Sadewa melancarkan serangannya secara cepat dengan kibasan sabit yang dia genggam, sedangkan aku menggunakan pedang kebanggaan Over~Man, Dual Lighting Blade dan meniru pergerakan Over~Man melalui ingatan yang aku tau.
"Lightning Slash!" ucap diriku menyerang dengan kilatan yang menciptakan ledakan kecil karena benda itu teradu dengan sabit milik Sadewa.
Tebasan dan demi tebasan...
Tusukan demi tusukan...
Dorongan demi dorongan...
Kami berdua mengadu serangan kami begitu gencar di udara, aku benar-benar dibuat kewalahan karena harus naik turun permukaan dengan lompatan mengincar Sadewa yang melayang diudara dengan sabitnya.
"Lighting Stab!" ucapku setelah mendorong seluruh tubuhku dengan kuda-kuda lompatan dipenuhi petir untuk menyerang Sadewa diudara.
Beberapa kali aku memanfaatkan barrier angin yang ia ciptakan dan melesat kesana kemari dengan esensi kekuatan old Deus yang merupakan kekuatan utama milik Over~Man di masa lalu.
"Kau itu hidup sangat gak jelas rupanya." ucap Sadewa menyentuh pundakku saat aku melintas dengan tusukan petir yang hampir mengenai dirinya.
Sebuah tamparan besar menggunakan badan sabit membuat aku terlempar mengikuti gravitasi dan dengan angin yang dashyat, aku benar-benar terdorong karenanya.
"Bagaimana, hebat kan? Celestial Reaper milikku?" ucap Sadewa merendahkan dirinya dari tempat dia melayang dan menggerakkan tangan kirinya seraya mendorong diriku lebih kuat lagi.
Arena sudah menjadi kawah sejak pertarungan ini dinaikan levelnya, aku tak menyangka bahwa petir yang ditemukan dengan angin sangat kencang akan menciptakan ledakan dan menghancurkan Permukaan arena, bahkan pasukan OSIS belum ada satu pun yang bisa menerobos masuk kedalam kubah barrier yang diciptakan oleh Sadewa.
"Biasa aja sih." ucap diriku yang melawan dorongan yang diciptakan Sadewa dan satu pedang yang aku genggam ditangan kiri aku hilangkan seraya meledakan angin yang memblokir tubuhku, karena itu aku bangkit dengan pedang yang aku genggam ditangan kananku.
Aku melompat dari area terdalam kawah mengejar Sadewa yang menjauh, aku menembakan petir dengan sebuah tusukan yang sangat mudah dihindari oleh Sadewa, kini dia membalikan tubuhnya dan menatap diriku.
"Wind of Crazy Strom!" senyum Sadewa mengibaskan sabitnya perlahan dan angin yang sangat kencang mendorong seluruh benda yang melayang diudara termasuk diriku yang berlari.
/Arrggggggghhhhh
Angin dengan kepadatan yang sangat tebal mengunci pergerakan diriku dan rasa sakit yang sangat dalam dirasakan tubuh yang seharusnya sudah tumbang sejak tadi.
"Thypon!" perintah Sadewa dan dari bawah diriku, angin mendorong diriku keatas agar aku muncul kepermukaan dan Sadewa menanti diriku yang melesat sangat jauh.
"HENTIKAN!" teriak satu perintah yang menghancurkan segala jenis kekuatan yang ada di arena, bahkan pedang milikku dan Sabit serta angin yang diciptakan Sadewa menghilang dan membuat aku dan Sadewa terjun dari udara karenanya.
[Mantan pahlawan nomer 3 Nasional, Kepala Sekolah Akademi Hero dan Knight, Reonald sang Kesatria Kegelapan]
Bima menangkap Sadewa yang kehilangan keseimbangannya sedangkan aku ditangkap oleh Batari yang merupakan seniorku di sekolah ini.
Sosok yang menghentikan kami berdua menginjakan kakinya di arena dan menatap kami berdua dengan tatapan yang tajam.
"Semua anak OSIS, kondisikan anak-anak lainnya untuk melanjutkan aktifitasnya, aku meminta kedua orang ini untuk ikut ke ruangan saya." ucapnya yang merupakan Kepala Akademi Pahlawan yang merupakan mantan pahlawan nasional nomer tiga era kejayaan Pahlawan William.
"Aduh, Yudhistira, Yudhistira. Kau selalu saja membuat kacau acara orang." ucap Batari yang menggendong diriku dan membawa diriku menghadap Kepala sekolah bersama dengan Sadewa yang digendong oleh Bima.
****
"Tuan Arkakusumo dan Tuan Wisesa, kalian tau kan apa masalah kalian sekarang?"
Aku dan Sadewa sama-sama berada di ruangan yang sama menghadap kepala sekolah dengan ekspresi yang benar-benar marah, tak terbantahkan kuatnya.
Kami berdua hanya diam, tentu saja kami tau kesalahan kami, tapi berbicara jujur sangat susah bagi kami berdua.
"Hah, padahal di masa jayaku dulu, leluhur kalian adalah guru yang sangat aku hormati, Pahlawan Arkakusumo adalah guru bagi Pahlawan William dan aku adalah murid dari Pahlawan Wisesa, peringkat nomer satu saat zamannya." ucap dirinya yang membuat mata kami terbuka karena penasaran.
