Sore itu udara di pinggiran kota tua Sioux kelihatan sangat cerah, mega putih pun enggan menampakan diri, sementara itu mentari senja perlahan-lahan mulai menyusup di ufuk barat, meninggalkan seberkas warna merah jingga di langit tak berawan. Seminggu setelah kejadian pencopetan berlangsung, tepatnya di hari sabtu sore mejelang malam, sebuah motor butut tua yang bunyinya seperti bunyi kapal ketinting milik nelayan dan mengeluarkan asap tebal seperti cerobong kereta api, memasuki kawasan perumahan griya mandiri permai. Sebuah perumahan elit bagi orang berkantong tebal, kawasan perumahan yang dilengkapi dengan kamera pengintai dan dijaga ketat oleh sekelompok satuan pengamanan. Tak sembarang orang bisa masuk di kawasan peumahan elit ini. Setelah melapor diri di pos satuan pengamanan, pengendara motor butut berhenti persis dimuka sebuah rumah berwarna kuning gading berlantai tiga, Dia tampak ragu, sesekali Dia melirik di ponsel jadulnya, memcocokan nomor rumah yang tertulis di layar ponsel jadul miliknya dengan nomor rumah yang tertera di pagar rumah tersebut. Tangan kekar menekan bel yang berada persis di samping pintu pagar rumah tersebut. Sesaat kemudian seorang asisten rumah tangga yang sudah cukup berumur keluar membukakan pintu gerbang. Dengan penuh keheranan dan tanda tanya besar dalam hatinya, dia menatap pengendara motor butut itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Penampilannya agak urakan, celana jeans yang dikenakan pengandara motor ini sudah berubah warna penuh dengan tempelan sticker bergambar manusia setengah telanjang sana sini, warna biru jeans itu sudah berubah menjadi coklat kehitaman, seakan sudah lama tidak pernah tersentuh air. Dan kalau dicelup dalam air, pasti ikan –ikan pada mabuk. Demikian baju yang dikenakannya juga tidak jauh berbeda, ibarat setali tiga uang. Tampangnya mirip gelandang pengemis yang datang meminta-minta daripada mahasiswa pasca sarjana. Agak keraguan besar terpantul di wajah asisten rumah tangga yang sudah menua. Agak lama dia memandang si pengendara motor butut Seolah melihat anak buah lucifer raja penguasa kegelapan yang turun ke dunia mencari mangsa untuk dibawa ke neraka melayani sang penguasa kegelapan.
"cari siapa om" tanya sang asisten rumah tangga penuh selidik
"om…om….om…, memangnya aku udah mirip om-om, umpat Revan dalam hati.
"maaf bu, apa di sini rumahnya Sensi"
"betul sekali, non Sensi tinggal disini….. om ini siapa" tanya asisten rumah tangga itu lagi.
"saya temannya"jawab Revan sambil melemparkan senyum manis yang teramat manis.
"oo iya, tunggu ya, tapi ingat, jangan masuk ke dalam sebelum dipersilakan masuk. Entar aku panggilkan non Sensi" asisten rumah tangga itu kemudian menekan tombol ponselnya
"terima kasih bu"
"hallo… Non Sensi ada yang nyari" asisten rumah tangga memanggil Sensi lewat sambungan ponsel.
"siapa bik, laki-laki atau perempuan, kalau laki-laki suruh pulang aja" terdengar suara Sensi lewat bunyi speaker yang sengaja dibesarkan asisten rumah tangga.
"baik non….. maaf om, non Sensi gak mau terima tamu" kata asisten rumah tangga.
"gak bu, aku gak mau pulang, aku harus bertemu Sensi" desak Revan memaksa masuk.
"om jangan maksa ya, entar aku panggil satpam" jawab asisten rumah tangga seraya menutup pintu gerbang.
