Chereads / Left And Right / Chapter 17 - Pertengkaran Pertama

Chapter 17 - Pertengkaran Pertama

Pelajaran selanjutnya telah dimulai, dimana pelajaran ini bertepatan sekali dengan mata pelajaran yang diampu oleh wali kelas mereka. Namanya juga dengan wali kelas, pasti kebanyakan dari mereka meminta untuk lebih santai dan tidak terburu dalam menjalani kegiatan belajar-mengajar hari ini. Sayangnya, karena peraturan kelas juga sudah ditetapkan oleh ketua, harapan itu seketika sirna begitu saja ketika Gaharu mengeluarkan suaranya.

"Bukankah lebih baik dimulai saja pelajarannya, bu?"

Kontan laki-laki itu mendapat banyak tatapan dari teman-teman satu kelasnya. Terdengar suara protes dari mereka yang tidak setuju dengan kalimat Gaharu barusan. Mereka sudah berusaha agar bisa lebih santai sebelum memulai mata pelajaran dijam pelajaran wali kelas mereka. Hanya saja, cara mereka sudah terlanjur sia-sia lantaran guru itu menyetujui apa yang dikatakan Gaharu. Semua sampai memutar bola matanya, lantaran harus mengikuti apa yang dikatakan wali kelas mereka barusan.

"Tidak asyik sekali, dia," cicit Angel dengan suara lirihnya.

Tak ada pilihan lain selain membuka buku tulis yang masih kosong saat guru mereka meminta sekretaris kelas untuk mencatat materi yang akan dipelajari selama satu semester kedepan. Semua kepala, mata, dan tangan bekerja untuk mencatat tulisan yang tertulis pada papan tulis. Keadaan kelas sangat hening, hanya ada suara dari kipas angin yang bergerak untuk menghilangkan hawa panas di kelas ini—padahal belum terlalu siang, tapi udaranya sudah terasa panas sekali. Tidak tahu apakah lokasi kelasnya berpengaruh atau tidak. Pasalnya kelas ini mendapat tempat yang paling sedikit pohonnya.

Selama lebih dari dua puluh menit mereka semua tenang saat menulis. Keadaan sangat kondusif sebelum akhirnya sekretaris itu menghapus bagian pertama yang sudah sejak awal dia tulis, dan mendapatkan protes dari salah satu temannya.

"Cepat sekali kau menghapusnya. Aku belum selesai," seru Edwin.

Dari bangkunya, Angel menoleh ke arah Edwin yang baru saja protes. Kedua alisnya tertekuk secara bersama. "Dia yang lama, menyalahkan orang lain," katanya lirih.

"Aku mendengar ucapanmu," kata Edwin.

Merasa kalimat itu mengarah padanya, Angel segera menoleh ke arah Edwin, dan benar saja tatapan laki-laki itu memang untuknya. Memilih untuk abai, Angel kembali menghadap tulisannya. Karena sangat tidak mungkin dia meladeni Edwin disaat ada wali kelas mereka di kelas ini. Apalagi Angel tak ingin menjadi pusat perhatian seluruh orang yang berada di dalam kelas ini. Kendati Edwin masih memberikan tatapannya, Angel mana peduli.

Sampai jam pelajaran wali kelasnya berakhir, Angel baru akan menutup bukunya, tapi dia terkejut saat terdapat tangan yang menahan bukaan bukunya. Dengan segera dia melihat presensi yang baru saja melakukan hal ini padanya. Sesuai dugaannya, memang benar Edwin yang melakukan ini. Gadis itu menatap Edwin dengan tatapan yang menyalang serta rahang yang menegas. Sedangkan laki-laki itu membalasnya dengan tatapan tatapan datar, tangannya juga tak kunjung ia lepas dari buku yang dengan sengaja dia tahan.

"Aku pinjam," ucap Edwin.

Tak tinggal diam, Angel juga berusaha untuk mempertahankan buku miliknya. "Kenapa harus aku, sih? Banyak lainnya yang juga sudah selesai mencatat," kata Angel.

