Chereads / Not a Normal Cat / Chapter 2 - Pencuri

Chapter 2 - Pencuri

Beberapa hari sebelumnya ….

Awan gelap sedang memenuhi langit kota X pada pagi hari. Jadi, suasana terasa senja. Angin juga kerap berhembus kencang yang membuat tiap orang enggan untuk membuka pintu atau jendela rumahnya.

Bukan cuma itu, ramalan cuaca yang mengatakan bahwa akan ada hujan badai disertai angin dan petir telah menghilangkan semangat sebagian orang untuk mencari nafkah. Alhasil, sebagian orang memilih untuk izin cuti.

Sebagain lainnya tetap profesional, suka tidak suka, mereka menerobos dinginnya embusan angin. Wulan adalah salah satunya. Wanita berumur dua puluh tahunan, berambut hitam panjang dan mata cokelat, dia berangkat bekerja. Pekerjaannya adalah kasir di minimarket yang berada dekat di rumahnya.

"Hiii … hari ini dingin sekali!" ucap Wulan tiba dengan Hoodie birunya, memeluk diri sendiri saking bekunya udara.

"Begitulah, badai di bulan juli!" timpal rekan kerjanya, seorang lelaki yang berumur sebaya.

"Iklim berubah drastis. Mau kiamat kali, ya?" celetuk Wulan, mulai melepas Hoodie yang dikenakan. Dia sudah memakai seragam kerjanya, jadi tak perlu repot untuk ganti baju.

Lelakinya itu sedikit melirik Wulan ketika melepas Hoodie, karena bajunya ikut tertarik ke atas, bagian perutnya terkespos.

Lelaki itu segera mengalihkan pandang.

"Hmm … kiamat? Sebaiknya jangan dulu! Aku belum kawin?!" guraunya.

"Kalau gitu, ya cari. Jangan kebanyakan ngeluh!" Wulan berlalu melewati rekan kerjanya itu dan mulai melaksanakan tugas sebagai kasir. Mengucir rambut dan memakai topi.

"Mau gimana lagi, cewek zaman sekarang banyak maunya."

Wulan tak menghiraukannya, lebih memilih fokus mengecek rak-rak yang sekiranya kosong, sebab akan diisi lagi.

"Jangan banyak omong! Cepat kerja! Cewek nggak suka cowok pemalas!" sembur Wulan menatapnya jijik.

"Huh, ya, ya. Padahal yang selalu membuka Rolling door lebih dulu itu——"

"Jangan banyak omong!"

"O-oke." Wajahnya langsung berkeringat.

Setelah beberapa jam yang membosankan sebagai kasir.

Waktu telah menunjukkan pukul tiga, Shift mereka berdua akan segera selesai. Tetapi, wajah keduanya sama sekali tak senang. Di luar sedang terjadi badai. Mereka kemungkinan akan pulang telat.

"Kenapa hujannya seharian? Ahh, jemuranku pasti tak kering!" ucap Wulan frustasi.

"Kenapa repot? Sekarang ada teknologi yang namanya 'setrika'," timpal lelaki itu tersenyum lebar.

"Baunya nggak enak, apek."

"Ada yang namanya pewangi."

"Aku tak punya."

"Berarti deritamu!"

Wulan membuang muka dengan kesal. Dia sebetulnya bukan hanya cemas soal jemurannya, yah, masa bodoh lah. Tetapi, karena adik laki-lakinya, Azka.

'Apa Azka sudah sampai di rumah? Ah, tidak … hujan selebat ini. Dia juga tak membawa payung."

Seorang pelanggan mendadak muncul, baik Wulan dan rekan kerjanya seketika bersikap formal, memberikan senyum dan kalimat template yang sering digunakan bila ada pelanggan yang datang.

Wulan memerhatikan si pelanggan secara seksama, pasalnya aneh saja. Badai sedang mengamuk, jika sebagian orang memilih untuk menghangatkan diri di rumah, pria dengan busana hitam itu berbeda.

"Siapkan ponselmu!" bisik Wulan, mengikut rekannya.

"Hah?"

"Goblok!" Wulan sedikit kesal dibuatnya. "Orang itu mencurigakan!"

"Oh, tapi tau dari mana?"

"Mungkin insting."

Walaupun terdengar absurd, tapi Wulan ada benarnya. Orang dengan tampang misterius pantas dicurigai, apalagi si pelanggan mengenakkan jaket hitam dengan kupluk yang menutupi wajah bagian atas.

'Semoga tak terjadi hal yang buruk?!' Wulan harap-harap cemas.

Akhirnya si pelanggan membawa barang belanjaannya ke kasir. Barang yang dibeli hanya sebatas bangsa cemilan. Wulan melayaninya dengan baik.

Di saat waktu pembayaran ….

"Jadi, total semuanya——"

Si pelanggan misterius itu asal menyambar kantong plastik berisi belanjaannya begitu saja, ia celonong pergi dari minirmarket.

