Bagi sebagian orang masa SMA adalah masa-masa yang bahagia. Hal tersebut terjadi setidaknya untuk Anton, seorang remaja laki-laki kurus tinggi yang sangat pemalu. Tahun itu adalah tahun keduanya sekolah di Jakarta, setelah setahun sebelumnya ia pindah dari sekolahnya di luar negri, di Singapura. Selama 15 tahun hidupnya sudah beberapa kali ia berpindah-pindah tempat tinggal dikarenakan alasan yang ia sendiri juga kurang faham. Ia hanya mengikuti kedua orangtuanya saja tanpa bisa melakukan apa-apa.
Anton berasal dari keluarga yang sangat berkecukupan, bahkan berlebih sekali. Orangtuanya menjalankan bisnis keluarga yang jaringan sudah internasional dan bisnis yang dijalankanpun beraneka ragam. Namun hal tersebut tidak menjadikan Anton dan seorang kakaknya yang juga laki-laki di didik dengan manja. Orantuanya malah mendidik mereka dengan keras dan tidak berlebihan dalam hal materi. Selama bersekolah di beberapa kota di luar negri, mereka selalu menggunakan kendaraan umum. Bahkan kakak Anton yang saat itu sudah berkuliah di salah satu negara di Eropa, meskipun tinggal disebuah rumah yang milik keluarga mereka sendiri, tidak mendapatkan fasilitas berlebihan. Kakaknya yang bernama David itu bahkan sering mengambil pekerjaan sampingan disana sambil berkuliah.
Di Jakarta mereka tinggal di daerah Ciganjur dan rumah mereka sangat luas meskipun berada jauh dari jalan utama. Untuk berangkat sekolah, Anton sering diantar tukang kebunnya dengan motor sampai ke jalan raya untuk melanjutkan dengan kendaraan umum. Anton sebenarnya sedikit shock saat awal pindah ke Jakarta, karena berbagai faktor. Baik itu factor cuaca, budaya, dan bahasa. Bukan berarti Anton tidak bisa berbicara bahasa Indonesia, ia cukup fasih berbicara beberapa bahasa karena sejak kecil orangtuanya sudah mengajarkan demikian dan iapun sudah beberapakali berpindah tempat tinggal. Hanya saja ia sedikit lelah harus beradaptasi lagi dengan lingkungan sekolah, teman-teman baru, pelajaran baru. Itu membuatnya sedikit muak.
Mata Anton tidak bergitu baik sejak kecil, ia memiliki mata minus dan silinder yang sangat parah sehingga harus mengenakan kacamata untuk melakukan aktifitasnya. Jika tidak maka semua yang ia lihat hanya bayangan yang samar, bagai sebuah lukisan abstrak yang bergerak. Rambutpun selalu ia tata kelimis dengan menggunaan pomade karena jika tidak rambut ikalnya tampak sangat berantakan dan ia merasa rambutnya memiliki kecepatan tumbuh yang super. Saat bersekolah di Jakarta hal yang dinanti-nantikan adalah bertemu dengan sahabatnya, Hanin namanya. Seorang gadis mungil yang ceria berambut ikal namun tidak seikal dirinya, senang sekali berbicara dan sangat akif berkegiatan. Mereka bersekolah di sebuah sekolah swasta yang cukup bagus yaitu SMA Pelita yang letaknya di daerah Pasar Minggu.
Anton menikmati persahabatannya dengan Hanin sejak tahun pertama bersekolah disana. Hanin tanpa malu dan ragu mengajak Anton berkenalan dan kemudian selalu mengajaknya kesana kemari menemaninya berkegiatan. Bahkan di tahun keduanya ini, ia kembali satu kelas dengan Hanin dan duduk di bangku yang bersebelahan. Anton cukup mengenal Hanin dan keluarga karena Hanin sering sekali mengajak belajar bersama di rumahnya. Letak rumahnya dengan sekolahanpun tidak jauh, hanya berjarak sekitar 300 m sehingga hampir setiap hari Anton sepulang sekolah mampir kesana.
Malam itu ia terbangun. Anton merasa ada yang aneh ditubuhnya. Ia merasa suhu badannya tidak seperti biasanya, malam itu tubuhnya terasa lebih panas, namun ia tidak merasakan pusing ataupun demam. Kacamata yang biasa ia gunakanpun tidak nyaman digunakan lagi, malah membuat pandangannya menjadi tidak jelas dan menjadi pusing. Di kamarnya yang memakai AC ia berkeringat, iapun duduk di pinggir tempat tidurnya. Kamarnya masih gelap, karena memang ia terbiasa tidur dengan lampu yang dipadamkan. Diluarpun langit masih gelap, namun entah kenapa Anton terbangun karena merasa ada keanehan di tubuhnya. Matanya saat terbangun itu tampak dapat melihat dengan jelas meskipun tanpa menggunakan kacamata, terlalu jelas bahkan. Di kamarnya yang gelap itupun, ia dapat melihat segala sesuatu dengan jelas, dan hal itu membuatnya khawatir.
