Setelah tinggal bertetangga kos dengan Mandria, aku seolah kuliah di dua jurusan. Pagi kuliah di universitas berbayar, malamnya kuliah umum gratis dengan Mandria. Biasanya dimulai larut malam. Ini yang menyebalkan. Entah mungkin karena vibrasi alam yang membuat lebih kuat di pertengahan malam atau bagaimana aku tidak bisa memastikan. Tapi memang jam 12 malam seringkali jadi titik awal obrolan lebih dalam. Entah mengapa di jam itu obrolan menjadi cair, bening, sehingga terlihat yang di dalam.
Aku merasakan fenomena itu sejak SMA. Ada seorang sahabatku yang good looking tapi pemalu. Jika ditanya mengenai tentang perasaanya di siang hari pasti dia akan mengelak walaupun ditodong senjata laras panjang. Tapi jika bertanya pada jam sakral itu, sekali bisik saja getaranya segera mengusik ke bawah sadarnya, menyusup senyap kedalam hati kemudian mengirimkan sinyal ke otak untuk menggerakan syaraf-syaraf lidah agar menjadi licin lembut seperti kulit yang habis dikerok dakinya. Kata-katanya menjadi penuh perasaan yang terlihat dari matanya yang jauh menarawang dan sedikit berkilau karena kaca-kaca kasih yang tak sampai.
Ternyata hal seperti itu aku alami lagi dengan Mandria. Bedanya, dia tidak mencurahkan perasaan kasmarannya pada lawan jenis, tapi tentang materi pengetahuan umum yang dia dapat entah dari internet, mengunjungi orang-orang yang menurut dia menarik, atau dari ilhamnya sendiri ketika merenung sendirian atau dengan pancingan obrolan dengan seseorang.
Kadang aku berpikir peranku dalam diskusi dengan Mandria adalah seperti dokter Watson bagi Sherlock Holmes. Seringkali jika dalam obrolan, tiba-tiba saja dia menyela dan melompat ke taopik lain yang menurutnya memiliki ketersambungan meski kadang bagiku membuat bingung mana benang merahnya. Tidak jarang Mandria mengekstrak hal lain dalam perbincangan kami. Seolah-olah kesadarannya berjalan paralel ketika dalam suatu obrolan. Dia tetap berbincang denganku tapi ada perhatian lain di dirinya yang bekerja untuk dirinya juga. Otaknya seperti dapat bekerja multitasking.
Padahal yang aku tau otak hanya punya satu jalur, ketika kita mengingat satu hal maka hal lain tak akan terlihat. Adapun jika kita terjebak dalam lompatan monyet pikiran kita yang kesana-kemari itu sebetulnya memikirkan satu hal yang bergantian acak tanpa ada konteks yang setopik. Otak kita ini memang seperti Sun Go Kong yang begitu lincah tapi liar sehingga membutuhkan simpai emas untuk mengikat kepalanya. Jadi saat si kera ini mulai liar seenaknya sendiri, Tong Sam Chong akan akan membacakan mantra agar kepalanya pusing dan menyerah. Tapi seringkali ketika pikiranku seperti monyet yang lompat sana-sini justru aku terbawa untuk melompat sehingga makin lama-lama semakin pusing.
Diskusi ini adalah tadi malam, sebelum paginya Mandria mendapat paket berisi catatan aneh, dikirim dengan cara biasa namun ternyata tidak terlacak.
"Duh.. Malem ini kita bahas apa?" kata Mandria.
Sambil memangku gitar akustik senar nylon yang modelnya seperti lengkungan daun. Model seperti itu jelas bukan gitar yang ada di toko-toko. Sudah pasti dipesan sendiri hasil desain Mandria.
"Makan dulu lah.. kagak kuat mikir ntar. Gua udah beli, makan juga nggak loe?" kutawari Mandria untuk basa-basi saja maksudnya.
