Aku mengenalnya saat pendaftaran ulang di kampus yang sebenarnya aku juga tidak ingin-ingin sekali diterima. Tapi karena itu adalah kesempatan pertama saat menjelang kelulusan SMA karena kampus membuka ujian mandiri lebih dulu sehingga kuputuskan untuk mencoba. Kupikir juga untuk sarana menguji ilmu yang kupelajari sekian lama.
Tapi malah diterima, jadi ya sudah, daripada ikut ujian masuk dan hal semacamnya malah membuang waktu juga, jadi aku ikuti dulu prosesnya sambil menunggu pendaftaran sekolah kedinasan impian orang tua. Maklum, orang tuaku pegawai negeri, jadi persepsi kebahagiaan dalam karir, ya, yang punya kepastian pendapatan setiap bulan. Tambah lagi setelah setahun mengikuti perkuliahan, ternyata aku tak nyaman. Semakin saja aku tertekan.
Mandria. Pemuda yang tak sengaja aku temui itu sebenarnya tidak terlalu tampan. Tapi memang penampilannya menarik perhatian. Dan menurutku, itu menawan. Tidak termasuk tampan tapi rupawan. Melihat sosoknya, pasti akan menyadari bahwa itu perwujudan sifat Tuhan sebagai sumber segala keindahan.
Saat itu aku sedang duduk diselasar balairung kantor pusat untuk pendaftaran ulang. Gedung pusat bentuknya seperti colloseum tempat adu banteng di eropa itu. Tiang-tiang utamanya tinggi menjulang, pintu utamanya ada di belakang tiang-tiang yang berjajar berderet-deret.
Gedung itu sangat kokoh konstruksinya, terbukti ketika terjadi gempa. Saat gedung-gedung lain berserakan, ia masih berdiri tegak dengan sedikit retak. Diantara dua tiang besar utama itu aku duduk menyender sedikit minggir kebelakang agar tak menghalangi jalan orang.
"Oh, maaf.." kata Mandria yang belum ku kenal itu sambil tersenyum mohon maaf karena tak sengaja menendang kakiku yang sedang menjalar di lantai karena aku duduk lesehan bersandar di salah satu tiang. Dandanannya kasual, dengan celana chino hitam dan kaos hitam didalam kemeja kotak-kotak yang warnanya sudah tak terang dengan tas selempang. Rambutnya sedikit panjang, terurai tapi rapi dan pipinya ada sedikit jambang. Dan kesan pertamaku saat itu, untuk usia seumuran kami, dia lebih matang.
Oya, kemejanya masih terlihat mahal meski sudah kumal. Setelah sekian lama kukenal, baru aku tau itu kemeja kesayangan pemberian paman angkatnya. Saat memberikannya, paman-nya itu bilang "Pakai ini, kemeja mahal" kata Mandria Menirukannya dengan gaya pamannya saat mengatakan itu. Kemejanya flanel warna hitam tapi garis kotak-kotaknya abu-abu coklat sekilas ada geometri fraktal.
"Oh, iya nggak papa.." kataku bereaksi. Ia melanjutkan kesibukannya mencari-cari sesuatu diantara orang0orang yang berlalu lalang. Seperti masih kebingungan, lalu ia bertanya kepadaku
"Maaf mas, dimana loket untuk registrasi ulang?" tanyanya kemudian.
"Pintu ketiga dari sini masuk saja" jawabku sambil menjelaskan dengan tangan.
"Oke.. Terima kasih" balasnya sopan. "ini orang terasa sekali kesopananannya. Pasti wanita pun juga terkesan, karena itu mental realman". Dalam hatiku membatin.
Aku masih sibuk-sibukan dengan handphone ditangan. Scroll feed rekomendasi yang masuk ke beranda lama-lama juga bosan. Handphone aku matikan dan menghela nafas panjang sambil mengarahkan pandangan pada hijau deadaunan yang ditaman. "Sejuk juga disini." batinku menggumam. Andai saja semalam bisa berlama-lama dengan Ami pujaan rahasiaku. Mungkin sebenarnya bawah sadarku tentang Ami lah yang membawaku ke sini.
Gedung besar ini, disampingnya ada hutan buatan. Ditengah kota padahal, tapi kampus ini memang luas, gedung antar fakultas banyak tersebar terbelah jalan sekunder tengah kota. Dan saat mataku menikmati refleksi cahaya dari pepohonan, tak sengaja mataku menangkap samar-samar seseorang yang sedang berjalan. Tak terlihat jelas tapi dandanan dan cara ia berjalan membuatku penasaran. Dan setelah semakin dekat dan terlihat jelas seketika otakku seperti terhentak sesuatu yang mengagetkan dengan suara lantang.
"Aduhaaaaiiii… Anggun dan rupawaaan sekali ciptaan Tuhaaan" kata suara pikiranku berteriak.
