Waktu dimana para siswa dan siswi tak melakukan apapun selain berkenalan dan menunjukkan sikap baik mereka ke seluruh teman-teman sekelas baru mereka. Sudah pasti masing-masing dari mereka juga mencari teman yang memiliki frekuensi yang sama dengan diri mereka masing-masing. Tentunya, hal itu mereka lakukan demi mencari teman yang bisa diajak untuk melakukan hal yang sama tanpa adanya rasa tidak enak.
Untuk saat ini, Angel belum ada niatan untuk mencari teman satu frekuensinya karena dia memilih untuk melakukannya dengan santai. Toh, seiring berjalannya waktu, teman-teman yang memiliki satu frekuensi sama sepertinya akan datang dengan sendirinya. Namun, Angel rasa gadis cantik yang tadi menghampirinya lebih dulu itu akan menjadi temannya. Iya, sejak tadi Nadia sama sekali belum beranjak dari tempat duduk itu, bahkan hingga saat ini mereka bertiga masih berbincang bersama. Bahkan, sampai pemilik bangku yang sebenarnya masih membiarkan Nadia untuk berada di tempatnya jika memang masih ingin mengobrol dengan Angel dan juga Lisa.
Namun, setelah beberapa menit setelahnya, seorang guru yang diyakini sebagai wali kelas mereka baru saja mendatangi kelas ini. Semua murid di sana segera kembali ke tempat duduknya seperti semula. Pastinya, hari ini akan dibentuk struktur organisasi kelas. Angel tak ingin terlalu menonjol di kelas ini, dan dia sama sekali tidak berharap menjadi apapun. Yang paling penting, dia berada di kelas yang tidak banyak memiliki masalah. Apalagi sampai dikenal oleh para guru, bukan karena prestasi, melainkan karena kenakalan.
Kini wanita yang mungkin memiliki usia sama seperti ibunya sudah mengenalkan diri sebagai wali kelas mereka. Tentunya satu persatu siswa tengah di absen, dan masing-masing dari nama yang terpanggil mewajibkan mereka untuk memperkenalkan diri berserta asal sekolah mereka. Setiap nama yang terpanggil, seluruh pasang mata seketika terarah pada wajah dari pemilik nama itu—dilakukan tanpa perintah. Kegiatan ini juga memakan waktu hampir tiga puluh menit, lantaran setiap siswa mendapatkan waktu kurang dari satu menit untuk mereka mengenalkan diri mereka.
Sampai akhirnya, wali kelas itu meletakkan buku absen dan mengambil sebuah spidol untuk membuat struktur organisasi kelas ini. Buku absen yang terbuka itu kembali diambil, guna menyebutkan nama secara acak. Yang diinginkan wali kelas itu adalah seorang laki-laki yang akan menjadi ketua kelasnya, dan wanita yang akan menjadi wakil ketua kelas itu. Dilihatnya buku absen dan dilihat secara urut nama yang tertulis di sana.
"Bagaimana dengan Gaharu sebagai ketua kelas, dan Nadia sebagai wakil ketua kelasnya?" tanya wali kelas mereka seraya mencari nama yang tadi disebutkan.
Dua nama yang disebutkan itu saling memandang, pasalnya mereka berdua juga tidak masalah dengan jabatan yang diberikan oleh wali kelas, apalagi keduanya berasal dari SMP yang sama. Mereka yakin bisa menjalankan tugas mereka sesuai dengan jabatan yang dipasrahkan pada dua remaja itu. Pun keduanya mengangguk bersama untuk menyetujui permintaan wali kelas mereka. Tepat setelahnya, nama mereka berdua segera ditulis pada papan tulis, agar sekretaris nantinya bisa mencatat.
Selepas menentukan ketua kelas dan wakilnya, wali kelas itu juga segera menentukan nama-nama untuk menjabat sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi kelas lainnya. Sudah jelas, nama yang diambil secara acak—sama seperti ketua kelas dan wakilnya. Dan setelah semua nama itu tercatat di papan tulis, para nama yang tertera di papan tulis segera menjalankan tugasnya sesuai dengan jabatan mereka, agar struktur organisasi kelas ini bisa segera ditempel di dinding kelas.