"Eh, Dri.. katanya Elon Musk mau bikin smartphone paling canggih. Udah baca belom Loe beritanya?" kataku membuka obrolan sambil membuka bungkusan nasi goreng mang acong.
"Belum, segimana canggihnya emang?" Mandria bertanya balik sambil memetik-memetik gitar dengan tempo pelan. Sulit kujelaskan cara dia bermain gitar, tapi yang pasti, bagaimana cara dia bermain gitar itu, aneh. Aku harus menyetem ulang gitar yang dia pakai kalau-kalau aku meminjam gitarnya untuk memberi lagu bualan pada gadis yang sedang aku dekati.
"Katanya smartphone itu terkoneksi sama satelit space X miliknya yang memancarkan internet. Jadi orang nggak perlu beli kuota untuk internetnya. Trus kagak ada charger baterainya juga, udah terkoneksi secara nirkabel proses charging dayanya. Keren ngga tuh?" Jelasku sambil mengunyah sedikit panas ini.
"Hehe.. entah, kadang gua ke Elon itu kayak pinter banget bikin inovasi atau sekedar narasi. Sebagai inovator mobil listrik akhirnya membuatnya menjadi sangat powerfull saat ngomongin tentang green tech. Tapi apa iya seperti itu? Apa dia nggak berhadapan dengan para kelompok yang pro dengan fossil oil?" jawab Mandria dalam sekali nafas lalu menghela nafas satu kali kemudian bicara lagi.
"Tapi wajar saja memang jika dia punya ide yang jadi pembicaraan orang-orang seluruh dunia. Sangat bisa dipastikan dia pemuja Nikola Tesla. Ilmuwan gila yang punya misi mensejahterakan manusia di dunia. Agaknya Nikola Tesla udah mempraktekan yang ada di pembukaan undang-undang dasar 45 kita deh.. hehe" katanya sambil terkekeh ringan.
"Memangnya kalau mengidolakan seseorang, trus kita jadi seperti orang itu gitu?" tanyaku dengan nada meragukan.
"Bentar, agama Loe apa ya?" tanyanya dengan respon cepat.
"Islam, ngapain Loe tanya-tanya?" kataku sedikit aneh karena Mandria bukan orang yang memandang seseorang dari agamanya.
"Bukan apa-apa Sabdul!, biar ngegampangin penjelasan ini mah.." kata Mandria. Oya, Sabdul itu panggilan kesalnya padaku.
"Inget nggak di Qur'an ada ayat yang membahas tentang Tuhan seperti prasangka hambanya dan Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang sebelum orang itu merubah nasibnya sendiri?" tanya Mandria lagi masih sambil asal gonjrang-gonjreng pada gitarnya.
"Iya ada, trus, emang gimana korelasinya?" tanyaku.
"Sekarang Loe perhatiin, gimana proses manusia bertindak" perintahnya. Malas sekali baru saja perut ini diisi sudah diperintah mengeluarkan energi. Aku percepat saja dengan jawaban "Gimana emang?".
"Kehidupan seseorang itu berasal dari kumpulan perilaku, perilaku itu dari sebuah keputusan, keputusan itu dari pemikiran, pemikiran itu dari informasi, informasi itu dari yang dicari atau datang sendiri. Tapi gerak pikir di otak itu berasal dari desir keinginan. Setelah dia ingin, kemudian dia berniat, lalu dikirim ke otak kemudian dinyatakan dalam bentuk perintah menggerakan tubuh entah ucapan ataupun perbuatan" Mandria memulai menjawab dengan serius. Gitarnya sudah tidak ditabuh lagi karena tanganya sudah mengikuti irama suaranya.
"Iya terus mana sambungannya antara mengidolakan seseorang sama perubahan dalam diri seoraaang!, Somaaad!!?" tanyaku dengan nada kesal. Somad ini panggilan kesalku pada Mandria.
