Chereads / Vorfreude: Rachel Richmann / Chapter 4 - ICNG-257

Chapter 4 - ICNG-257

Kantor Pusat Cyclops Intelligence

Distrik 13, Mazsea, Hatermoor

23 Januari 2157

08.45 NAM

Auditorium utama mulai ramai sejak satu jam lalu, beberapa orang yang terdiri dari politisi sampai dengan jurnalis tampak hadir disana. Robot-robot AI penyaji makanan eksklusif hilir mudik, menyambangi mereka agar lebih sabar menunggu pembicara utama hari ini datang. Presentasi publik perdana dari perusahaan bioteknologi terbesar dunia itu akan diselenggarakan hari ini, sebagai bukti bahwa sang CEO tidak sekedar menyampaikan omong kosong dalam kongres parlemen dua hari lalu. Rachel akan menyampaikan solusi konkret atas kritik-kritik pedasnya kemarin.

Langsung, tanpa banyak berkilah lagi.

"Selamat pagi, Tuan Philip."

Rachel rupanya sudah datang lewat pintu masuk tamu alih-alih ke tempatnya langsung di kursi pembicara paling depan dekat podium. Ia ingin menyapa Perdana Menteri dan jajarannya yang sudah datang terlebih dahulu, sekaligus berbasa-basi politis.

"Selamat pagi, Direktur. Senang melihatmu kembali," balas Philip, tentu tak terlalu sesuai makna sebenarnya.

Rachel tersenyum formal, "Tentu saja sangat baik. Silakan duduk kembali dan menikmati acara."

"Ya, Aku menantikan presentasimu," final Philip. Rachel lantas menunduk kecil, berlalu melanjutkan langkahnya ke depan.

"Dia cantik dan arogan, sangat tipemu, bukan?" bisik seseorang pada Philip si Perdana Menteri sepeninggal Rachel.

Pria paruh baya itu lantas tersenyum miring, "Memang. Tunggu saja tanggal mainnya," ujarnya misterius, matanya mengikuti gerak-gerik Rachel yang kini sudah naik ke atas podium diiringi tepuk tangan dari seluruh orang yang hadir.

Presentasi itu segera dimulai, dibuka Rachel dengan sebuah intermezzo kharismatik mengesankan. Wanita bergaun merah itu pandai menjadikan dirinya pusat perhatian sampai orang tak berkedip. Paras, gestur, pilihan kata, semuanya terpadu paripurna.

"Dalam lima sampai dengan sepuluh tahun kedepan, manusia bumi tidak akan lagi membutuhkan makanan, air, dan oksigen untuk bertahan hidup ..."

"Instinctive Cardinal Nutrition Generator, atau ICNG-257, adalah gabungan gen dan microchip yang akan mengubah regulasi nutrisi manusia agar mampu menghasilkan energi secara automatis, dengan memanfaatkan senyawa-senyawa kimia reaktif yang secara alami sudah ada di dalam tubuh."

"Selama puluhan tahun, kita telah mengetahui fakta bahwa senyawa-senyawa seperti itu ada di dalam tubuh manusia. Namun, selama kita tetap mengkonsumsi makanan dan menghirup oksigen untuk mendapatkan senyawa-senyawa itu dalam jumlah dan energi yang lebih besar agar tetap hidup, berpikir, dan beraktivitas."

"Mengapa kita tidak memanfaatkan yang sudah ada saja?"

"Baiklah, mungkin kalian semua akan berpikir bahwa mengandalkan senyawa-senyawa yang secara alami ada di dalam tubuh itu tidak cukup, karena energinya terlalu kecil. Tapi bagaimana jika kita menciptakan sebuah alat biomedis untuk meningkatkan jumlah dan efisiensi penggunaan energi senyawa-senyawa tadi secara automatis hingga setara dengan yang kita peroleh melalaui makanan yang kita konsumsi dan oksigen yang kita hirup setiap hari?"

Reaksi berbeda mulai muncul, diikuti riuh bisikan-bisikan kecil seperti kawanan lebah yang berdiskusi dengan bahasa masing-masing. Jurnalis di berbagai sudut ruangan merekam tanpa jeda presentasi yang mereka anggap monumental bagi sejarah peradaban manusia itu, sembari beberapa memantau respon publik lewat media sosial.

Terlepas dari respon negatif yang mungkin lekas diperolehnya, Rachel melanjutkan, "Proyek ini bukanlah proyek utopis ..."

Gambar dalam hologram berganti, menampilkan hasil pemindaian pendar bergerak dari sistem saraf pusat, peredaran darah, dan pencernaan tiga jenis hewan. Jelas terlihat molekul-molekul kecil dan besar mulai dari nitrogen dan hidrogen yang bergabung menjadi asam lemak, glukosa, dan asam amino, mengalir dalam pembuluh-pembuluh usus dan pembuluh darah.

"Berikut adalah sistem regulasi saraf dan pencernaan ratusan mamalia yang telah menjalani uji coba klinis selama dua tahun. Mereka adalah primata yang memiliki susunan kode genetik, sistem organ, dan sistem saraf pusat yang mirip dengan manusia, sehingga hasil statistik agregatif dari penelitian ini telah tervalidasi dan dapat digunakan pada uji coba klinis selanjutnya, yakni uji klinis pada manusia ..."

