Chereads / DISAAT AKU HARUS MEMILIH / Chapter 5 - Kegalauan Tak Bertepi

Chapter 5 - Kegalauan Tak Bertepi

Di ruangan tamu keluarga kaya itu, tuan Sadam sedang menelpon calon besannya.

" Halo tuan Ilham, apa kabar" kata Tuan Sadam sekedar basa basi.

" Halo juga tuan Sadam, kabar baik' jawab tuan Ilham dari seberang.

" Bagaimana dengan perjodohan anak kita"

"Sepertinya agak berat tuan Sadam, anak saya Iwan sepertinya menolak perjodohan ini, Dia mengancam tidak mau pulang ke negara ini, apabila saya terus memaksa perjodohan ini"

" Sebaiknya Tuan Ilham terus membujuk Dia. Kita ini udah berteman sejak kecil, maka sebaiknya anak-anak kita juga turut meramaikan pertemanan ini dengan menjodohkan mereka berdua saja'

"Saya juga mau seperti itu, tapi Tuan Sadam tahu kan, anak saya si Iwan ini wataknya sangat keras. Kalau Dia bilang gak mau, jangan paksa. Tuan tahu, anak saya ini putra tunggal, seperti halnya dengan putri tunggal tuan. Aku rasa Mereka berdua sangat layak menjadi pasangan suami istri. Saya rasa kita sebagai orang tua, wajib memberikan pemahaman yang baik terhadap anak-anak kita tuan "

"Iya betul sekali, saya sebenarnya mau seperti itu juga, tapi si Sensi sekarang lagi dekat dengan seorang pemuda dari Timur, yang sudah jelas agama mereka pasti sduah jelas. Saya menghendaki supaya anak saya ini jadi menikah dengan anak tuan supaya mereka seagama. itu yang buat saya risau"

"ok. Tak mengapa, saya juga akan membujuk Iwan agar menerima pernikahan ini, dan secepatnya mereka berdua harus menikah. Dan aku rasa, tahun depan mereka berdua harus menikah setelah Iwan dan Putri tuan telah menyelesaikan kuliah"

Ok. Baiklah, kita menunggu saja, met sore tuan" kata Tuan Sadam sambil memutuskan sambungan telepon dan meletakan di atas meja ruang tamu.

Tuan Sadam menghela nafas panjang. Sepertinya Dia sulit menerima kenyataan ini.

*********

Diruangan terpisah agak lebar dan sedikit mewah ukuran orang berduit, Sensi masih merenung nasibnya.rasa berat menerima perjodohan ini. Bagaimana Dia bisa menikah dengan Iwan sementara orang yang dijodohkan dengan dirinya tidak mencintainya. Mau mengadu ke siapa. Ibu jelas tidak membelanya. Ibunya hanya mengikuti kemauan ayah, justru mendukung dengan kemauan ayah. Semua itu karena harta dan kekayaan. Lebih baik hidup miskin daripada hidup bergelimang harta tapi tidak ada rasa kedamaian di hati. Sensi duduk termenung, sesekali Dia menatap wallpaper di ponsel. Ada wajah pemuda Timur tergambar di sana. Tangannya mengacak rambut sebagai tindakan penolakan. Tapi apa daya, kekuatannya tidak mampu melawan.

"Ahhh.. begitu kejam hidup ini, demi harta dan ketenaran, ayah secara tidak langsung tega menjual anak gadisnya ini, setan apa yang telah merasuki dirimu" teriak Sensi dalam hati. Sifat pemberontak muncul setelah diterpa bebagai macam persoalan hidup. "Dimanakah kalian semua, ketika anak gadismu ini, dipermalukan, dihina dan dinista tanpa belas kasihan". Hanya air mata yang mampu mengalahkan segalanya. Air mata adalah senjata ampuh bagi kaum hawa untuk membebaskan diri dari persoalan yang datang bertubi-tubi. Dalam keheningan, dalam kesendirian Dia meluapkan segala uneg-uneg yang selama ini menghimpit si dada. Dia menangis meratapi nasib, merintih dalam jeritan meyayat hati.