"Oke, karena ternyata sumber perilaku adalah dari desir keinginan, maka ketika Loe menginginkan, mengidolakan, atau mendambakan sesuatu, itu akan mempengaruhi otak untuk mengubah kimia dalam tubuh sehingga itu termanifes ke dalam perkataan, tindakan, mikro ekspresi, juga aura yang Loe punya. Sehingga yang Loe dapet di kehidupan juga selaras dengan itu!" jawab Mandria dengan gaya seperti seorang detektif yang meyakinkan kliennya dengan argumentasi logis.
"Ah, gue inget kata-kata Fredie Mercury ke temen-temennya di Queen, dia bilang 'i don't wanna be rockstar, i wanna be legend!" sahutku tiba-tiba menghentikan gerakan tanganku meremas bungkus nasi goreng yang sudah habis itu.
"Thats it!" kata Mandria seolah puas penjelasannya berhasil aku pahami.
"Sok Enggres Loe kayak anak Jaksel! Hahaha" sambungku menimpali validasi dari Mandria kemudian beranjak membuang sampah lalu kembali duduk didepannya setelah minum air putih.
"Ada lagi, Mad, berita bagus kata gua" kataku sambil setelah menyelesaikan minum tegukan kedua.
"Jack Ma membeli lahan luas di spanyol, Bill Gates investasi banyak di bidang bio-enginering, juga weather war antara China dan Amerika. Katanya ada sekitar 7 alat rekayasa cuaca yang di bangun di alaska milik amerika, China juga membangun hal serupa di teluk laut china selatan. Mesin-mesin itu saling mempengaruhi dan bulan kemarin mengakibatkan badai dekat Rusia" ceritaku tentang konten peristiwa global dari suatu kanal youtube yang tak sengaja muncul di halaman saran youtube-ku.
"Menarik" kata Mandria merespon singkat lalu melanjutkan menanggapi obrolanku.
"Nikola Tesla di akhir hayatnya mengerjakan proyek di dekat niagara yang dipublikasikan dalam jurnal dengan judul colorado spring. Jika melihat film dokumenter tentangnya, disana dia mengerjakan proyek untuk membuat generator raksasa untuk mewujudkan listrik nirkabel untuk dunia."
"Tapi kurasa, melihat kemapuan Tesla yang begitu super cerdas, sangat mungkin jika dia tidak hanya mengerjakan proyek itu. Pasti banyak yang dia dapat disana dan mungkin dia sembunyikan hasil penelitianya dalam sebuah catatan tanpa dipublikasikan." jelas Mandria.
"Mengapa kau sangat yakin dengan dugaanmu itu, sobatku?" tanyaku meragukan dengan nada pujangga.
"Bayangkan, seorang yang di usia belianya saja menyelesaikan soal matematikanya tanpa coret-coretan dan cukup dengan memainkan teater pikiranya untuk memecahkan persamaan. Bagaimana jika ia sudah dewasa dan memiliki visi besar? Pasti kemampuanya semakin berlipat karena semakin dilatih dengan konteks proyek yang ia dalami."
"Bisa jadi benar yang di film final frequency itu. Meskipun filmnya aneh dan sangat pantas diberi rating terendah, tapi sangat mungkin ada catatan Tesla yang tersimpan atau diwariskan". Mandria semakin serius membicarakan tentang Tesla.
"Tesla, De Broglie, dan Einstein adalah ilmuwan fisika yang quotesnya sering menyinggung tentang frequenci, vibrasi, dan energi. Loe ingat? Tesla bilang 'jika kita tau rahasia angka 3,6, dan 9 maka kita dapat berkomunikasi dengan alam semesta". Kata Mandria dengan nada tanya.
"Baru denger Gua" jawabku.
"Ya sudah, dengerin aja pidato gua" katanya.
"Einstein juga pernah bilang, 'kalau kita bisa selaras dengan frekuensi semesta, maka tidak mungkin tidak yang kita inginkan tidak terjadi!" kata Mandria dengan nada meyakinkan.