"Apakah kakekku sekuat itu?" ucap kami berdua bersamaan dan membuat dirinya tertawa.
"Lihat, tak kusangka aku bisa melihat ini lagi, kalian berdua bagaikan takdir yang sangat mirip dengan kakek kalian di masa lalu." ucapnya dan tangannya mendekat kepada kami berdua, karena hal itu aku memejamkan mataku, karena aku pikir akan mencubit pipiku.
Dia mengelus rambut kami berdua dan dia tersenyum lebar, aku membuka mataku dan melirik kearah Sadewa yang melirik diriku juga.
"Tentu saja kakek kalian sangat hebat, siapa yang tak mengenal The Great Knight, Arkakusumo dan The Genius Hero, Wisesa." ucap dirinya sembari jalan mengintip jendelanya.
"Aku penasaran, apakah kalian akan berkembang bagaikan Arkakusumo dan Wisesa dimasa lalu atau tidak, aku sangat menantikan perkembangan kalian." ucapnya dan duduk kembali dan memakai kacamatanya.
Kami berdua bernapas lega setelah mendengar ucapan dari Kepala sekolah, aku berpikir bahwa saat aku duduk, aku dan bocah ini akan dihukum saat hari pertama kamui masuk, hukuman untuk siswa yang tidak taat aturan saat seluruh panitia meminta kami berhenti, namun kami malah menggila karenanya.
"Hukuman untuk kalian berdua adalah membersihkan arena yang kalian hancurkan, dan bantu para tukang yang akan melakukan perbaikan arena, setelah itu baru aku izinkan kalian masuk ke kelas kalian." ucap Kepala sekolah yang membuat harapan tanpa hukuman hilang begitu saja.
Dia tertawa melihat reaksi kami yang hancur, dia, Pahlawan Reonald sang Kesatria Kegelapan, Pahlawan Nomer 3 yang merupakan teman baik Pahlawan William dimasa lalu sekaligus Rival dari Pahlawan William itu sendiri.
****
Aku dan Sadewa keluar dari ruang itu dan diarahkan oleh salah satu anggota OSIS yang merupakan sepupu dari Sadewa.
"Arghhhh, menyebalkan." ucap Sadewa menggerutu sembari lalu melihatku dengan rasa marah.
"Menggerutu seperti itu pun percuma, tuan muda." ucap Sepupunya yang merupakan kakak tingkat perempuan yang sedang menenangkan Sadewa.
"Ini semua gara-gara lu, bocah tengik." ucap Sadewa menatap tajam diriku, aku hanya bisa pura-pura bersiul saat dia menatap diriku dengan lama.
Kami berdua akhirnya berjalan sampai arena yang sudah kami hancurkan, aku yang melihat daerah itu tertegun, ternyata kerusakan di arena begitu parah dan kini banyak orang-orang yang akan melakukan repair arena saling menggotong reruntuhan.
Aku melirik sedikit kearah Sadewa dan dia juga melirik mataku dan kami berdua saling menatap sekarang.
"Cih, kau hebat juga, bertahan dari Lycius milikku." ucapnya yang menyanjung diriku.
"Sekaligus kau gila." tambahnya yang membuat aku tersenyum.
"Enggak gila kok, aku menantangmu karena satu hal, aku berpikir kalau kau mengekang Bima karena dia seperti orang yang menunggu perintah dari dirimu." jelasku dan dia tertawa besar.
"Kalau kau tau kenapa aku memerintah dirinya, mungkin kau akan tertawa besar sepertiku." ucap Sadewa lalu dia turun ke arena yang berbentuk kawah.
Dia mengaktifkan kekuatan Lycius miliknya dan mengendalikan angin mengangkat seluruh puing ke udara. Semua pekerja kaget saat melihat aliran angin yang begitu lembut mengangkat puing yang sedang dikerjakan oleh orang-orang itu.
"Wahhhh, pekerjaan kita akan cepat selesai ini mah." ucap tukang-tukang yang terduduk karena puingnya sudah diangkat oleh Sadewa.
"Tolong anak muda, taruh ditempat itu!" ucap mandor yang mengarahkan Sadewa untuk menaruhnya ke Dump Truk yang siap mengangkut puing tersebut.
Aku segera turun ke arena dan memecah bebatuan yang besar agar lebih mudah masuk kedalam dump truk, Sadewa mengangktifkan kekuatan angin yang menyelimuti diriku dan membuat aku bisa bergerak bebas di udara.
Aku mengeluarkan Resonansi kedua milikku dan menebas batu-batu yang masih besar dalam beberapa serangan, dan angin milik Sadewa membuat benda itu tetap terbang dan sedang diarahkan ke Dump Truk yang berjajar diluar.
Sampai beberapa hari kedepan, kami berdua ditugaskan membantu proses perbaikan arena, dan itu ternyata selesai dalam waktu 1 Minggu. (Seharusnya 20 hari, sesuai estimasi kontraktor yang memborong)
"Yo, salam kenal semuanya, aku Yudhistira Cipto Arkakusumo, mohon bantuan semuanya!"