"bilang aja dari temannya.... Sensi ini aku" teriak Revan dengan suara nyaring, suaranya terdengar sampai di kamar Sensi yang berada di lantai dua rumah berlantai tiga ini. Sensi yang barusan selesai mandi, mendengar suara Revan, cepat-cepat bergegas turun menjumpai pemuda yang baru di kenalnya minggu lalu. Kebetulan suasana rumah saat itu sepi, kedua orang tuanya pergi keluar daerah di propinsi paling barat negeri ini, mengunjungi ibu dari ayahnya yang lagi sakit keras dan dirawat di rumah sakit. Putri tunggal tuan Sadam bin Abdullah sendirian di rumah, hanya di temani bibi Reni asisten rumah tangga yang sejak Sensi masih bayi telah melayani keluarga tuan Sadam.
"biarkan Dia masuk saja bi" seru Sensi dari arah teras rumah.
"mari masuk om", ajak bibi Reni seraya membuka kembali pintu gerbang yang sempat ditutupnya.
"mimpi apa kamu semalam, tumben datang ke rumah" tanya Sensi seraya melemparkan pantatnya di kursi depan teras rumah.
"mau pinjam duit, hhahaha…"
"haahaha…emangnya aku bank apa'
"nggaklah Cuma becanda aja, kebetulan mau ke rumah teman"
"teman apa teman…."
"teman aja"
"o..o…ooo teman-temanan hahaha…terus dimana rumah teman kamu itu"
"ya disini…"
"lho… ini khan rumah aku"
"betul sekali, kamu khan teman aku, apa kamu gak mau jadi teman aku"
"ya mau dong" sensi melebarkan senyum manis, baru kali ini ada cowok yang berani main ke rumahnya, semenjak SMA jarang sekali atau hampir tidak pernah teman-temannya main ke rumah. Menginjak bangku kuliah juga, Dia jarang bergaul dengan teman-teman, rute tetapnya hanya kampus-rumah – dan rumah sakit itupun jika ada praktek. Apalagi dengan peristiwa kelam yang pernah dialaminya, membuat hati ini terasa sulit menerima kehadiran seorang pria. Hatinya telah menjadi benteng yang tertutup rapat dan sulit ditembus. Tapi kali ini rasa itu muncul, mampukah Dia mengatakan sebenarnya pada pria yang selama ini menghiasi mimpi-mimpi indahnya. Revaldo Antonio si pria timur mampu meluluhkan hatinya yang tertutup rapat.
" ooo gitu yah, masa tamu dibiarkan berdiri terus'" celoteh Revan
"ohhh maaf, silakan duduk, lupa aku" ujar sensi sambil bergerser sedikit memberikan tempat duduk untuk Revan.
Sesaat kemudian, asisten rumah tangga, membawa segelas air putih, dan dengan hati-hati meletakan diatas meja depan mereka berdua.
"silakan diminum, disini gak ada kopi atau teh, jaga kesehatan, kurangi yang namanya gula, berhenti merokok, biar umur panjang" sensi berceloteh panjang bagai khotbah pastor di gereja.
"terima kasih ini sudah cukup" Revan mengamati sekeliling rumah. Halamannya luas, dengan rumput hijau tertata rapi, disudut kanan rumah ada pohon mangga yang lagi berbuah lebat, dan dibawahnya ada kolam ikan dengan air terjun buatan yang terus mengalir tak henti-henti. Suasananya tampak asri nan sejuk, bagaikan taman surgawi menawarkan sejuta kedamaian di hati yang gersang. Di dinding teras rumah terdapat tulisan no smoking area. Keduanya kembali terdiam dengan alam pikiran masing-masing. Sesekali Revan menyesap air putih yang tinggal separoh gelas. Suasana menjadi sepi, dari kejauhan terdengar suara adzan memanggil umat Allah untuk menunaikan ibadah sholat magrib.
"maaf Rev… aku sholat dulu yah, gak lama kok"suara Sensi mengagetkan Revan dari diam panjangnya.
"silakan, biarkan aku menunggu di sini" dengan mengedepankan sikap toleransi Revan membiarkan Sensi melaksanakan kewajiban agamanya. Dari nama dan asal usulnya, sensi sudah menebak, Revan sudah pasti berbeda keyakinan dengan Dia. Senandung suara sensi terdengar merdu melantunkan ayat-ayat suci Al Qulran. Alunan suara Sensi melantunkan ayat-ayat suci Al Qulran terdengar sampai di teras rumah. Berbarengan dengan suara adzan mendayu-dayu lembut menambah indahnya susana di senja itu.