"Susah amat itu quotenya, kenapa nggak pake kalimat jika frekuensi selaras dengan semesta maka yang diinginkan pasti terwujud ?" protesku pada quote Einstein yang menggunakan dobel negasi itu.
"Sepertinya Einstein ingin menegaskan betapa pentingnya itu" jawab Mandria dengan nada rendah dan pandangan yang mengarah ke atas.
"Yeee.. sok tau Loe, wadah menyan!" kataku sambil menoyor kepalanya.
"Tapi ngomong-ngomong soal Einstein, gua penasaran sama rumus relativitasnya E = m.c2, apa bisa operasinya dibalik? Maksudnya, jika kita ingin menciptakan massa, artinya tinggal kita ciptakan sekian satuan energi dibagi kecepatan cahaya kuadrat?" tanyaku penasaran.
"Trus gimana cara buat energinya, sedangkan Loe nya aja masih termuat dalam massa tubuh Loe sendiri?" Mandria balas bertanya padaku.
"Iya juga sih" jawabku buntu.
"Jalan kaki dulu sono Loe!" pinta Mandria.
"Oh iya, bentar" jawabku lalu kupenuhi dulu ritual setelah makan malamku yaitu jalan kaki minimal 70 langkah. Ritual ini aku dapatkan dari Mandria. Waktu itu tiba-tiba dia menyuruhku jalan kaki setelah makan malam. Mulanya aku protes, tapi karena kebiasaan Mandria adalah memberikan alasan setelah aku menurutinya, maka aku penuhi saja kemauanya. Setelah kuturuti, dia bilang,
"Ini buat meningkatkan Loe nggak gampang sakit, jadi kalau Loe abis makan malam, Loe jalan kaki dulu minimal sekitar 70 langkah, dan tapi kalau setelah makan siang loe rebahan atau tiduran." Kata Mandria waktu itu.
Setelah kurasakan, memang enak efeknya. Tadinya aku memegang doktrin bahwa tiduran setelah makan itu tidak boleh. Tapi ternyata tidak semua tiduran setelah makan membuat perut tidak nyaman. Tiduran setelah makan siang itu rasanya nyaman sekali di perut. Ini terkait jam metabolisme tubuh. Jam dhuhur itu saat pencernaan tubuh dalam kondisi maksimal. Jika diibaratkan mesin, ini sedang di titik maksimal. Berbeda dengan kinerja ketika pagi, sore, atau malam. Dan tidur siang mengistirahatkan perut dari kontraksi karena kegiatan sehari-hari sehingga kinerjanya optimal dalam memproses maupun menyerapnya.
Tapi ketika malam, organ pencernaan justru sedang mengurangi aktivitasnya sehingga berat untuk bekerja. Maka logis jika dibantu dengan berjalan kaki agar mempercepat prosesnya. Lalu berarti kegiatan jalan kaki itu mempercepat atau memperlambat proses pencernaan? Aku sendiri menduga bahwa berjalan setelah makan di siang dan malam hari itu berbeda fungsi dan pengaruhnya dalam tubuh. Mungkin terkait dengan paparan cahaya juga aku belum bisa memastikan. Mungkin ini bisa jadi bahan penelitian untuk kalangan medis jika belum diteliti. Hanya saja, sebenarnya kita tidak perlu terlalu paranoid dengan sesuatu yang belum ada ilmiahnya karena itu terlalu lambat.
Padahal tubuh kita sendiri memiliki sensor alami yang dapat mendeteksi apakah hal itu baik untuk tubuh atau tidak. Hanya saja sensor itu sering dilupakan orang-orang. Itulah salah satu fungsi sensor keindahan yang ada didalam diri kita. Fungsinya seperti saat kita menilai suatu suara, apakah suara itu bising, biasa saja, atau merdu. Menilai hal semacam itu tidak perlu penelitian. Pendeteksian semacam itu sebenarnya dapat kita lakukan ke semua hal. Belakangan aku membaca artikel bahwa Cristiano Ronaldo juga melakukan tidur setelah makan. Dan anjuran ritual setelah makan siang dan malam ini juga aku dapatkan dari suatu kajian yang saat itu mengkaji salah satu kitab dari Imam Ghazali.