Ketakutan terbesarnya jika Iwan tahu dirinya tidak perawan lagi. Bagaimana Dia menjawab dengan jujur. Sensi yang selama ini terlihat saleh, rajin sholat, ternyata sudah hilang keperawanan. Apakah Iwan tidak mengungkit-ungkit lagi soal keperawanannya atau...? Ditengah kegalauannya, masih ada secercah harapan, bukankah Iwan sendiri juga menolak dijodohkan dengan dirinya. Ternyata masih ada harapan untuk bertahan ditengah kesulitan. Untuk menguatkan dirinya, Dia hanya bersimpuh memohon kekuatan dari Allah agar tabah menghadapi persoalan-persoalan hidup ini. Angin berhembus tak tentu arah, membawa Sukma ini terbang entah kemana. Mungkinkah cinta yang baru dirajut bersama sang kekasih idaman terkandas di rerumputan hijau. Akankah semua impiannya akan berakhir sia-sia.

Disudut kota Sioux, dalam sebuah kamar kost yang sempit, Revan hanya duduk termenung menatap keluar jendela. Tatapannya kosong tak bersemangat, sesekali tangannya mengusap dua tetes bening yang terus mengalir. Dia baru saja menerima pesan singkat dari kota kelahirannya, ibunda tercinta telah dipanggil oleh sang pemberi kehidupan. Hatinya gundah gulana, mau pulang ke Timur , Dia masih terbebani dengan kuliah yang hampir rampung, Dua insan manusia berbeda jenis yang saling mencintai sama-sama menangis. Tuhan mengapa semua ini harus terjadi...?? Semua kenangan tentang keluarganya muncul dibenaknya. Bayangkan akan penderitaan kedua orang tua tengah bergulat dengan rumput dan terpanggang teriknya matahari. Ibunda tercinta yang selalu ke pasar menjual hasil bumi demi keberlanjutan kuliahnya. Dalam kegalauan Dia memutuskan untuk jalan-jalan di seputaran kota sekaligus menenangkan hati yang dirundung duka. Kakinya terus melangkah dan berjalan terus mengikuti suara hati. Kendaraan lalu lalang hilir mudik tak tentu arah tidak dihiraukan.

" Woe bangsat, kau sudah bosan hidup ya" umpat sejumlah sopir taksi saat dirinya hampir diserempet mobil. Tanpa di sadari Dia telah berjalan jauh dan sampai di sebuah gedung megah, sebuah salib besar terpancang di atas menara. Lonceng berdentang lembut mendayu-dayu memanggil jemaat untuk datang beribadah. Revan kemudian masuk ke dalam gedung itu dan ikut beribadah, sekaligus mendoakan keselamatan jiwa ibunda tercinta yang baru saja dipanggil yang maha kuasa. Ada rasa tenang dan damai saat memasuki gedung itu. Semua beban seolah terangkat dari pundaknya.Setelah mengikuti ibadah harian, Revan kembali ke kost, ada semangat baru muncul.

Wisuda Pasca sarjana hampir dekat, tekadnya sudah bulat. Kembali ke Timur dan mengabdi disana. Membangun manusia di wilayah Timur dari keterpurukan menuju kesejahteraan. Wilayah Timur yang selama ini terkenal dengan daerah termiskin diantara yang paling miskin membutuhkan pemikiran dari orang –orang muda seperti dirinya. Supaya daerah bisa setara dengan saudara- saudara dari wilayah barat.

Ketika Revan melakukan penelitian untuk tesisnya, akhirnya ditemukan faktor penyebab kemisinan di wilayah Timur Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan.. Akhir Revan sebagai anak Timur berpendapat bahwa kemiskinan bisa dituntaskan melalui sitem pendidikan yang memadai.

Tapi apakah sensi bersedia mendampinginya untuk mengabdi di sana untuk membangunkan manusia Timur dari tidur yang panjang. Sensi yang selama ini sudah biasa hidup mewah dengan segala kemudahan diperoleh, apakah mau berjerih payah membantu masyarakat disana untuk keluar dari lingkaran kemiskinan itu.

"aku harap kamu bisa memahaminya sensi, aku mencintaimu, tapi aku juga mencintai negeriku, tanah tumpah darahku, kota kelahiran dengan julukan negeri diatas awan, karena letaknya di atas gunung sehingga sehingga kalau berdiri diatas puncak gunung serasa berdiri di atas awan., karena itu aku dikirim untuk mengenyam pendidikan di sini, dan kembali mengabdi disana"

Lima bulan telah berlalu, sejak pertemuan terakhir di kost, Revan tidak mendapat kabar dari sensi, pesan singkat yang Dia kirim tak pernah di balas, Dia penah melepon di nomor ponsel Sensi, selalu terdengar pesan suara, nomor yang ada tuju berada diluar jangkauan. Revan menjadi gelisah, mau mengunjungi Sensi di rumahnya, Dia gak ada keberanian untuk itu. Dirinya hanya berputar –putar di kampus, melihat-lihat kemungkinan malaikat kesayangannya bisa nongol dkampus. Sementara itu, program pasca sarjananya telah selesai. Saatnya mau kembali ke Timur dengan memboyong gadis impian masa depannya. Sensi hilang seperti ditelan bumi. Sahabat terdekatnya Lita juga tidak mengetahui keberadaan Sensi. Cuma Lita pernah bercerita, setelah wisudah, Sensi pernah menceritakan pada dirinya, bahwa Dia akan dinikahkan dengan pemuda pilihan orang tuanya.