"Aku senang, karena namaku tidak tertera di sana," ucap Angel yang bernafas lega. "Karena tak akan ada tugas apapun yang harus aku kerjakan," katanya lagi pada teman sebangkunya.
Lisa menganggukkan kepala, dia juga setuju dengan apa yang dikatakan oleh Angel. Pasalnya, mengurus kelas itu tidaklah mudah, apalagi jika warga kelasnya sulit diatur. Selain itu, pasti akan ada banyak kegiatan yang mengharuskan pengurus kelas untuk keluar dari kelas dan tidak mengikuti pelajaran. Walaupun, tidak mengikuti pelajaran adalah hal yang disenangi banyak murid, tapi berbeda dengan Angel. Gadis itu lebih menyukai mengikuti pelajaran kelas, dibandingkan ikut kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan mata pelajaran apapun yang diajarkan. Yang dilakukan di luar kelas, justru yang lebih sulit daripada ulangan harian secara mendadak.
Beberapa menit setelah wali kelas memberikan nasihatnya lagi dan jadwal pelajaran pada kelas ini, wanita itu keluar dari kelas dan kembali membiarkan anak-anak di kelas ini untuk menikmati waktu mereka. Sekretaris mereka telah berdiri menuju papan tulis untuk menuliskan jadwal pelajaran yang tentunya akan dimulai besok pagi. Angel segera mengeluarkan buku catatan kecilnya yang akan dia gunakan untuk mencatat jadwal pelajaran.
Angel berusaha untuk mencatat dengan tulisan yang rapi, agar dia tidak perlu mencatatnya kembali. Satu kali mencatat sudah cukup untuk satu tahun ke depan. Hanya saja, selamat siang mencatat jadwal pelajaran hingga hari terakhir, secara tiba-tiba laki-laki yang tidak dia sukai itu datang menghampirinya. Dan dengan seenak jidatnya, Edwin meminta secara langsung catatan yang baru saja dia tulis. Pun dengan segera gadis itu mempertahankan catatannya agar tidak direbut oleh Edwin.
"Kau 'kan bisa menulis sendiri!" kesal Angel.
"Aku sedang malas menulis. Kau bisa menulis ulang setelah ini," balas Edwin.
"Aku juga akan malas menulis setelah ini,"
Edwin sempat memotong setelah mendengar kalimat yang terlontar dari mulut gadis itu. Entah kenapa, dia merasa kalimat Angel adalah kalimat yang tidak masuk akal yang pernah dia dengar selama ini. Kedua alisnya sampai tertekuk mendengar kalimat aneh gadis di depannya ini. Namun, dia segera mengabaikannya dan mencoba kembali untuk meminta catatan milik Angel.
"Tulisanku tidak sebagus milikmu," alibinya.
"Jangan mencari alasan. Cepat pergilah!" Angel semakin kesal ketika Edwin sama sekali tidak mendengar kalimatnya.
Padahal, dia sudah diingatkan oleh ayahnya agar tidak bertengkar dengan Edwin. Gadis itu memang sudah menghindari, tapi Edwin lah yang lebih dulu mencari masalah dengannya. Bahkan, jarak tempat duduk mereka saja jauh, namun masih sempatnya dia meminta pada Angel yang memiliki sifat galak terhadapnya. Sayangnya, Angel sudah tidak bisa menahan kesabarannya lagi, dia menghentikan Edwin dengan satu suaranya.
"Diam dulu!" bentak Angel, pun Edwin melepaskan tangannya dari buku catatan kecil milik Angel. Gadis itu menyobek kertas yang dia tulis dan merobeknya menjadi empat bagian. "Libatkan, aku sudah tidak punya catatan jadwal itu," kata Angel yang menunjukkan sobekan kertasnya.
Dengan tidak tahu diri, Edwin tetap merampas kertas yang sudah disobek oleh gadis itu. "Tak apa, setidaknya tulisanmu masih bisa terbaca. Aku hanya perlu menyolasi," kata laki-laki itu seraya pergi meninggalkan tempat duduk Angel.
"Edwin!!" geram Angel dengan suara lirih serta kedua telapak tangan yang terkepal bersamaan.