"maaf, menunggu lama" suara Sensi mengangetkan Revan. Senja telah berganti warna, kemuning jingga berubah kehitaman malam.
"ooohhh gak apa koo, apa kamu ada kegiatan, siapa tahu kedatanganku mengganggu aktifitasmu" tanya Revan. Sementara itu Kegelapan malam mulai menyelimuti senja, lampu-lampu penerangan di jalan raya yang tak pernah sepi mulai menampakan cahaya.
"kerjaanku banyak, tapi untuk sementara aku pending dulu, soalnya kali ini kedatangan tamu istimewa" ujar Sensi seraya melempar senyum. Revan sedikit tersentak. Kerinduan selama ini terpendam mendapat sambutan hangat. Sejak pertemuan minggu lalu, bayangan wajah Sensi selalu menari di pelupuk mata.nyawa Sebenarnya Dia mau datang sudah lama, tapi gak ada keberanian untuk berbuat itu. Kenangan masa dulu, tercampak dan ditinggal mati secara tragis oleh kekasihnya, membuatnya tidak ada keberanian mendekati kaum hawa. Sisca cinta pertamanya semasa putih abu-abu pergi tanpa pesan, meninggalkan dirinya dalam kabut kedukaan. Kanker darah. Penyakit kronis itu telah merenggut sang wanita impian masa depan. Mahasiswi semester terakhir fakultas pertanian universitas Nusa Bunga. telah pergi dan tak mungkin kembali.dia telah pergi menghadap sang Penciptanya. Rasa tersakiti ini selalu muncul disaat Revan sendirian. Bertahun sudah rasa ini tak pernah hilang. Revan hidup dalam bayang-bayang Sisca. Saat ini ketika rasa cinta itu muncul lagi, muncul keberaniannya juga untuk melangkah maju dalam kepastian panjang untuk meraih impian yang selama ini terpendam dalam dada. Sisca adalah masa lalunya. Masa lalu biarlah berlalu. Saatnya berubah untuk meraih masa depan bersama sang impian yang baru, walau badai menghadang Dia tetap berjuang untuk meraih sang impian ini untuk bersama menggapai masa depan.
"maafkanlah aku Sisca" gumam Revan pelan hampir tak kedengaran.
"sisca siapa Rev" tanya Sensi penuh selidik. Ada rasa kecemburuan di hatinya.
"jujur saja, Dia gadis masa lalu aku"
"terus ada apa dengan dia"
"panjang ceritanya Sen, Dia gadis masa lalu aku, tak baik mengulas kembali cerita yang sudah lama aku kubur, Ada nada kesenduan terpancar dari suara Revan. Rasa teriris kembali menggores hatinya. Luka lama yang hampir sembuh kembali timbul.
" Sisca gadis baik, penuh pesona, aktif di organisasi kemahasiwaan, kami menjalani masa-masa indah, semenjak masih masa putih abu-abu. Sampai kami sama-sama mengikuti perkuliahan di kampus yang sama dan jurusan yang sama pula". Lanjut Revan. Matanya menerawang melihat kejauhan. Ada duka bergelayut di pelupuk mata. "Suatu ketika, saat mengikuti ujian skripsi, Dia jatuh dan tak sadarkan diri,. Sesuai hasil diagnosa dokter, Sisca menderita sakit kanker darah stadium terakhir, ternyata selama ini ia menyembunyikan sakitnya. Aku selalu berada disampingnya ketika Dia terbaring di rumah sakit. Berat badannya terus merosot turun. Dan sebulan kemudian Dia kembali ke sang penciptanya. Dia meninggal dalam pelukanku, satu hari setelah aku wisuda. Sejak saat itu aku jadi malas menjalin hubungan dengan wanita. Rasanya hati dan cinta ini telah dibawa pergi. Dia terlahir untukku, tapi Dia bukan milikku " suara Revan bergetar menahan kesedihan dan duka yang mendalam.
"maafkanlah aku Rev" ujar Sensi lembut., hatinya ikut larut dalam kesedihan, wanita mana yang tidak menangis terharu mendengar kisah ini.