"Jangan kabur! Cih, tak bisa dibiarkan——"

"Lan, kau mau kemana?" cegah si rekan kerja.

"Kau buta? Tentu saja mengejar pencuri itu! Aku tak mau disuruh mengganti barang-barang itu, amit-amit dipecat. Sudah lepas!" Wulan menyentak tangan teman kerjanya, langsung keluar untuk mengejar si pencuri walaupun di luar sedang hujan deras.

"Cih, aghh …." Lelaki itu mengacak-acak rambutnya. Ia berkeinginan untuk ikut mengejar, namun minimarket tak boleh kosong. Ia masih mempertimbangkan nasib mereka berdua.

"Semoga Wulan tidak apa-apa!?"

Sedangkan di sisi lainnya …

Di tengah hujan yang berkecamuk, Wulan dengan gagah berani mengejar si pelanggan yang tak mau bayar. Masa bodoh dengan badai, bagi wanita itu … dipecat adalah mimpi terburuk.

"Hei, jangan kabur!" teriak Wulan yang melihat si pencuri berlari tergopoh-gopoh sebab hujan yang teramat deras.

Wulan pun sama, susah untuk membuka mata karena air yang berjatuhan dari langit. Dengan lengan yang menaungi wajah, dia mulai melakukan pengejaran.

'Astaga … kuharap aku tak jatuh sakit setelah ini!' batin Wulan yang terus menerjang hujan.

Si pencuri berada di depannya puluhan meter, memilki masalah yang sama. Apalagi angin berembus kencang, nampak hampir membuat pohon roboh. Apalagi untuk menghempas manusia berbobot 50 kg.

Kemudian, si pencuri pergi ke seberang jalan. Mau tak mau, Wulan juga harus ke sana. Tapi, sialnya banyak mobil yang melintas saat dia hendak menyeberang.

"Cih, ayolah!" gumamnya terus berusaha untuk tetap melihat keberadaan si pencuri.

Yah, salahnya … kenapa tidak menyeberang di zebra cross. Tidak, jika dia melakukannya, Wulan pasti sudah kehilangan jejaknya.

"B-berhenti!" teriak Wulan.

Siapa pencuri yang akan menggubris? Pencuri bodoh yang tahu bahwa pelariannya gagal. Namun, orang yang dikejar Wulan belum bisa dipastikan gagal.

"Ah, dasar brengsek——"

Jdarr!

Wulan sedikit kaget terhadap guntur, itu teramat besar hingga membuatnya cemas pada dirinya, pada adiknya yang entah gimana kondisinya sekarang.

Wulan melanjutkan pengejaran.

Akan tetapi, nampak fenomena aneh di langit. Kilat berwarna merah muncul, lalu disusul petir yang menyambar.

Jdarr!

"Ahhhhh!" teriak Wulan menyumbat kupingnya, sambaran petir tadi sangat dekat dengannya.

Wanita itu perlahan-lahan membuka mata serta telinganya. Dia menggigil, bukan hanya dingin, tetapi juga ketakutan.

Dirasa nanggung bila kembali dengan tangan kosong, apalagi sudah basah kuyup. Wulan lantas menguatkan diri. Dia berjalan menuju ke sebuah gang, pencuri tadi juga kebetulan masuk ke sana.

Wulan juga sudah mulai pasrah bila jejak si pencuri telah hilang.

Lampu jalanan mendadak cahayanya terputus-putus, seperti hendak mati. Namun, Wulan menghiraukannya. Dia masuk ke dalam gang itu. Mata cokelat kepunyaannya lantas melebar melihat kondisi gang sempit yang ternyata buntu.

"K-kemana? Ini jalan buntu, 'kan?"

Kemudian, Wulan semakin terkejut. Dia melihat kantong plastik berwarna putih yang tercecer, isinya adalah barang belanjaan si pencuri.

"A-apa dia tersambar petir? T-tapi, di mana tubuhnya? T-tak mungkin hancur hingga menjadi debu?!"

Wulan memungut kresek putih itu, sayangnya tak bisa diselamatkan. Sebagian sudah hancur, plastiknya pada meleleh karena panas sambaran petir.

"I-ini sungguh mustahil!"

Meong ….

Wulan kemudian dikejutkan oleh suara kucing. Dan benar saja, di tengah badai yang mengamuk, nampak seekor kucing berbulu abu-abu teringuk lemah.

Wulan menatapnya datar, dia sebetulnya iba, namun tak bisa melakukan apa pun.

"Jika Azka melihat ini … dia pasti akan langsung merengek untuk memungutnya. Tapi, maaf … aku bukan Azka!" ucap Wulan berbalik badan dan pergi.

Setelah Wulan benar-benar pergi, terdengar suara.

"A-aku selamat."

Kucing abu-abu itu membuka matanya, yang mengejutkan ternyata berwarna merah.