"Rumahmu yang paling dekat denganku,"

Pandangan Angel langsung terarah pada sekitarnya, menyaksikan banyak pasang mata yang mengarah padanya. Dirinya tahu apa yang ada dipikiran mereka semua setelah mendengar kalimat Edwin. Dengan cepat Angel memukul tangan Edwin agar segera pergi dari mejanya. Sayangnya, tenaganya tak lebih besar daripada tenaga Edwin yang masih mempertahankan posisinya. Keduanya sangat berisik dan tak mau mengalah satu sama lain, hingga membuat wali kelas mereka kembali masuk setelah mendengar keributan kelas. Baik Angel maupun Edwin juga belum menyadarinya ketika wali kelas mereka berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan yang memeluk buku.

"Lepaskan!" seru Angel sebelum akhirnya dia diberitahu Lisa bahwa wali kelas mereka melihat. Dengan segera gadis itu lebih dulu melepaskan tangannya, yang mana membuat Edwin berhasil menjauhkan bukunya dari jangkauannya.

"Belum ada lima menit saya tinggal, sudah ramai," kata wali kelas itu. Angel dan Edwin hanya terdiam, namun keduanya menoleh bersama ke arah Gaharu yang memberikan laporan pada guru itu.

"Mereka berdua memang sering bertengkar, bu," kata Gaharu.

Tatapan Angel dan Edwin seketika terhadap pada laki-laki yang baru saja mengadu pada wali kelas mereka. Wajah Edwin mulai tidak enak ketika melirik ke arah ketua kelas itu, ada raut wajah ketidaksukaannya pada Gaharu.

"Iya, bu. Saya dan Angel memang sering seperti ini," pungkasnya seraya meletakkan telapak tangannya di atas kepala Angel.

Tak disangka, wali kelas mereka justru mengulas senyum selepas mendengar perkataan Edwin. Padangannya jelas terarah pada dua remaja yang sedang menjadi pusat perhatian semua warga kelas. Hingga akhirnya, setelah beberapa kali anggukkan, guru itu meninggalkan kelasnya kembali, membiarkan anak-anak muridnya untuk menunggu jam pelajaran berikutnya.

Angel dengan segera menyingkirkan tangan laki-laki itu dari kepalanya. Dibandingkan kesal dengan Edwin, gadis itu justru lebih tidak menyukai Gaharu yang melapor pada wali kelas mereka. Tapi tetap, dia tak suka cara Edwin yang secara tiba-tiba datang untuk meminjam bukunya, namun sudah terlanjur diambil bukunya sebelum mendapat izin dari Angel. Kedua maniknya terarah pada laki-laki itu, hanya saja Edwin seolah tak merasa jika tatapannya ini untuknya.

"Bukankah dia hanya mencari perhatian?" tanya Lisa secara mendadak.

Angel segera mengubah posisi duduknya menghadap Lisa, "Siapa? Edwin?" tanyanya balik.

Teman satu mejanya itu menggeleng, tatapannya berubah ke arah ketua kelas yang sedang fokus menulis. "Gaharu," katanya. Secara otomatis, Angel juga menoleh ke arah presensi yang baru saja disebutkan namanya itu. "Padahal baru dua hari kita berada di kelas ini, tapi dia sudah terlihat jelas jika ingin menjadi penguasa. Peraturan dibuat tanpa membicarakannya pada kita, dan dia baru saja melaporkan tentangmu dan Edwin pada wali kelas," jelas Lisa.

Angel masih setia mendengarkan semua kalimat Lisa. Entah kenapa, dia rasa memang ucapan teman sebangkunya itu ada benarnya. Sejak awal, Gaharu memang yang paling ingin terlihat paling menonjol di kelas ini. Bahkan, sampai dia juga sempat berdebat kecil dengan Edwin perihal satu peraturan yang tidak disukai banyak warga kelas ini. Jika kedepannya Gaharu akan tetap seperti itu, Angel sangat yakin jika dia akan dibenci oleh teman-teman satu kelasnya.

"Untuk apa terlihat menonjol jika pada akhirnya dia tetap akan dibenci oleh lainnya?" heran Angel.

"Kau sendiri pasti juga mengetahui jika Gaharu dan Nadia berasal dari SMP yang bagus, tidak heran jika mereka berdua memiliki kebiasaan yang beda dari teman-teman yang lain," tutur Lisa.

"Kalau begitu, kenapa mereka tidak masuk di SMA yang bagus saja? Agar bisa membawa kebiasaan mereka itu di tempat yang tepat,"

Lisa hanya menaikkan kedua bahunya singkat setelah mendengar kalimat Angel barusan.