"tak apa Sen, yang telah berlalu biarlah berlalu, masa lalu tak mungkin kembali lagi"
"ehhh tunggu, tadi kamu bilang Sisca gadis masa lalu kamu, terus gadis masa depan kamu siapa"
"gadis masa depan saya itu Dia yang lagi duduk di samping saya sekarang ini". Revan menatap gadis disampingnya lekat-lekat sembari memegang tangan Sensi dengan erat. "supaya kamu tahu, semenjak aku mengenalmu, aku selalu teringat kamu., pingin rasanya mau main-main ke rumah kamu, tapi aku takut kenangan buruk dulu terulang kembali"
"terima kasih Rev, terima kasih, ternyata aku juga mengalami hal yang sama denganmu.ada begitu banyak kisah hidup dan kehidupan yang aku alami, aku sepertinya trauma dengan masa laluku"
"memangnya masa lalu kamu seperti apa"
"berat bagiku untuk menceritakan kisah ini, kisah yang teramat kelam bagi seorang wanita"
"tak apa, setiap orang pasti mempunyai masa lalu, entah itu baik atau buruk"
"maafkanlah aku Rev, malam itu, aku masih SMA kelas dua. Pamanku pulang dalam keadaan mabuk berat, sementara aku bersama bibi Reni sendiri di rumah. Kedua orang tuaku sedang ke rumah ibu dari ayahku
Di propinsi paling ujung negeri ini. Saat itu Kira-kira jam dua belas malam, bibi Reni sudah tidur, diluar hujan turun dengan lebat. sementara aku masih nonton sinetron kesukaanku di ruang tengah. Di malam yang kelam itu, harga diriku sebagai wanita seperti tidak berharga, barang suci yang aku jaga dan pertahankan untuk suamiku nanti terenggut dengan paksa, apa yang saya jaga selama ini hilang karena ulah pamanku adik dari ibuku, di tengah ketidakberdayaan, pamanku secara paksa dan dengan beringas, menghancurkan masa depanku. Dia memperkosaku dengan sadissss. Aku tak berdaya. Pamanku saat itu mengancam akan membunuh aku jika lapor pada orang tuaku, jadi aku mendiamkan sampai sekarang. Aku takut sekali dengan ancamannya. Dia juga mengancam akan membunuh orang tuaku.rasanya mau mati saja, timbul niat mau bunuh diri tapi takut dosa, Sampai sekarang aku takut berhubungan dengan laki-laki. Dia berhenti sejenak, menatap Revan dengan air mata berlinang. Jiwa yang lemah dan rapuh. Duka dan nestapa yang selama ini terkubur seolah-olah bangkit, hatinya teriris, air mata kepedihan terus menganaksungai. Rasa dendam terhadap pamannya dan benci pada dirinya bercampur.
"Semenjak peristiwa minggu kemarin, saat kamu menolongku, aku sepertinya tersadar dari mimpi buruk itu. Dan saatnya itu juga, timbul niat dalam diriku, bahwa aku harus bangkit dari duka dan derita yang aku alami selama ini, dan memulai hidup baru, aku kagum padamu Rev, kamu orangnya sederhana dan peduli pada orang miskin" cerita Sensi dengan deraian air mata. Ia sesenggukan,sesekali ia mengusap air mata yang mengalir deras di pipinya. Kenangan buruk di malam jahanam itu terus berputar-putar di memorynya.
"setiap orang pasti punya masa lalu Sen, kita tidak bisa terus terlena dengan mimpi buruk itu. Jangan salahkan dirimu. Situasi yang membuat kamu seperti itu. Saatnya kita bangun dan meraih mimpi indah kita…. Kau dan aku, maukah kamu jadi kekasihku" tanya Revan seraya meraih gadis cantik penuh pesona itu dalam pelukannya sembari memberi kecupan sayang di kening wanita yang sedang meneteskan air mata untuk memberi kekuatan pada dirinya yang rapuh
"aku mau….. aku mau, tapi jujur saja…maafkanlah aku Rev,… aku tidak perawan lagi dan dari awal aku harap kamu tidak mengungkit-ungkit tentang keperawanan" ujar Sensi dalam pelukan Revan. Sensi tertunduk. Tangannya memeluk erat kekasihnya, seolah tak mau melepaskannya. Butiran-butiran air bening terus mengalir membasahi baju sang kekasih.