"Sangat sayang untuk dilewatkan sekalipun hanya dapat memandang" kata benak-batinku kemudian.
Kuperhatikan ia sambil waspada karena khawatir ia sadar ada lelaki kampungan yang perhatian pandanganya mengikuti arah ia berjalan. Kuikuti arah ia berjalan ternyata sama kearah registrasi ulang. Badanku pun ikut mengatur posisinya agar tak kehilangan kesempatan memandang ciptaan langka yang tak ada di kota tempatku tinggal semula. Semakin jauh pemandangan itu hingga hanya kulihat dari belakang saja dan semakin mendekat ke pintu ketiga tapi tiba-tiba. Brak!! Wanita cantik rupawan itu menabrak seseorang.
"Wuh, sungguh beruntungnya ia ditabrak wanita dengan kecantikan yang langka" batinku. Dan setelah kuperhatikan,
"Astagaaa.. Ternyata dia pemuda beruntungnya" kataku dalam hati. Pemuda yang menendang kakiku dengan tak sengaja.
Kulihat ada sedikit percakapan antara muda-mudi itu. Tapi tak lama kemudian si pemuda melanjutkan berjalan.
"Abduh Mubaraak!!" tiba-tiba ada suara memanggilku. Ah, dari pintu kedua.
"Iya saya buu!!" kataku menyahut.
"Ini bukti registrasi dan lembar info untuk ospek minggu depan. Selamat berjuang anak muda" kata ibu setengah baya dari loket pintu kedua.
"Kolosal juga bahasa ibu yang satu ini" dalam hatiku sambil tersenyum dan berterima kasih padanya.
Astaga aku lupa bertanya tentang gadis aduhai yang tadi melintas didepan mata, siapa ya namanya? Ah sudahlah, lupakan.
Setelah kejadian itu kurang lebih selama dua kali bayar uang kuliah ternyata aku hidup bertetangga kamar dengannya, pemuda yang tenang langkahnya dan tampilan seadanya, yaitu Mandria. Seleranya benar-benar langka, setidaknya menurutku. Dia sangat asik dengan banyak ilmu. Jadi bukan sekedar tertarik saja, tapi dia mengulak-alikan seluruh alat pikir dalam dirinya pada angkasa ilmu yang seringkali aku dibuat geleng-geleng kepala dengan tingkah polah pikirnya.
Bisa dibilang benar-benar sapioseksual tulen. Istilah itu pula kudapat dari Mandria, si pelaku yang mengakuinya wataknya itu. Meski mungkin sekarang kemampuannya di bidang yang ia suka masih jauh dari profesional, tapi itu cukup membuatku menyimak benar dengan mata berbinar saat mendengarkan penjelasan Mandria tentang suatu hal yang ia tau. Tambah lagi, Ia seperti mempelajari benar bagaimana menyampaikan cerita. Seperti Sherlock Holmes yang punya prinsip harus berdandan necis saat akan membongkar kasus. Dramatis, kata yang menurutku cukup menjelaskan sosoknya yang langka itu. Praktis, sistematis, dan taktis.
Pernah ada gadis kampus jurusan ekonomi, pesolek sejati bermobil mercy, berambut lurus dengan poni, badannya semampai menjuntai tinggi, tergila-gila pada Mandria yang sok kegantengan ini. Sampai-sampai ia rela menunggu Mandria selesai kuliah 4 sesi hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Sepertinya gadis itu tidak ingin melewatkan kesempatan menjadi nominasi untuk dinobatkan sebagai wanita pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun di hari lahir Mandria.
Tapi setelah kutanya mengapa Mandria tidak tertarik, Mandria bilang "Seleraku bukan bulu mata yang lentik, tapi otak yang cerdik. Biarin sedikit licik, bawa sini biar aku yang mendidik. Karena aku tipe orang sapioseksual. Yaitu seseorang yang sangat tergairahkan oleh pemikiran, kecerdasan, dan segala hal tentang ilmu."
Itu kali pertama aku mendengar istilah sapioseksual. Kedengaran aneh tapi menurutku eksentrik. Ada juga ketertarikan seksual macam itu. Disaat ketertarikan seksual yang lain berada di area pangkal paha, sapioseksual tidak berada disana melainkan ada di area kepala. Mungkin kata seksual memang sudah terlalu terstigmakan dengan adegan yang berujung ejakulasi. Padahal sebetulnya dari katanya itu lebih mengarah pada ketertarikan diri seseorang pada sesuatu di luar dirinya.
Oh iya satu lagi kawan, aku terkadang memanggilnya dengan bermacam panggilan 'Em', 'Gad', 'Dri', 'Cog', atau 'Man'. Tapi semua panggilan itu mengacu pada anak muda yang menyebut dirinya the saphious one atau seseorang yang memiliki sifat sapioseksual. Em Jagad Mandria.