"Balik lagi, Dri." kataku memulai diskusi lagi.
"Loe inget, kapan internet ditemukan?" tanya Mandria memulai topik baru.
"Mungkin sekitar 50 tahunan yang lalu" jawabku.
"Loe tau kaitan antara internet, world wide web, blockchain, dan crypto curency?" tanyanya lagi.
"Nggak" jawabku singkat.
"Bedanya www sama internet, tau ngga?" tanyanya lagi.
"Lah bukanya sama?" jawabku.
"Beda. Internet itu semacam sistemnya. World Wide Web itu salah satu bentuk dari sistemnya. Makanya luasan area yang disebut Dark Web yang dikenal menjadi wilayah gelap tapi bebas itu kurang lebih 90%. Makanya seringkali apa yang ada di internet itu permukaan ujung gunung es saja, tapi di dalamnya masih dalam. Yang pasti, World Wide Web itu dipantau Amerika. Jadi selama domain alamat website Loe itu depannya www. , pasti terpantau Amerika. Blockchain dan crypto currency juga semacam itu. Blockchain adalah sistemnya, lalu Bitcoin, Luna, Doge, dan lainya itu beberapa bentuk atau produknya, kalau di internet itu domain www. nya." Jelas Mandria.
"Yang gue heran, tapi banyak juga film-film Amerika yang mengungkap bagaimana Amerika mengontrol dunia dengan masuk ke area privasi manusia di dunia" kataku heran menanggapi.
"Juga, masa iya di dark web itu cuma kegiatan ilegal dan kejahatan aja sih, Mad?" tanyaku ingin tau pendapatnya.
"Entah, gua juga belum pernah kesana, tapi harusnya nggak juga, cuma memang hal yang misteri dan kelam itu lebih komersial untuk bahan narasi seperti film" jawab Mandria tak yakin juga.
"Tapi ngomong-ngomong ke Einstein tentang teori relativitas waktu, katanya eksperimen teleportasi pernah dibuat? Cuma gagal untuk memuwujudkanya lagi. Jadi bisa ngilangin tapi nggak bisa ngewujudinnya lagi gitu" Tanyaku.
"Nggak tau juga gua. Tapi coba kita urai dulu tentang konsep waktu tanpa condong pada suatu teori dulu. Oh, mungkin coba bahas dari penelitian tentang pengamatan partikel foton" kata Mandria mengajak lebih ke dalam teori fisika quantum.
"Pernah suatu ketika ada sebuah penelitian dilakukan untuk mengamati sebuah materi terkecil. Singkatnya, dari hasil penelitian itu menyimpulkan bahwa materi terkecil tidak bisa diamati, karena, posisinya berubah seketika ada gangguan dari sekitarnya, termasuk perhatian si pengamat pada partikel itu. Seolah-olah, partikel itu justru malah seperti mengamati si pengamat" kata Mandria membuka penjelasan sambil membuat kopi hitam kesukaanya. Katanya dia suka karena dikenalkan ayahnya.
"Menurut Loe, waktu dan ruang itu seperti apa kaitannya?" Mandria memancingku berpikir.
"Kaitan yang gimana ini maksudnya?" jawabku memastikan arah pertanyaanya.
"Dilihat dari keterkaitan keberadaanya. Manakah yang lebih dulu, ruang kah, waktu kah, atau keduanya bersamaan?" katanya memperjelas arah pertanyaannya.
