Chereads / Mencintai Aul / Chapter 4 - Vila Gunung Halimun

Chapter 4 - Vila Gunung Halimun

Anton tiba larut malam di vila kaki gunung Halimun. Hari itu dia terpaksa pergi ke Jakarta karena harus bertemu dengan beberapa orang yang merupakan klien dan rekan bisnisnya. Mang Ujang, supir pribadi Anton sudah menawarkan untuk mengantar beliau ke Jakarta tetapi di tolak mentah-mentah. Alasannya dia ingin pergi sendiri menggunakan kendaraan umum karena ingin merasakan keramaian dan kepadatan kota Jakarta seutuhnya.

Sejak usia 16 tahun dia sudah mulai berlatih mengendalikan gen Aul yang mengalir dalam darahnya di vila itu. Awal-awal gen itu aktif, sangat menyiksa bagi Anton. Dia bisa terbangun di pagi hari dengan berlumuran darah, tergeletak tanpa busana dipinggir hutan yang berada di belakang vila. Untungnya itu adalah darah domba yang memang di ternakkan di vila pribadi milik keluarganya. Suatu waktu dia pernah terbangun dengan bangkai kelinci di mulutnya, atau tangannya sedang menggenggam jantung domba. Tiga bulan pertama bagaikan neraka untuk Anton.

Belum lagi sensitifitas seluruh indranya yang menjadi berkali-kali lipat manusia biasa. Itu sangat mengganggunya, dan benar-benar membuatnya depresi. Pak Pratama dan Bu Sarah dengan sabar menemani putra bungsunya itu, bahkan mereka sampai cuti dari urusan bisnis selama 6 bulan. Pak Pratama kewalahan menghadapi perubahan Anton, karena ternyata perkembangannya berbeda dengan David. Gen Aul yang berkembang di tubuh Anton adalah gen Aul yang sangat agresif, bahkan Pak Pratama sampai harus meminta bantuan sesepuh Aul yang hidup di dalam hutan kaki gunung Halimun dan Salak. Karena jika dalam satu tahun Anton tidak bisa mengendalikan kekuatannya, maka ia terancam akan dibinasakan oleh World Werewolves Society, perkumpulan kaum werewolves dari seluruh dunia.

Untungnya setelah melewati masa kelam selama 5 bulan, perlahan Anton bisa mengendalikan sisi agresif gen Aulnya. Hal itu tidak lepas dari bantuan para sesepuh yang sampai turun gunung untuk membimbing Anton. Anton melanjutkan pendidikannya dengan program home schooling yang difasilitasi World Werewolves Society dan melanjutkan perkuliahan di IPB mengambil jurusan biologi. Kemudian Anton mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang konservasi alam, berpusat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Perusahaannya menjadi salah satu perusahaan yang memiliki peranan penting di World Werewolves Society, terutama untuk kaum Aul, kaum werewolves asli Indonesia. Perusahaan tersebut didirikan saat Anton berusia 21 tahun dan semakin berkembang diusianya yang kini 23 tahun.

Di vila itu, Anton ditemani beberapa orang kepercayaan keluarga Pak Pratama yang sudah bekerja di keluarga beliau secara turun temurun sehingga sudah mengetahui rahasia keluarganya. Sebagian manusia biasa, dan sebagian lagi adalah keturunan Aul. Mang Ujang salah satu dari manusia biasa yang bekerja pada keluarga Pak Pratama. Ia adalah generasi kesepuluh dari keluarganya yang mengabdi pada keluarga ayah Anton dan beliau sudah menganggap Anton seperti putranya sendiri. Pada masa-masa terberat Anton, Mang Ujang adalah sosok yang selalu menghibur Anton.

Mang Ujang keheranan melihat Anton yang baru saja tiba dan kewalahan mencari-cari charger handphonenya. Tidak biasanya Anton terburu-buru melakukan sesuatu yang berhubungan dengan tekhnologi seperti saat itu. Biasanya jika pulang bepergian sampai malam, ia akan beristirahat di sofa sambil meluruskan kaki kemudian akan minta dibuatkan teh atau kopi. Setelah hilang lelahnya baru Anton akan mengecek hanphonenya sebentar, lalu segera mandi dan beristirahat. Bahkan seringkali tidak lagi mengecek handphonenya, ia hanya akan duduk sambil memejamkan mata menikmati suara-suara dari alam sekitar yang mungkin bagi manusia biasa tidak terlalu jelas terdengar, menghabiskan minumannya lalu mandi dan beristirahat.

Setelah menemukan chargernya, Anton duduk di meja kecil yang dekat dengan stop kontak, langsung menyalakan handphonenya dan menunggu beberapa saat.

"Yes!" pekiknya gembira.

Mang Ujang yang sedang menyeduh kopi panas sampai terkejut dibuatnya. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya keheranan melihat tingkah laku anak majikannya. Ditambah lagi Anton mengetikkan sesuatu di handphon sambil tersenyum-senyum sendiri.

"Naha Ton? Kamu bahagia pisan liat handphone?" tanya Mang Ujang sambil meletakkan kopi seduhannya di meja kecil dekat Anton duduk.