Tiba-tiba kupingnya terasa gatal dan ia merasa bisa mendengar segala sesuatu lebih jelas. Gerakan jarum jam di dinding yang letaknya di luar kamarnya, suara kumbang yang terbang di luar jendela, bahkan suara halus hembusan angin. Di sentuh kupingnya yang gatal, Anton berniat untuk menggaruknya, namun ia terkejut karena telinganya menghilang. Posisi telingan yang biasanya di kepala bagian samping kanan dan kiri tidak ada, ia panik. Kembali di telusuri posisi kepala yang tadinya merupakan tempat telinganya berada, ia hanya merasakan rambut, bukan rambut tapi bulu halus! Ia ketakutakan, di sentuhnya seluruh bagian kepalanya, ia merasakan telinganya menjadi runcing di bagian atas kepala, dan yang lebih mengejutkan lagi, ia memiliki moncong. Iapun berteriak, tapi bukan suara yang keluar melainkan lolongan panjang.
"Auuuuuu...….!"
Anton bingung, apa yang telah terjadi pada dirinya. Setelah diperhatikan lagi, tubuhnya menjadi agak aneh bentuknya, dan semuanya ditutupi bulu! Ia segera berjalan ke kamar mandi yang letaknya ada di dalam kamar. Dinyalakanya lampu kamar mandi yang membuatnya memicingkan matanya karena silau, dan di lihatnya sosok aneh di pantulan cermin kamar mandi. Bukan dirinya yang biasa ia lihat saat berkaca, namun sosok aneh yang menyeramkan. Seekor serigala raksasa! Manusia serigala lebih tepatnya! Ia terbelalak, makhluk yang ia lihat dipantulan cerminpun ikut terbelalak. Tepat saat itu, kedua orangtuanya masuk kekamar, Anton sangat terkejut, pandangannya kabur, dan iapun jatuh pingsan.
"Anton, Anton, bangun nak.", terdengar suara lembut ibunya memanggil-manggil namanya.
"Sudah saatnya ternyata. Aku lupa kalau hari ini dia berusia 16 tahun.", ayahnya berkata kepada ibunya.
"Kubilang juga apa, seharusnya kita tidak memperpanjang masa tinggal kita disini! Seharusnya kita sudah tinggal di vila yang dekat gunung Halimun!", ibunya berkata dengan nada kesal kepada suaminya itu.
"Bunda juga kenapa malah lupa. Pas masanya David, Bunda juga yang mengingatkan Ayah.", jawab sang ayah dengan nada sedikit meninggi.
Ketika sang ibu akan berbicara untuk menanggapi perkataan sang ayah, Anton membuka matanya kemudian langsung terduduk dengan panik meraba seluruh tubuhnya. Ia kini sudah berpindah ke tempat tidur, mungkin tadi ayah memindahkannya karena ia ingat betul hilang kesadaran saat melihat cermin di kamar mandi. Ia menyadari kalau tubuhnya tampak normal, seperti manusia pada umumnya. Untuk lebih yakin, ia segera berdiri menuju ke kamar mandi untuk bercermin. Pantulan dirinya di cermin tampak normal. Ia bernafas lega, dan berjalan perlahan ke tempat tidur dimana ayah dan ibunya menunggu tanpa berkata apa-apa.
"Ternyata cuma mimpi buruk. Tapi….terasa nyata tadi.", Anton berkata sambil duduk di dekat ibunya.
Ibunya mengelus kepala Anton dengan lembut, lalu memeluknya. Anton merasa lega dan nyaman dalam dekapan ibunya itu.
"Tapi sayangnya itu bukan mimpi nak.", bisik ibunya.
Anton terbelalak mendengar bisikan ibunya. Antara percaya dan tidak dengan bisikan ibunya tadi, Anton melepaskan diri dari dekapan ibunya lalu memandangi wajah ayah dan ibunya bergantian.
"Ma..maksud Bunda? Bukan mimpi apanya?", tanya Anton dengan nada ragu.
Ayahnya kemudian menghela nafas sambil berdiri dan berkata, "Besok pagi akan Ayah jelaskan nak. Maafkan kami terlambat menjelaskan kepadamu karena kesibukan pekerjaan kami. Dan oh ya, Happy Birthday Anton. Kamu sudah berusia 16 tahun."
"Selamat ulang tahun sayang. Usia 16 tahun adalah awal kehidupanmu yang sesungguhnya.", ucap ibunya sambil mencium kening Anton.
"Tidurlah, nanti pagi-pagi kita bertemu di ruang kerja Ayah. Dan, mulai besok kamu tidak perlu kesekolah lagi."
"Tapi Ayah…..",belum selesai Anton berbicara, ayahnya meletakkan jari telunjuknya di bibir yang menandakan bahwa ia tidak ingin mendengar alasan apapun.
"Tidurlah.", perintah ayahnya.
Akhirnya Anton berusaha menutup matanya saat kedua orangtuanya meninggalkan kamar dan kembali mematikan lampu. Namun pandangannya terasa aneh, karena dia dapat melihat dan mendengar segala sesuatu dengan lebih jelas. Seakan-akan matanya bisa menembus ditengah kegelapan. Ditepisnya segala pikiran aneh di benaknya dan ia berusaha kembali terlelap, namun hingga pagi tiba, ia tak juga dapat kembali terlelap. Akhirnya ia bangun dan bersiap-siap menemui ayahnya di ruang kerja.