"Kalau waktu yang dimaksud disini menunjukan waktu normal yang kita jalani, berarti berbarengan. Karena waktu yang digunakan sekarang ini hanya penandaan akibat dari gerakan rotasi dan revolusi planet yang mengorbit. Sehingga akhirnya masing-masing satuan putaran diberi tanda hari, bulan, tahun, dan seterusnya. Tapi kita juga tidak bisa memastikan apakah hari yang kita sebut jumat ini sesuai dengan hari jumat berdasarkan proses penciptaan semesta" jawabku dengan analisa seadanya.
"Kalau dari pengamatan partikel terkecil tadi, dalam dimensi quantum, sebuah materi seolah timbul dan hilang secara acak. Dan mempengaruhi timbulnya sebuah materi ke dimensi ruang ini tergantung perhatian pengamat."
"Einstein pernah bilang bahwa materi fisik yang terlihat ini bukan sesuatu yang terpisah dengan ruang kosong yang memuat. Artinya medan energi tak kasat mata itu seperti lembaran kekosongan, kemudian materi yang muncul seperti dilahirkan dari lubang kekosongan itu. Mudahnya adalah seperti komedo dan kulit wajah. Kulit wajah adalah kekosongan yang berisi energi, sedang materi itu seperti komedonya. Komedo akan muncul ke permukaan jika ada gaya dari dalam kekosongan itu yang mendorongnya keluar."
"Dalam masa kekosongan itu lah waktu keabadian, karena disana tidak ada acuan lain yang membuat waktu menjadi relatif. Materi yang mewujud ke dimensi ruang yang kita huni sekarang ini mengorbit pada lintasanya masing-masing. Baik benda angkasa maupun dalam sel-sel dalam tubuh kita ini seperti mempunyai kecerdasanya masing-masing. Dan mereka seolah terhubung satu sama lain dengan satu kecerdasan mutlak yang meliputi itu semua." Kata Mandria dengan pandangan mendongak keatas melihat langit-langit.
"Yang kerenya lagi. Leluhur nusantara sudah mendokumentasikan 70an galaksi sementara Nasa belum sampai sebanyak itu." Saat mengatakan ini Mandria melambatkan nada dan ritme bicaranya seolah-seolah ia merasakan sesuatu yang berat dalam hatinya.
"Lalu apa ada kaitanya dengan astrologi manusia?" tanyaku menyambungkan dengan fenomena manusia moderen yang seringkali membanggakan wataknya dengan astrologi.
"Ada." Kata Mandria singkat lalu menengok ke arahku sambil mengambil pena dan secarik keras seperti akan mengerjakan coret-coretan saat ujian matematika.
"Setiap kelahiran manusia, apakah itu keinginan manusianya? Entah yang dilahirkan, melahirkan, atau bahkan senggama yang mereka lakukan sebelumnya?" tanya Mandria.
"Tidak." Jawabku pasti menanggapi Mandria yang sedang membuat coretan di kertas tadi.
"Nah, alam semestalah saksi hidup atas penciptaan manusia sejak pertama kali ada. Setiap kelahiran manusia pasti bersamaan dengan suatu posisi alam semesta dalam suatu waktu tertentu. Umumnya yang dipakai adalah rasi bintang. Padahal bisa lebih lengkap dan presisi, yaitu dikaitkan dengan seluruh posisi galaksi yang terbentuk saat manusia itu lahir. Itulah mengapa leluhur nusantara itu sangat berhati-hati saat akan menikahkan dua anak manusia. Dulu, dukun pengantin itu membimbing sejak pernikahan manusia hingga jabang bayi putus tali ari-ari-nya." Jelas Mandria.
"Apa maksudmu masing-masing manusia itu mewakili masing-masing benda angkasa yang terkait dengan konstelasi orbit dan reaksi energi dalam alam semesta?" tanyaku.
"Entah, tapi menarik dugaanmu, kawan." Kata Mandria dengan pandangan masih dalam coretan yang ia buat.
"Lalu apa maksudmu menanyakan bahwa kelahiran manusia bukan keinginan mereka atas waktu dan tempatnya?" tanyaku lagi.