"Iya Mang." Anton menjawab singkat sambil tersenyum manis.

Mang Ujang sampai dibuat terkesima dengan senyuman Anton. Sepertinya selama tinggal di vila itu, Mang Ujang belum pernah melihat senyuman Anton sebahagia sekarang. Di perhatikannya Anton dari kejauhan, ia mengetikkan sesuatu di handphone kemudian tertawa sendiri. Mang Ujang ikut bahagia melihat kondisi Anton saat itu.

"Mungkin urusannya hari ini berjalan sangat baik." Pikir Mang Ujang.

Kemudian Mang Ujang mohon diri untuk kembali ke pondoknya yang berada tidak jauh dari bangunan vila utama. Vila yang dihuni Anton itu memang memiliki banyak pondok-pondok kecil yang sebagian digunakan sebagai tempat tinggal pekerjanya, tersebar di tanah seluas 3000 m2. Anton menghuni bangunan utama sendiri, yang terdiri dari dua lantai. Di halaman bagian belakang vila ada jalan setapak yang langsung menembus hutan gunung Halimun. Jalan yang selalu dilalui Anton untuk menuju ruang kerjanya di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Anton memandangi layar handphonenya sambil tersenyum senang. Di layar itu terpampang foto Hanin bersama ibu dan adiknya. Hanin tampak lebih muda dari adiknya, karena tubuh Hana, adik Hanin, lebih tinggi dan lebih berisi. Proporsi tubuh Hanin didapat dari ibunya yang juga bertubuh mungil, Bu Ratna namanya. Memang dulu awal berkenalan Anton tidak memilik perasaan suka terhadap Hanin, ia hanya menganggap Hanin sebagai teman biasa. Namun seiring berjalannya waktu, perasaan suka itu muncul di hati Anton, karena ia sangat nyaman saat bersama Hanin. Rasa itu tidak pernah sempat disampaikan kepada Hanin karena disaat Anton menyadari perasaannya, situasinya tidak memungkinkan.

Anton hanya menghela nafas panjang. Berbagai macam hal berkecamuk di benaknya, mengenai kondisinya, kondisi keluarganya, kaumnya. Apakah memungkinkan jika ia ingin menjalin hubungan spesial dengan manusia biasa, apakah Hanin dapat menerima kondisinya. Entah mengapa hanya Hanin yang berhasil merebut hati Anton, padahal ia banyak bertemu dan berteman dengan gadis-gadis yang kecantikannya melebihi Hanin. Tidak hanya cantik, beberapa yang ia kenal bahkan memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Tapi Anton hanya bersikap dingin kepada gadis-gadis itu, meskipun beberapa diantaranya jelas-jelas menunjukkan ketertarikannya kepada Anton. Bahkan saat kuliah dulu, ia sempat diisukan penyuka sesama jenis karena sikap cueknya terhadap wanita.

Anton mengacak-acak rambut ikalnya, tiba-tiba ia menggeram. Karena perasaannya sedang bingung, gen Aul dalam tubuhnya bangkit. Jari tangannya mulai memanjang dan muncul bulu-bulu halus. Anton kemudian menarik nafas panjang sambil memejamkan mata, berusaha mengendalikan gen Aul di dalam tubuhnya. Nafasnya yang tadi mulai pendek-pendek karena aliran darah yang memompa jantungnya meningkat, berangsur mulai normal kembali.

Diminumnya perlahan kopi panas yang dibuatkan Mang Ujang tadi. Kondisi tubuhnya telah kembali normal. Matanya melirik kearah layar monitor handphone yang menampakkan pesan barunya kepada Hanin. Belum ada notifikasi kalau pesannya telah dibaca, Anton melihat penunjuk waktu di handphonenya dan menyadari kalau saat ini sudah hampir pukul 11 malam.

"Mungkin Hanin sudah tidur."

"Kalau gitu, aku juga mau istirahat deh." Ucapnya sambil melakukan gerakan peregangan sebelum beranjak untuk mandi.

Akhirnya Antonpun pergi membersihkan dirinya dengan air hangat dan setelah itu ia beranjak ke tempat tidur untuk beristirahat. Setelah selesai mandi, Anton baru merasakan pegal-pegal disekucur tubuhnya, namun hal itu tidak dihiraukannya. Pikirannya hanya dipenuhi dengan Hanin, bagaimana ia tidak banyak berubah sejak terakhir kali bertemu. Tubuhnya, suaranya, hanya saja kini Anton dapat dengan jelas mencium aroma tubuhnya, aroma rambutnya, dan semua itu membuat Anton terjaga dan tersipu malu sendiri.

"Kenapa pikiran aku jadi kacau begini sih?" tanya Anton kepada dirinya.

Pertemuan tadi membuatnya penasaran dengan Hanin. Besok dia berencana akan mencari tahu lebih jauh mengenai Hanin yang sekarang. Anton tidak pernah menyangka kalau ketertarikannya kepada sosok Hanin akan banyak merubah hidupnya, hidup keluarganya bahkan kaumnya.