Setelah hujan, warna langit menjadi biru terang yang indah.
Itu adalah hari cerah yang langka. Hari di mana matahari tampaknya bertekad untuk membuktikan bahwa dia tidak bermalas-malasan dan bekerja lebih keras dari sebelumnya. Seakan membuat Ibu Kota tergesa-gesa untuk menerbitkan peringatan adanya gelombang panas yang menerjang.
Hilda Sugiharto mengenakan kebaya merah. Dia memegang kotak tua di tangannya saat dia berpartisipasi dalam syuting untuk drama yang relatif tidak terlalu terkenal.
Jalan kerikil baru saja diperbaiki. Selain itu, bau aspal masih bisa tercium di udara. Hilda, yang merasa hampir terbakar, menghirup aroma yang mengerikan. Dia merasa seakan hampir pingsan. Pada saat berikutnya, dunianya tampak bergoyang dan dia kehilangan semua kesadarannya.
"Semua peserta ujian, mohon perhatian. Ujian akan berakhir dalam waktu lima belas menit. Bagi yang belum menulis jawaban pada kartu jawaban, silakan manfaatkan waktu yang tersisa dengan baik."
Saat pengumuman itu diulang sekali lagi, Hilda tiba-tiba membuka matanya yang indah dan besar.
Di luar jendela, pohon kamper berwarna hijau terlihat lebat dan rindang. Selain itu, suara jangkrik terdengar keras. Hilda melihat pemandangan yang familiar, namun aneh. Dia masih kesulitan mencerna fakta bahwa dia baru saja terbakar sampai mati di bawah panasnya matahari.
"Hei." Guru wanita di depannya memakai tanda pengenal pengawas berwarna biru di lehernya, menatap Hilda dengan penuh simpati. Hilda memiliki gaya rambut yang terlihat dan unik. Kemudian, dia mengetuk meja dengan jari telunjuk kirinya dan dengan lembut mengingatkan, "Bahkan, jika kamu mengumpulkan selembar kertas ujian kosong, jangan lupa untuk menuliskan nama dan nomor peserta ujianmu."
Hilda segera kembali tersadar. Saat melihat pertanyaan bahasa Inggris yang familiar, dia tanpa sadar menghela napas dalam-dalam.
Ini adalah ujian bahasa Inggris yang dia ambil sepuluh tahun yang lalu. Dia telah kembali menjadi dirinya yang berusia empat belas tahun!
Sekarang, dia hanya mempunyai waktu tujuh menit yang tersisa untuk menulis jawaban. Jadi dia tidak membuang waktu lagi dan mulai dengan panik mengisi jawaban berdasarkan ingatannya yang samar-samar.
Tujuh menit kemudian.
Ketika pengawas wanita kembali ke meja Hilda untuk mengambil kertas jawabannya, tangannya membeku sejenak.
Ini adalah siswi yang tertidur saat ujian dimulai. Bagaimana mungkin dia bisa menjawab begitu banyak pertanyaan hanya dalam waktu tujuh menit!
Satu-satunya kemungkinan adalah dia mengandalkan keberuntungannya dan mengisi semua jawaban dengan asal.
Karena aturan di ruang ujian, pengawas hanya bisa menghela napas saat dia mengambil kertas Hilda dalam diam.
Ujian kemudian berakhir.
Ini adalah mata pelajaran terakhir dalam ujian masuk SMA-nya. Hilda masih mengingatnya karena ujiannya bukanlah di sekolahnya sendiri. Jadi, meski ujiannya sudah berakhir, dia masih perlu menuju ke titik pertemuan untuk melapor kepada guru yang bertanggung jawab dari sekolahnya.
Dalam kehidupan sebelumnya, dia masih muda dan belum dewasa. Lalu, dia menyukai kakak laki-laki di lingkungan sekitar rumahnya. Pria tersebut adalah seorang siswa di SMK. Jadi, demi pria ini, dia telah memutuskan untuk mempertaruhkan masa depannya sendiri dan melepaskan kesempatan untuk mendaftar ke SMA yang bagus.
Namun, setelah memberikan hatinya kepadanya, dia mengetahui bahwa pria ini sebenarnya adalah seorang playboy!
Sekarang dia telah kembali ke usia empat belas tahun. Hilda tidak lagi ingin menyembunyikan kecerdasannya yang di atas rata-rata. Ada sukacita yang dapat dia rasakan saat belajar dengan keras dan terus menjadi lebih baik!
"Hilda." Jessica Limantoro melambai pada Hilda dari luar kelas sebelum berkata kepadanya dengan penuh semangat, "Apa kamu tahu? Bagian 'isi yang kosong' di ujian tadi sebenarnya berasal dari 'Unit 1' yang kita pelajari. Untung saja, aku sudah menghafalnya!"
Dalam kehidupan Hilda sebelumnya, Jessica Limantoro ini adalah satu-satunya teman baiknya. Dia juga sangat percaya bahwa Jessica telah dengan tulus memperlakukannya dengan baik.
Lagi pula, buku-buku yang dia baca mengatakan bahwa persahabatan bukan tentang kuantitas tetapi kualitas. Memiliki dua hingga tiga teman yang berhati tulus sudah lebih dari cukup.
Baru setelah keluarga Sugiharto bangkrut, Hilda akhirnya mengerti. Jessica hanya berteman dengannya karena dia melihatnya sebagai ATM berjalan. Saat dia tidak memiliki uang lagi, mereka berdua bahkan tidak lebih dari orang yang hanya lewat.
"Oh, begitukah?" Hilda memotong Jessica. "Aku minta maaf. Seperti yang kamu tahu, aku tidak hebat dalam belajar. Aku tidak mengerti apa yang baru saja kamu katakan, haha."
Jessica awalnya berencana untuk mengajak Hilda makan barbekyu bersama-sama, selagi dia masih merasa bahagia karena nasib baik nya di ujian masuk SMA.
Dari sudut pandang Jessica, Hilda Sugiharto adalah bocah sangat mudah ditipu. Jadi, dia ingin mengelabui Hilda untuk membelikan beberapa kosmetik yang baru dirilis untuknya.
Namun, saat dia menerima jawaban aneh dari Hilda, Jessica merasakan ada sesuatu yang salah.