Fleur Echory Residence
Distrik 14, Hatemoor
24 Januari 2157
04.30 NPM
Suara jurnalis dari stasiun televisi publik memenuhi ruang kerja Philips sore sepulangnya dari kantor. Pria itu fokus penuh, mendengarkan seksama laporan situasi terkini dari Kantor Utama Cyclops Intelligence yang konon ditutup sejak pagi menyusul eksperimen penting yang dilakukan oleh Rachel Richmann. Berita pengikut usai presentasi CEO perusahaan itu dua hari lalu masih menjadi sorotan aktual publik, sampai puluhan jurnalis itu rela bergelimpangan di pelataran kantor dan laboratorium berjam-jam tanpa mendapatkan informasi yang diharapkan.
Harapan publik, politisi, media, bahkan pebisnis saingan tidak lain dan tidak bukan adalah berupa siaran langsung dari dalam laboratorium. Namun sayang, tampaknya Rachel tidak terlalu menepati janjinya kali ini, malah Ia menutup akses total kecuali untuk beberapa orang yang dikehendaki. Lars sempat muncul tadi pagi, namun Ia pun tak memberikan keterangan apapun selain meminta jurnalis untuk menunggu saja sampai Rachel muncul kembali ke hadapan publik.
Oh, siapa yang menyukai ketidakpastian? Berapa hari eksperimen itu akan dilakukan saja mereka tidak tahu, Lars seolah mengunci rapat mulutnya atas perintah Rachel.
TOK TOK!
Suara ketukan pintuk sedikit membuyarkan fokus Philip. Rupanya itu Sabrina, anak Philips satu satunya, "Ayah..." panggilnya, lekas menghampiri Philips dan menimbrung di pangkuannya seperti biasa. Anak berusia lima tahun itu tampaknya baru saja kembali dari sekolah. "Bagaimana sekolahmu hari ini, Sayang? Apakah menyenangkan?"
Sabrina mengangguk, "Iya, Ayah. Aku bermain bersama robot-robot baru disana, juga dengan teman-teman. Mereka lucu," jawabnya, tak kalah lucu seperti robot yang disebutnya tadi.
"Begitukah? Apakah Sabrina ingin memiliki robot-robot juga di rumah?"
"Iya, Ayah. Aku mau yang bisa membantuku belajar dan mengerjakan tugas sekolah," jawabnya polos, membuat Philips terkekeh. "Baiklah, Ayah akan mencarikannya untukmu. Sekarang kau beristirahatlah dulu, sebentar lagi waktunya makan malam."
"Baik, Ayah. Terima kasih."
"Dengan senang hati, Sayang."
Sabrina lantas berjalan keluar, dengan Philips yang memperhatikannya tersenyum. Ah, anaknya itu benar-benar menghiburnya sepulang kerja, dan tidak ada yang lebih baik dari itu.
"Permisi, Tuan," sapa seorang asisten mansion dari pintu yang tidak ditutup kembali oleh Sabrina. "Oh, ya. Ada apa?" tanya Philips.
"Seorang tamu datang, dia mencarimu, Tuan."
Philips melirik arloji digitalnya, "Aku tidak memiliki janji dengan siapapun di waktu-waktu seperti ini. Siapa dia?" tanyanya.
"Namanya Lore, Tuan. Lore... Hasenclever. Dia mengatakan pernah bertemu denganmu sebelumnya di kantor parlemen, dan urusannya kali ini cukup penting."
"Ah..." Philips mengangguk, dan pikirnya mulai bertanya-tanya kenapa ilmuwan Cyclops Intelligence itu malah berada disini alih-alih di laboratorium bersama Rachel atau Lars? Apakah eksperimen itu sudah selesai?
"Katakan padanya untuk menunggu sepuluh menit lagi," titah Philips kemudian.
"Baik, Tuan. Aku akan menyampaikannya."
****
Philips nampaknya memang sangat suka berbasa-basi, melempar pertanyaan-pertanyaan sederhana nyaris remeh pada Lore, orang paling serius yang duduk dihadapannya. Sengaja, Philips tengah mengumpulkan beberapa asumsi di kepalanya sebelum mencecar Lore lebih lanjut. Gadis itu tak banyak menunjukkan gestur bantahan, hanya mengikuti alur pembicaraan dari Philips meski sejatinya Ialah yang memiliki kepentingan karena datang tanpa janji apalagi diundang.