Kembali suara riuh pelan itu terdengar.

"Tidak perlu khawatir, karena manusia pertama yang akan menjalani percobaan ini adalah aku sendiri, CEO dari Cyclops Intelligence, sekaligus kreator dari gen dan microchip ICNG-217."

Suara respon lebih heboh terdengar.

"Aku akan menerima segala konsekuensi dan risiko kegagalan uji sebagai tahap akhir proyek ini. Lalu jika ini berhasil, kalian semua yang ada disini dapat menjadi yang selanjutnya."

Suara tepuk tangan pertama kalinya terdengar, membuat Rachel mengulas senyum formalnya sekali lagi, "Pada akhirnya, satu beban dalam krisis lingkungan berkepanjangan ini dapat teratasi..."

"Kemiskinan pun dapat dikurangi, karena manusia tidak perlu lagi membeli makanan yang mahal. Lahan kehutanan tidak perlu lagi diganggu untuk pembangunan industri dan ladang pertanian."

"Dengan demikian, restorasi alam dapat dilakukan dengan lebih fokus karena perut-perut kelaparan tidak akan lagi menjadi penyebab percabangan kebijakan prioritas."

"Sekian."

****

Laboratorium Uji Primata, Cyclops Intelligence

Distrik 13, Mazsea, Hatemoor

23 Januari 2157

01.45 NAM

Lima menit sudah Rachel hanya berdiri di depan dinding kaca besar yang memisahkan area kontrol dengan puluhan primata dalam ruang karantina. Sesekali Ia tersenyum, begitu kedua matanya bertemu dengan mata seekor primata yang bergelantungan di pohon dekat dinding kaca. Primata-primata itu sungguh menggemaskan, Rachel bahkan ingin memeluknya jika Ia berani.

"Sampai kapan kau akan jatuh cinta pada orang utan alih-alih manusia berjenis kelamin pria?"

Seseorang membuyarkan lamunan Rachel. Lore, asisten peneliti utamanya tiba-tiba sudah ada disamping, "Siapapun yang tidak jatuh cinta pada mereka sungguh tidak memiliki seni dalam jiwanya."

Lore mengerutkan dahi, "Seni?" tanyanya berdecih, "Sejak kapan kau mengapresiasi seni? Hidupmu bahkan tidak jauh berbeda seperti Tenor dan Bass."

Rachel tak menjawab, benar juga.

Seni, kata yang terbilang sangat jarang diucapkannya. Apa karena ...

Oh, rupanya dari pria bijaksana itu lagi.

Sialan, kata-kata mengesankan itu tak kunjung beranjak dari benaknya.

Rachel menghela nafasnya sejenak, lantas keluar dari Ruang Karantina menuju Ruang Neurologi. Lore mengikutinya, entah karena tak punya pekerjaan, atau menunggu momen tepat untuk berbicara.

"Kurasa presentasimu tadi mendapatkan banyak respon, kebanyakan positif. Media sosial ramai, semua orang mendadak berpendapat seperti ahli," ujar Lore.

"Respon positif atau negatif, aku tidak peduli," jawab Rachel, duduk di meja komputer yang terhubung dengan mikroskop elektron puluhan juta kali perbesaran. "Yang kupedulikan adalah bagaimana gen dan microchip ini akan sukses menyisip di batang otakku."

"Kau sudah tahu caranya."

"Ya, tentu saja, dan aku percaya diri. Tapi satu nanometer saja posisi penempatan microchip itu bergeser, Aku bisa mengalami cacat otak permanen."

Lore mengangguk, "Ya, maka sejak awal kusarankan agar percobaan lanjutan itu tidak langsung diterapkan padamu, Rachel. Negara ini sangat membutuhkan otak jeniusmu yang berharga, kau tidak bisa merusaknya."

"Dimana Lars? Aku perlu berbicara dengannya," tanya Rachel, karena dokter bedah saraf itu tak nampak batang hidungnya sedari tadi.

"Dia dalam perjalanan, baru saja membedah seseorang di Seawares."

Rachel mengerutkan dahinya, "Seawares? Apa yang sedang perusahaan itu kerjakan? Lagi-lagi proyek AI?"

"Ya, sepertinya."

"Astaga, monoton sekali."

"Yah, setidaknya mereka bekerja, meski entah kapan teknologi ciptaannya akan berguna."

Rachel mengangguk, beranjak dari kursi usai memastikan tidak ada masalah dalam sistem saraf para primata menggemaskan. "Tolong beri tahu Lars untuk menemuiku di ruangan jika Ia sudah sampai."

"Baiklah. Oh ya, Rachel!" cegah Lore sebelum Rachel beranjak pergi.

"Ada apa?"

"Seorang arkeolog menyampaikan kritik atas presentasimu hari ini melalui surat elektronik. Kau bisa membacanya, kurasa itu akan sedikit mengubah sudut pandang dan pemikiranmu."