"jangan takut. Percayalah padaku. Hanya aku yang tahu kamu masih perawan atau tidak, jangan pikirkan itu biarlah masa kelammu itu terkubur dan sirna bersama hembusan angin malam…yakinkanlah dirimu, bahwa kamu mampu mengatasinya. Jangan takut, aku hadir disini untukmu. Aku mencintaimu dengan sepenuh jiwa dan ragaku. Mari kita jalani hidup ini,… kau dan aku. Tak ada yang mampu memisahkan kita.biarlah untuk saat ini, kita konsen pada kuliah, setelah itu cari kerja dan aku akan datang melamarmu. aku akan membawamu ke Timur, meninggalkan Sioux, meninggalkan masa kelammu disini. Biarlah kita mengabdi di sana, membangun peradaban manusia agar setara dengan sesama di wilayah Barat Negeri ini
Kata Revan meyakinkan wanita disampingnya.
"bagaimana kalau orang tuamu tahu tentang masa lalu aku"
"jangan dengar mereka, bahwa yang jalani hidup ini kita berdua. Kau dan aku"
"makasih Rev, akupun berharap seperti itu"
"terima kasih Sen, dari tapi… dari awal aku sampaikan memang, bahwa jalan kita berbeda"
"maksudmu apa Rev"
"banyak perbedaan diantara kita, maaf Sen, aku dari keluarga sederhana dibandingkan dengan keluarga kamu, selain itu juga agama kita berbeda, aku tidak mau hubungan kita terhalang karena ini" kata Revan sembari melepaskan pelukannya dari wanita yang dikasihinya. Wanita yang menjalani hidupnya penuh dengan luka terpendam. Getir-getir derita diterpa prahara kehidupan seakan tak pernah hilang dari kehidupannya.
"sssttt….. jangan bicara seperti itu, kedua orang tua mendidik aku untuk tidak melihat sesama dari pangkat, kedudukan, harta dan kekayaan karena semua manusia sama di mata Allah, hmmm.... untuk agama kita jalani dulu yang sekarang ini, intinya mari kita saling menghormati" kata Sensi tegas meyakinkan pria yang baru saja menjadi kekasihnya.
"makasih sayang"
" e… e… e… sayang….sayang, baru jadian udah panggil sayang. Sensi terkekeh, senyum bahagia tersungging di bibir tipisnya. Ada rasa bahagia menyembur dalam dada. Gejolak asmara berpadu dalam satu rasa. Matanya berbinar-binar ditimpah cahaya purnama.alampun turut bahagia, semilir angin bertiup lembut membelai wajah kedua anak manusia ini.
"biar e…e..e…., kamu khan sudah jadi pacar aku, mau panggil sayang terserah aku donk" Revan pun turut larut dalam suasana gembira, senyum sumringah menghiasi bibirnya. Semburat kebahagian terpancar di wajah ketimurannya.
Teng….. Teng….. Teng….. jam dinding di ruang tamu berdetang sebanyak sembilan kali. Saatnya Revan pamit untuk kembali ke kostnya.
"maaf Sen, sepertinya aku harus pulang, tak baik seorang pria bertamu selarut begini, takutnya jadi bahan gunjingan tetangga"kata Revan seraya bangkit dari tempat duduknya.
"oke Rev, aku juga tidak bisa menahanmu disini. Pulanglah, kalau sudah sampai di rumah, jangan lupa sms aku yah, hati-hati yah sayang. I love You" sensi pun turut bangun dan menghantar kekasihnya ke gerbang pagar rumah.
"I love you too, sayang" ujar Revan seraya memberikan ciuman sayang di kening gadis impian masa depannya.
Revan kemudian meninggalkan perumahan mewah itu dengan hati bergejolak gembira. Motor bututnya berbunyi seperti pesawat tempur melesat pelan bagaikan jalannya bekicot, dengan asap tebal dan hitam, meninggalkan Sensi yang berdiri mematung menatap kepergian sang kekasih, Dia pergi membawa separuh nafas, bersama sepotong cinta yang baru saja bersemi.