"Jadi, Lore. Mengapa kau tidak berada di laboratorium bersama Rachel Richmann? Apakah eksperimen itu telah selesai dan kau ingin melaporkan sesuatu padaku?" Philips memulai percakapan serius mereka.
"Tidak, Tuan. Aku tidak bisa masuk ke dalam laboratorium sejak kemarin karena Rachel melarangku, dia mencabut seluruh aksesku, baik secara fisik atau digital. Aku sendiri tidak tahu apa alasannya."
Philips mengerutkan dahi, "Apakah kalian bertengkar?"
"Astaga, yang benar saja. Untuk apa kami bertengkar?"
"Kau memang tidak menyukainya, Lore. Sejak lama kau sudah mengenakan topeng manismu dihadapannya. Mungkin Rachel diam-diam sudah mengetahui sifat aslimu," sindir Philips. Pria yang tidak diketahui pasti kemana keberpihakannya itu membuat Lore terusik, ia terlalu mengetahui rahasia banyak orang, bahkan sampai yang paling rahasia dan terkesan remeh seperti yang barusan dikatakannya.
"Rachel tidak akan mengetahuinya. Dia sangat percaya padaku," kilah Lore percaya diri, atau tepatnya menyelamatkan harga diri. "Dia adalah orang yang sangat terang-terangan. Jika ia tidak suka pada seseorang, maka orang itu harus lenyap dari hadapannya."
Philips tersenyum miring, "Seorang pebisnis tidak berpikir sesederhana itu, Lore. Jika kau masih berguna untuknya, kau akan dipertahankan. Kau mungkin sangat mengenal Rachel sebagai ilmuwan, tapi aku memandangnya dari sudut pandang lain."
"Kau bersikap seolah kau paling mengenal Rachel, tetapi kau tidak tahu bahwa orang yang mempengaruhinya untuk menutup akses laboratorium untukku dan semua orang kecuali Lars adalah orangmu sendiri, Tuan Perdana Menteri."
"Orangku? Siapa yang kau maksud?"
"Niels Geyer."
Philips kembali mengerutkan dahi, "Niels Geyer? Memangnya siapa dia sampai bisa mempengaruhi Rachel? Mereka bahkan dua orang yang sangat berbeda, bertentangan, dan Niels bahkan tidak setuju dengan eksperimen yang dilakukan Rachel..."
"Aku juga tidak paham persisnya bagaimana Niels mempengaruhi Rachel usai Ia mengirimkan e-mail yang sangat panjang berisikan kritik atas eksperimen itu. Tapi sebaiknya kau waspada, Tuan. Rachel adalah orang yang tidak bisa ditebak, dan Niels, dia misterius."
Philips menghela, "Bagaimanapun juga, eksperimennya tidak boleh berhasil. Itu akan berbahaya."
"Lalu apa lagi rencanamu?"
Philips tampak berpikir, memegangi dagunya sebagai gestur khas politisi pemikir, "Mari kita tunggu sampai eksperimen itu selesai dilakukan."
"Selama ia tidak mempromosikan penemuannya, mempengaruhi publik untuk semakin percaya padanya, apalagi mendapatkan investor besar untuk mendanai produksi masal, itu tidak akan menjadi masalah besar untukku, sekalipun hasil eksperimennya berhasil untuk dirinya sendiri."
"Wah..." Lore tersenyum miring, "Kau sangat licik, Tuan. Apakah lagi-lagi kau akan membuat propaganda?"
"Bukan aku yang membuat propaganda, tapi Rachel Richmann. Aku justru mencegah propaganda itu berdampak pada hal yang tidak semestinya. Semua itu penting, Lore. Tidak ada satu pun pihak yang dapat menguasai penuh sistem politik dan bisnis di negara ini, termasuk Rachel." Philips berbicara penuh penekanan.
"Ya, baiklah kalau begitu. Itu artinya kau sudah tidak lagi membutuhkanku, bukan?"
"Tidak juga."
"Lalu?"
"Jika Rachel tetap bersikeras melawan tekanan-tekanan dariku, maka tidak ada cara lain selain apa yang kurencanakan paling awal denganmu, Lore. Tetaplah bersiap."