"Oh, iya maaf aku lupa" kata Mandria seperti tersadar sesuatu kemudian melanjutkan penjelasanya.
"Begini, artinya itu bisa sebagai pijakan manusia untuk mengenali dirinya sendiri. Begitu manusia lahir ke dunia, memori atas jiwanya seperti di reset ulang. Dari mana ia, siapa ia, dan untuk apa ia dilahirkan menjadi pertanyaanya dalam kehidupanya di dunia. Tapi waktu dan tempat ia dilahirkan itu pasti bukanlah pilihanya sendiri" Mandria kembali menjelaskan.
"Memang, yang kita bisa ketahui hanyalah tanggal dan tempat. Tapi bukankah tanggal itu juga penanda dari suatu kejadian orbit saat itu? Seperti rasi bintang saat itu, yang juga menunjukan sedang dimana posisi bumi, bulan, dan planet di sekitarnya, tambah lagi galaksi lain disekitar Galaksi Bimasakti.
"Lalu apa untungnya jika mengetahui itu?" tanyaku penasaran.
"Minimal, kita tau siapa dan seperti apa kita. Jika itu sudah terjawab, rasanya tidak ada lagi yang dikhatirkan dalam menjalani peran di semesta ini. Apa yang ia jalani akan satu misi dengan visi Tuhan akan dirinya. Setelah momen pencerahan itu, apapun yang dilakukannya merupakan perilaku Tuhan." Jawabnya.
"Dalam psikologi ada dua aliran yaitu Freud dan Adler. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia itu karena perilaku terdahulunya, sedangkan Adler menganggap bahwa perilaku manusia merupakan cerminan masa depannya. Mana yang benar menurutmu?" tanyaku lagi karena ia menyinggung soal perilaku.
"Keduanya benar." Jawab Mandria tegas.
"Itu seperti kita yang sedang berhadapan, yang ditengahnya ada buku. Yang satu mengatakan buku itu terbalik, yang satu lagi mengatakan bukunya sudah benar."
"Freud benar, bahwa perilaku keputusan manusia pastilah berdasarkan kumpulan informasi yang ia kumpulkan lewat pengalamannya sejak kecil. Bisa jadi pula seorang dengan dua runtutan pengalaman sama namun punya kesimpulan berbeda atas konsekuensi sebab akibatnya. Secara tanpa sadar keadaan seorang hari ini merupakan cerminan bawah sadar yang merupakan masa lalunya, dan selama itu tidak dirubah, maka itu juga cerminan masa depannya seperti yang dikatakan Adler. Maka untuk merubah masa depan, tetap saja titik potongnya di hari ini. Apakah kita akan memutuskan untuk seperti kemarin ataukah lebih baik dari kemarin. Itu mengapa di islam mengatakan bahwa jika hari ini sama dengan hari kemarin artinya merugi, karena secara modal waktu bertambah, tapi secara hasil masih sama seperti kemarin."
"Seorang yang mencapai pencerahan akan dirinya akan memutus mata rantai masa lalu yang begitu-begitu saja."
"Aaaahhh." Mandria menguap dan menular pula padaku. Akhirnya malam itu obrolan ditutup dengan kesimpulan masing-masing. Aku pun tertidur di kamar Mandria malam itu, hingga paginya aku terbangun oleh ketukan pintu yang berkata "Pakeeeettt! Pakeeeet!." Aku beranjak bangun menemui pembawa paket itu.
"Atas nama Mandria." Kata si pembawa paket. Dengan sedikit sadar dan pandangan mata sedikit buyar aku terima paket itu. Kemudian pengirim segera pergi tanpa banyak kata lagi. Dan ku taruh paket kiriman itu di meja belajar Mandria yang penuh kliping menempel di depannya. Kemudian aku beranjak. Namun, kiriman paket itu yang kemudian membuat kami repot.