Cinta kadang membutuhkan sebuah pengorbanan. Mungkinkah Revan harus menyerah pada situasi dan keadaan tanpa harus memperjuangkan cinta suci ini. Cinta,…. Secepat itukah kau pergi. Bagaimana mungkin cinta ini berpindah ke lain hati, di saat hati ini telah bertaut pada cinta yang ada….?? Hati ini merasa sakit mengingat cinta yang sangat dekat, tapi tak tersentuh. Cinta ini ibarat bersemi diseberang tembok. Mampukah yang dicinta dan saling mencinta serta yang tercinta, dapat merubuhkan sekat-sekat penghalang ini. Semuanya hanya Tuhan yang tahu.

Kampus biru universitas negeri tak bernama lagi ramai. Suara mahasiswa lagi kumpul -kumpul di kantin Tante Laras sangat riuh. Tampak beberapa mahasiswa pasca sarjana duduk berdiskusi membahas tentang situasi negeri. Semua pada menyalahkan pemerintah yang tidak peka dengan keadaan masyarakat yang semakin terpuruk di tengah Covid yang menerjang dunia. Ditengah keramaian tersebut, tampak seorang mahasiswa, mengenakan kaos warna ungu, dengan tulisan di dada Timur Uber aless, sebuah pepatah kuno jerman yang artinya Timur diatas segalanya. Revan Mahasiswa yang baru saja menyelesaikan program pasca sarjana sedang duduk sendirian disudut kantin sambil mengutak-atik ponsel jadul miliknya. Segelas kopi hitam dan sebungkus rokok menemani dirinya di siang dengan hawa cukup panas membakar seolah neraka dunia sudah mendekat. Sebuah nama muncul dilayar ponsel, dan sesaat kemudian terdengar pesan suara dari ponsel tersebut "nomor yang ada tuju berada diluar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi atau tekan satu untuk tinggalkan pesan" berulang kali Revan menekan dinomor yang sama, dan pesan suara yang sama juga selalu muncul.

"Sensi, di mana dirimu berada" sebuah desahan bernada sedih muncul dari bibirnya. Ada kegelisahan besar menerpa dirinya. Apakah cinta ini hanya berhenti disini, haruskah aku mengalah demi kebahagiaan sang kekasih pujaan… cinta tanpa rasa, cinta tanpa perasaan. Cinta tanpa keegoisan. Haruskah semua ini berakhir dengan sia-sia…?? Berjam lamanya, Revan duduk menyendiri, teman mahasiswa lainpun tak ada yang berani mengusik pemuda berkulit gelap ini. Sesekali nafasnya mendesah panjang. Saat mau kembali ke Timur sudah semakin medekat. Tenggat waktu batas akhir kuliah yang diberikan oleh Universitas Nusa Bunga atas beasiswa ini masih setahun lagi. Dirinya tergolong cepat dalam menyelesaikan study pasca sarjana. Rencana kembali ke Timur membawa serta dengan gadis impian, calon ibu anak-anaknya, akankah berakhir tanpa kepastianDia merasa kehilangan seorang wanita yang sangat dicintainya. Mungkinkah cinta ini akan berakhir disini. Tuhan jangan pisahkan aku Dan dia. Lama Dia termenung sendirian. Lamunan melayang jauh, menatap dengan tatapan kosong, matanya menerawang jauh menatap sepasang camar laut berwarna putih yang sedang terbang melintas di tengah panasnya siang ini. Dari ketinggian kampus, bisa memandang kapal-kapal yang berseliweran menghantar penumpang dan barang di pulau seberang. warna biru menjadi back ground pemandangan ini. Suasana yang sejuk dan asri tidak mengurangi kegalauan di hatinya. Dalam ketakidakberdayaan, dan kebingungan Revan memutuskan pulang ke kost. Setelah membayar minuman, Revan dengan langkah gontai berjalan menuju parkiran. Dia pergi dengan hati yang gundah gulana.