Narra menatapi sang adik yang tengah merapikan seragam sekolah yang sudah dipakainya.
Ujung bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman melihat lean adik perempuan satu-satunya yang tuhan tinggalkan untuk dia jaga setelah kedua orng tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan.
Lean sangat pandai merawat diri dibandingkan dengan narra yang usianya lebih tua enam tahun dari lean yang dua hari lalu merayakan ulang tahun ke enam belasnya.
Dia sangat cantik dan kulitnya putih karena selau rutin mendapatkan perawatan, berbeda dengan narra yang sibuk kuliah dan lalu harus membantu pamannya yang mengurusi semua bisnis yang ditinggalkan oleh orang tuanya agar semua kebutuhan lean bisa terpenuhi.
"Apa kamu pelu seragam yang baru, Le? "
Narra tetiba melontarkan pertanyaan itu ketika melihat rok seragam adiknya yang dipakai di atas lututnya, dan dia merasa risih melihatnya.
"Kak,,, " rengek lean.
"Apa sih! "
Kali ini lean memasang wajah cemberut.
"Kakak mau lean di ketawain sama teman-teman di kelas nanti " ucapnya lagi.
Lean bersikap manja dengan melingkarkan kedua tangannya di pinggang narra.
"Di bulli itu nggak enak kak "
Narra tersenyum hambar dan mengusap rambut adiknya itu.
"Tapi itu terlalu pendek, Le "
Lean tersenyum dengan sangat lebar dan pagi ini terlihat sangat cantik di mata narra.
Walaupun setiap lean terlihat cantik di mata narra, tetapi pagi ini kecantikannya berbeda. Narra meilhat wajahnya lebih cerah, dalam pikirannya tesirat mungkin produk kecantikan mahal yang diminta oleh adiknya satu minggu yang lalu begitu cepat terlihat hasilnya.
Dia tidak pernah perhitungan pada adik kesayangannya itu, yang paling utama baginya adalah kebahagiaan adiknya agar supaya lean tidak merasakan kesepian walaupun tanpa kehadiran kedua orang tuanya.
"Lean berangkat ya kak "
Suara sang adik mengejutkannya dari sebuah lamunan.
Ada sebuah kecupan di pipinya dari sang adik.
"Ups!! "
Lean menghapus jejak pewarna bibirnya yang menempel di pipi kakaknya.
"Lean, kebiasaan nih! " narra meninggikkan suaranya.
"Kakak sudah berapa kali peringatkan jangan dandan belebihan kalau cuma ke sekolah! "
Lean mengerutkan dahinya sambil memperlihatkan senyumannya.
"Terakhir, kak " ucap lean.
"Lean janji setelah ini akan menuruti semua perkataan kakak, dan janji tidak akan menyusahkan kakak lagi "
Lalu kecupan terakhir lean di kening narra, yang kemudian di sambung dengan tawa lean yang sudah lebih cepat melarikan diri dari hadapan narra.
"Lean!!! " gerutu narra.
Dia harus menghapus lagi jejak pewarna bibir yang melekat di keningnya.
Narra berjalan ke arah kamar mandi dan melepaskan kaca matanya sebelum membersihkan wajahnya.
"Aku tidak keberatan kamu selalu menyusahkan " ucap narra sambil mengeringkan wajahnya dengan handuk.
Memandangi dirinya di depan cermin dan lalu tersenyum.
Betapa dia tidak peduli jika sekarang ini wajahnya terlihat sangat tua dibandingkan usianya.
Kehidupannya yang tersita hanya karena semua waktunya dia pakai untuk bisa memenuhi semua kebutuhan lean.
Bahkan disaat semua sahabat-sahabatnya telah banyak memililki seorang pendamping dia hanya fokus pada masa depan lean dibandingkan masa depannya.
Lagi-lagi narra tersenyum, "kenapa hari ini kamu manis sekali "
Dia merapikan rambutnya lalu mengikatnya seperti biasa, setelah memakai kembali kacamatanya narra bergegas keluar dari kamarnya untuk berangkat ke kampus karena hari ini dia ada jadwal kelas pagi.
Narra adalah mahasiswi berprestasi di kampusny di jurusan hubungan internasional, dan selesai kuliah dia selalu menyempatkan diri mengujungi pamannya yang dia percaya untuk mengurusi semua bisnis orang tuanya.
"Kebiasaan... " gumam narra melihat pintu kamar lean yang terbuka lebar setelah si pemilik ruangan itu meninggalkannya.
Langkah narra berbalik menuju ke kamar adiknya yang masih terbuka untuk menutupnya sebelum dia pergi.
"Harum banget kalau kamar anak sekolah "
Narra yang sedang berdiri tepat di depan pintu kamar lean mencium wangi parfum dari dalam kamar.
Walaupun lean sudah berangkat ke sekolah tetapi dia masih meninggalkan jejak parfum yang di pakainya.
"Kamu harus tetap wangi " celetuk narra lalu menutup pintu kamar sang adik.
Beberapa langkah setelah dia menjauh dari pintu kamar lean seperti ada sebuah angin kecil yang meniup rambut dan menembus ke tengkuknya.
Narra terkejut dan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan memastikan seseorang yang sengaja usil padanya.
"Lean " teriaknya.
"Awas ya,,, "
Dia tahu sekali keusilan lean padanya yang selalu dilakukannya setiap hari.
Narra melangkah pelan untuk mencari sosok lean yang dia yakii sedang berbuat usil padanya.
Lean adalah adik tercantik bagi narra, dia memiliki tinggi seratus enam puluh yang membuatnya bisa lulus menjadi pasukan khusus pengibar bendera di setiap upacara.
Selain tinggi, lean juga memiliki bentuk tubuh yang sama seperti model-model cantik. Semuanya sempurna karena lean juga memiliki wajah cantik dan mata yang indah seperti ibu mereka.
"Semoga sekolah sekarang bisa membuat kamu nyaman " ucap narra ketika berada di depan kamar lean.
Pasalnya ini adala sekolah ketiga yang harus lean datangi. Dia selalu ingat ketika lean yang pulang sekolah datang ke rumah dengan tangisan dan menunjukan seragamnya yang jika tidak ditempeli lem atau permen karet.
Ternyata walaupun dia cantik dan sempurna tidak menghindarkan dirinya dari pembulian.
"Kak, rambutku di gunting gara-gara aku tadi ngobrol sama kak revan. Aku nggak tahu kalo kak vio itu pacarnya, lagian aku nggak genit kak sama cowok "
Atau rengekan yang terkadang justru membuat emosi narra yang mencuat ingin membalas perlakuan konyol teman lean.
Apapun akan dia lakukan untuk melindungi adiknya, dia merasa harus menjaga lean dengan baik setelah kematian kedua orang tuanya