Chereads / Peri Kecil dan Pangeran Jenius / Chapter 2 - Bukan Lagi Domba Kecil yang Siap Dibantai

Chapter 2 - Bukan Lagi Domba Kecil yang Siap Dibantai

Namun, Jessica dengan cepat menemukan alasan untuk perilaku aneh Hilda.

Misalnya, jika ujian masuk SMA tadi mencakup konten yang telah mereka pelajari sebelumnya, dia yakin bahwa Hilda, yang selalu mendapat nilai buruk, tidak bisa mengerjakannya. Bagaimanapun, ujian masuk ini sangat penting. Jadi cukup masuk akal jika suasana hatinya akan berubah aneh setelah dia gagal untuk mengerjakannya dengan baik.

"Hilda." Jessica mengenakan topeng munafiknya saat dia mulai berpura-pura menghibur Hilda, "Sebenarnya bukan hal yang buruk jika kamu masuk ke SMK. Lagi pula, Kak Heri juga belajar di SMK."

Heri Wijaya, yang juga dikenal sebagai playboy dari kehidupan sebelumnya.

Hilda menatap lurus ke arah Jessica. Dalam kehidupan mereka sebelumnya, Jessica juga membujuknya dengan cara ini. Namun, saat itu, Hilda benar-benar bodoh dan telah percaya sepenuhnya tanpa keraguan apa pun padanya.

Tidak lama kemudian, Jessica kemudian bekerja sama dengan Heri. Mereka berdua muncul dengan segala macam skema untuk meminta uang darinya. Demi menjaga hubungan baiknya dengan mereka, Hilda menekan orang tuanya dengan banyak permintaan, dan akibatnya, ayahnya tidak punya pilihan selain menggelapkan uang perusahaan. Ini akhirnya membawa mereka ke jalan yang tidak dapat diubah lagi…

Saat ini, Hilda bukan lagi domba tak berdaya yang akan membiarkan Jessica membantainya habis-habisan.

"Jessica." Hilda tampak berlinang air mata. Dia melangkah maju untuk memegang tangan Jessica dan dengan sengaja terlihat frustasi, "Jika aku masuk ke SMK, kita tidak akan menjadi teman sekolah lagi…"

Setelah mendengar ini, tubuh Jessica menegang.

Matanya melebar. Bagaimanapun, dia tidak menyangka kalau Hilda akan menjadi sangat bergantung padanya.

Jessica diam-diam mengejek Hilda di dalam hatinya. 'Bahkan, jika Hilda mencetak nilai penuh untuk ujian bahasa Inggrisnya, dia tidak mungkin masuk ke SMA bagus dengan nilainya yang selalu buruk setiap saat. Dia benar-benar bermimpi untuk belajar di sekolah yang sama denganku, Jessica Limantoro, ini. Mimpi!'

Jessica tidak hanya memiliki banyak trik, tetapi dia juga pintar bermain kata-kata. Itu sebabnya, dia tidak akan pernah secara terbuka mengungkapkan pikiran yang dia miliki.

"Sudahlah." Jessica berpura-pura memegang balik tangan Hilda. Dia kemudian dengan lembut menghibur, "Karena ujian telah berakhir, tidak ada lagi yang bisa kita lakukan dengan memikirkannya. Mengapa kita tidak mengubah sakit hati kita menjadi kekuatan? Bagaimana kalau kita pergi ke restoran barbekyu yang baru dibuka di dekat sekolah dan makan di sana?"

Hilda menatap Jessica, namun tatapannya dingin. Dia benar-benar buta di kehidupan sebelumnya. Dia benar-benar menganggap j*lang penuh kepura-puraan ini sahabat sejatinya.

"Baiklah." Untuk mencegah Jessica merasa ada sesuatu yang salah, Hilda pun mengangguk dengan tulus. "Tapi, sebelum kita pergi, aku pikir kita harus melapor ke guru yang bertanggung jawab terlebih dahulu."

Dalam kehidupan mereka sebelumnya, guru mereka mengalami kesulitan menemukan mereka. Akhirnya menunda jadwal makan siswa lain. Siswa-siswi lain merasa kesal karena hal ini bahkan sampai hari mereka lulus.

Jessica berhenti sejenak karena terkejut. Dia sangat bisa merasakan bahwa Hilda tampaknya membimbingnya dalam semua percakapan mereka hari ini.

Namun, dia tidak memiliki bukti yang jelas untuk menunjukkan perubahan Hilda, Jadi dia hanya bisa mengikuti Hilda untuk melapor kepada guru yang bertanggung jawab dan menjelaskan keinginan mereka.

Ini adalah pertama kalinya bagi guru yang bertanggung jawab itu melihat siswa yang paling ceroboh meminta izin darinya. Dia sedikit senang dengan perilaku baiknya.

Dia menatap punggung Hilda yang menjauh dan berpikir dalam hatinya. 'Memang hanya ujian masuk SMA yang dapat secara akurat mengungkapkan kebenaran dunia. Setelah merasakan keganasan ujian masuk ini, bahkan seorang siswa yang tidak cukup baik dalam belajar sekalipun akan menyadari pentingnya menjadi orang yang lebih baik.'

Sebagai orang tua, dia merasa senang dan sedih.

Sinar matahari sore sangat sempurna hari ini.

Restoran barbekyu yang direkomendasikan Jessica memang populer akhir-akhir ini. Hal ini karena banyak selebriti yang mempromosikannya secara online. Jadi, resto itu sangat ramai.

Pada saat mereka tiba, antrian restoran itu sudah mencapai nomor tujuh puluh.

Untung saja saat berada lorong di luar ber-AC dan semua orang berdiri sambil memainkan ponsel mereka untuk mengalihkan perhatian mereka dari lamanya mengantri.

"Ah." Jessica tiba-tiba menyenggol Hilda dengan sikunya. "Hilda, lihat. Bukankah itu Lucas Hendrata?" 

Gadis-gadis di usia remaja akan selalu tertarik dengan penampilan anak laki-laki. Lucas Hendrata memang sangat tampan. Tidak hanya nilai sekolahnya yang sangat bagus, tetapi dia juga jago bermain basket. Dalam banyak aspek, dia dianggap sebagai anak yang sempurna. Dengan demikian, Lucas secara alami menjadi anak populer di sekolah.

"Aku tidak menyangka kalau dia akan makan barbekyu di sini!" Jessica awalnya membenci antrian yang panjang ini, karena dia tidak tahu kapan mereka akan bisa masuk dan makan. Namun, sekarang saat dia bertemu Lucas, suasana hatinya langsung membaik.

"Lucas juga orang normal. Sangat normal baginya untuk datang ke sini makan barbekyu!"

Hilda menjawab dengan santai. Akan tetapi kata-katanya membuat Jessica, yang matanya berkilau, hampir tersedak hingga mati.