belakang itu tertawa lepas, ekspresi yang ditunjukan Azka penyebabnya. Ia tak berhenti memukul-mukul punggung lelaki itu saking gemasnya.

"Woi, sakit. Pelan-pelan!" keluh Azka yang merasa punggungnya dihantam sedikit keras. "Tapi, ada pihak mana kau?"

"Yah, tentu saja dipihak kak Wulan. Untuk apa aku memihakmu?"

Azka seketika memasang wajah datar dan berdecih. "Kau benar-benar tak setia kawan!"

"Hei, mulut siapa itu? Lalu, siapa yang selama ini menampung semua kucing yang ingin kau pungut? Aku ini perempuan paling baik sedunia, tau!"

"Ya, ya. Intan memang perempuan paling baik," Azka tersenyum garing dan pura-pura tepuk tangan. "Jadi, gimana … kau benar-benar tak bisa mengusahakan——"

Gadis bernama Intan menggeleng dan menunjukkan tatapan menyesal. "Aku sungguh tak bisa."

"Begitu, ya?" Azka pun menunduk pasrah dan menatap kucing yang kapan pun bisa mati jika tetap berada di jalanan.

'Maaf, kawan.' batinnya.

"Yah, mungkin kita bisa menghubungi komunitas pecinta kucing." Intan memotret gambar kucing itu dengan ponselnya.

"Benar juga. Ide bagu——"

"Oi, oi, Ka … apa yang kau lakukan?" tanya Intan dengan nada tak senang. Pasalnya Azka hendak memasukkan kucing itu ke dalam tasnya.

"Apakah perlu ditanya?" Azka kekeh dan hendak menyentuh kucing yang hampir gundul bulunya.

"Oh, tidak, tidak!" Intan menyentak tangan Azka dan menariknya menjauh. "Scabies bukan hanya menular pada sesama kucing, kadang juga pada manusia. Jangan menyentuhnya dengan tangan kosong!"

"Jadi, aku harus membiarkannya di pinggir jalan? Aku ragu kucing ini bisa bertahan sampai waktunya diselamatkan!?"

"Baiklah, Tuan pencinta kucing … aku adalah temanmu, satu-satunya temanmu. Sebagai kenalan yang baik, tentunya aku tak ingin badanmu gatal-gatal, 'kan? Tolong, mengertilah! Demi dirimu, demi diriku!" Intan memohon, memasang wajah memelas.

"Oh, tadi nyaris, Nona Intan. Tapi, aku bukan lelaki murahan yang gampang termakan oleh rayuanmu!?" ucap Azka dengan wajah datar, tetap memasukkan kucing dengan telinga penuh Scabies itu ke dalam tasnya.

"Ok, fine. Awas saja ke depannya terjadi sesuatu pada badanmu!" ucap Intan kesal, memalingkan mukanya dan nyelonong pergi.

Azka geleng-geleng kepala. "Dasar wanita!"

Dia melirik tas yang resletingnya tak menutup sempurna. "Kau harus bertahan lebih lama, kawan!"

Selanjutnya … Azka berjalan menyusul Intan yang sudah lumayan jauh di depan.

"Hoi, Tan … tunggu aku!"

Sementara itu, kucing di dalam tas Azka membuka matanya. Terlihat bola matanya berwarna merah menyala.