Chereads / RE-START / Chapter 9 - Perang Dimulai

Chapter 9 - Perang Dimulai

Tak butuh waktu lama bagi Alvin untuk sampai ke lantai sepuluh. Ia berjalan dengan langkah tergesa-gesa menuju ke ruangan tim marketing yang menjadi tempat kerjanya. Sayangnya saat Alvin mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, ia tidak bisa menemukan orang yang dicari.

Seperti tahu kalau Alvin sedang mencari seseorang, Miran pun mendekati Alvin dan bertanya, "Pak Alvin nyari siapa?"

Alih-alih menjawab pertanyaan Miran, Alvin malah hanya bergumam kesal. "Sial! Dia enggak ada di sini!"

Tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya yang tinggi, Miran tetap nekat bertanya. "Pak Alvin cari siapa emang? Miran bisa bantu, kok."

Alvin menghela napas lelah, baru kemudian menjawab Miran yang bertanya sejak tadi. "Eri. Kamu tahu enggak dia ada di mana?"

"Ah! Pak Eri! Barusan pergi ke lantai lima kayanya. Tapi enggak tahu mau ketemu siapa," jawab Miran polos. Setelah mendengar jawaban dari anak buahnya, Alvin tampak bertambah kesal dan ia mengumpat dalam gumaman.

"Ya, sudah. Makasih, ya," balas Alvin singkat. Kemudian membalikkan badan, hendak pergi ke ruangannya.

Sebelum Alvin melangkah lebih jauh, Miran memanggil atasannya itu dan memberikan sebuah paper bag berukuran sedang.

Belum sempat Alvin bertanya, Miran langsung menimpali dengan cepat, "Itu kemeja ganti buat Pak Alvin." Miran mengucapkannya sambil sedikit tersipu lalu kembali menambahkan, "itu kemeja Bapak yang enggak sengaja saya tumpahkan kopi. Nodanya agak susah ilang, sih. Tapi sekarang udah bersih dan wangi, kok. Bisa Bapak pakai sekarang."

Alvin menganggukkan kepalanya tanda mengerti kemudian berterima kasih pada Miran. Dengan langkah sedikit terburu-buru, Alvin masuk ke ruangannya dan mengunci pintu.

Sewaktu sudah sendirian di ruangannya, Alvin lekas membuka kemeja yang terlanjur lengket di badannya. Lalu menyelimuti tubuh atletisnya lagi dengan kemeja rapi dan wangi yang baru saja dikembalikan Miran.

Setelah mengganti kemeja basahnya dengan pakaian bersih, suasana hati Alvin jadi sedikit membaik sekarang. Meski begitu, ia tetap masih kesal saat mengingat pembicaraannya dengan Bayu beberapa saat lalu. Alvin bertekad akan berbicara empat mata dengan Eri secepatnya pada hari ini.

Di waktu yang sama, Eri sedang berjumpa dengan Bayu di lantai lima. Bayu sengaja memanggil Eri ke ruangannya selang beberapa saat setelah kepergian Alvin. Bayu ingin berbincang lebih lanjut dengan Eri. Membahas soal kenaikan pangkatnya.

"Ada apa, Pak? Kenapa tiba-tiba memanggil saya?" tanya Eri yang terus memamerkan senyumnya.

"Saya sudah memberitahu Alvin soal jabatan general manager itu. Kamu mulai diangkat minggu depan, ya," ujar Bayu tenang. Raut kemenangan jelas terlihat dari wajah Eri. Ia pun langsung mengucapkan beribu terima kasih pada Bayu.

"Sejujurnya saya tidak berniat serius buat menaikkan pangkatmu. Omongan saya waktu rapat tadi supaya kamu bisa serius waktu presentasi di depan para investor," kata Bayu serius lalu melanjutkan, "tapi ternyata kamu berhasil bikin para investor enggak berpikir dua kali investasi uang mereka di perusahaan kita. Ya, saya sebagai laki-laki harus menepati omongan saya, dong."

"Terima kasih, Pak, sudah mempercayakan saya. Saya berjanji tidak akan mengecewakan Bapak dan bekerja sepenuh hati." Eri sangat kegirangan dan tidak malu menyembunyikan senyumnya lagi.

"Ya, sudah. Saya tunggu kontribusimu buat perusahaan. Lakukan yang terbaik. Jangan kecewakan saya, ya." Kemudian Bayu menyuruh Eri kembali ke ruangannya.

Tapi ketika Eri mulai melangkah keluar, mendadak Bayu berpesan lagi, "Oh, iya. Kalau Alvin protes ke kamu, langsung laporkan ke saya, ya." Pesan Bayu itu dibalas dengan anggukan mengerti dari Eri, kemudian ia berpamitan kembali ke lantai sepuluh.

Hati Eri sangat senang, ia melangkah kembali ke meja kerjanya dengan langkah ringan. Saking senangnya, ia bersenandung di sepanjang jalan dan menyapa para staff lain yang bertatap muka dengannya.

Namun bukannya membalas sapaan Eri dengan ramah, para staff itu malah memberi tatapan keheranan.

Mereka semua melihat keramahan Eri seperti baru saja menemukan benda teraneh di dunia. Bagaimana tidak, setiap hari mereka selalu melihat wajah Eri yang bersungut-sungut. Eri juga terkenal sebagai pegawai senior yang gemar mengeluh dan menyuruh-nyuruh para staff junior seenaknya.

Walaupun mendapat tatapan aneh dan heran dari orang-orang di sekitar, Eri bersikap masa bodoh. Ia terus bersenandung di sepanjang koridor seolah-olah sedang berjalan di altar surga.

Sekembalinya Eri di meja kerjanya, satu tim pemasaran juga melemparkan tatapan heran pada Eri seperti yang dilakukan oleh staff lainnya. Tapi, karena sebagian besar malas berurusan dengan Eri, mereka memilih diam dan melanjutkan pekerjaannya.

Lain halnya dengan Miran, karena wanita mud aitu selalu diliputi rasa ingin tahu yang tinggi, ia tidak segan-segan mendekati Eri dan bertanya dengan polosnya. "Pak Eri, tumben amat hari ini senyam-senyum terus. Ada apa, sih? Apa gara-gara rapat tadi berhasil?"

Ketika mendapatkan pertanyaan dari Miran, Eri merasa inilah saat yang tepat untuk pamer pada seluruh tim pemasaran. 'Pokoknya seluruh lantai sepuluh harus tahu gue bisa ngalahin si cecunguk Alvin!' tekad Eri dalam batin.

Eri pun mengisyaratkan Miran agar perempuan itu mendekatkan diri padanya. "Siniin kuping lu. Mau gue bisikin sesuatu enggak? Rahasia besar abad ini!" kata Eri melebih-lebihkan. Meski tahu kalau ada kesan berlebihan pada nada bicara Eri saat ini, Miran tetap menurut apalagi ia juga memang sangat penasaran.

"HAH?! YANG BENER?!" Miran tidak sadar berteriak saking terkejutnya setelah mendengar bisikan Eri. Pekikan Miran yang tiba-tiba itu tentu saja mengejutkan seluruh staff tim pemasaran. Mereka semua serentak memasang wajah ingin tahu.

Eri hanya tertawa-tawa saat melihat reaksi Miran yang sangat terkejut. Ia tak berniat membalas pertanyaan Miran, lalu duduk di mejanya dan mulai bekerja.

"Pak Eri enggak bohong, kan? Pasti ini cuma bercanda," sahut Miran lagi yang merasa tidak puas karena Eri tidak menanggapinya.

"Ya, terserah aja mau percaya apa enggak. Tapi itu enggak bohong. Tunggu aja minggu depan," balas Eri sedikit memancing. Jawaban Eri membuat Miran mendesah kecewa, diikuti oleh para staff lantai sepuluh lainnya yang diam-diam ikut mendengarkan pembicaraan itu.

"Kalian pasti pada penasaran, kan? Udah tunggu aja berita resminya minggu depan. Enggak lama lagi, kok," tukas Eri sambil terkekeh. "Udah, udah. Mending kalian semua balik kerja. Enggak usah kepo-kepo banget sama gue."

Kalimat Eri barusan seketika mengakhiri forum gosip tim pemasaran lantai sepuluh. Sayu-sayup terdengar sorakan pelan kekecewaan dari para staff yang rasa penasarannya terlanjur terpancing.

Untung saja tidak lama setelahnya lantai sepuluh kembali tenang seperti semula. Mereka semua beraktivitas normal. Sibuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan mereka masing-masing.

Tepat saat jarum jam menunjukkan pukul dua belas siang, bel kantor mulai berbunyi. Memberitahu para staff kalau mereka sudah boleh beristirahat.

Seperti biasanya, Eri menjadi orang tercepat di lantai sepuluh yang bangkit dari kursi. Kemudian secepat kilat masuk ke dalam lift untuk pergi ke kantin yang berada di lantai dasar.

Tak beberapa lama setelah Eri keluar, nyaris separuh staff lantai sepuluh mengerubungi Miran. Dengan nada setengah memaksa, mereka semua bertanya pada Miran tentang rahasia Eri tadi pagi. Karena Miran pada dasarnya wanita yang tidak tegaan, akhirnya ia membocorkan berita mengejutkan Eri pada staff lainnya.

"HAH YANG BENER AJA?!" pekik para staff secara bersamaan sehabis mendengarkan Miran selesai bicara. Mereka semua terkejut setengah mati dan mulai bergosip.

Alvin yang baru saja menyelesaikan sebagian pekerjaannya pun keluar ruangan dan mendapati banyak staff sedang berkerumun di meja Miran sambil berbisik-bisik. Awalnya Alvin tidak tertarik dengan kerumunan itu toh ia nyaris setiap hari melihat para staff bergosip.

Namun, karena Alvin sayup-sayup mendengar namanya disebut, ia jadi penasaran dan mendekati para staff. "Kenapa nama gue disebut-sebut? Ada apa?"

Tidak menyangka akan dihampiri Alvin, para staff yang sedang asik menggosip langsung mati kutu. Seperti tertangkap basah habis mencuri sesuatu. Mereka semua saling berpandangan dan hanya bergeming dengan wajah pucat.

Alvin merasa para staff terang-terangan sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak beres darinya. Karena hari ini suasana hatinya sedang tidak baik, Alvin jadi mudah tersulut emosinya. Ia pun bertanya dengan sedikit tekanan, "Cepat beritahu saya apa yang kalian sembunyikan?"

Tapi tetap tidak ada satu pun yang berani membuka suara. Alvin tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kesalnya. Rahang Alvin terlihat mengeras. Kilatan kemarahan juga terlihat jelas dari matanya. Para staff yang mulai ketakutan pun mendorong-dorong Miran. Memaksa wanita itu mulai membuka suara.

"Miran? Ada yang mau kamu kasih tahu enggak?" tanya Alvin dingin.

"Sa-sa-saya dengar dari Pak Eri kalau Senin besok…," Miran tidak berani meneruskan kata-katanya. Tapi karena Alvin sudah menaikkan satu alisnya ditambah dengan tatapan mengancam, nyali Miran tambah ciut. Wanita itu pun kembali membuka mulut. "Senin besok Pak Eri diangkat jadi general manager."

"Apa??!! Senin besok?!" ucap Alvin penuh kemarahan. "Mana Eri?!"

"Kantin," ucap Miran dan para staff lainnya kompak.