Chereads / Seven Hundred And Thirty Days / Chapter 2 - Firasat

Chapter 2 - Firasat

"Kenapa? "

Efriel heran melihat narra yang sedari tadi cuma memandangi ponsel miliknya yang dia simpan disamping sepiring batagor bumbu kacang yang dipesannya tadi.

Ditambah lagi sahabatnya itu selalu menarik nafas dalam dan terlihat berat.

"Kenapa nafasnya kayak gitu? " tanya efriel lagi.

"Jangan-jangan... " efriel tidak melanjutkan ucapannya dan hanya memandangi narra yang sedang menunggunya melanjutkan ucapannya.

"Apa? " narra balik bertanya.

"Mak " efriel bicara pelan mencondongkan tubuhnya ke arah narra yang terhalangi meja kantin.

"Kamu sakit jantung atau kanker, mak? "

Kedua mata narra membulat, satu tangannya mengetuk meja tiga kali yang lalu berganti mengetuk kepalanya sendiri.

"Amit-amit cabang pancoran! " celetuk narra.

"Jangan bilang gitu, efriel. Ucapan itu suka jadi doa tahu nggak sih ! "

"Abisnya kayak yang hidupnya berat banget "

"Biasanya tuh batagor menghilang dalam dua atau tiga suapan "

Narra tersenyum hambar, "nggak tahu kenapa hari ini aneh banget "

"Gara-gara ucapan om kamu tentang aku? "

"Bukan " jawaban narra secepat kilat.

"Terus? "

"Kamu kayak tukang parkir aja, kalo nggak bilangnya terus pasti maju aja "

Efriel tertawa mendengar ocehan lucu narra, tapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang terlihat menyembunyikan kesedihan.

"Lalu? " efriel mengganti kata 'terus'.

"Nggak tahu kenapa, aku merasa baik-baik saja tapi, di dada tuh kayak ada yang meletup-letup "

Narra mengusap dadanya dengan terus menerus, mencoba membuat sugesti positif di pikirannya yang harapannya itu akan membuat pikirannya lebih baik dan memberikan sinyal baik untuk hatinya.

"Kayak nyeblak gitu " sambung narra.

"Nggak enak kalo nyeblak itu, mending nyeblak mpok hikmah tuh sana "

Efriel mencoba membuat lelucon lagi supaya sahabatnya itu tertawa

"Aku beliin ya? "

Narra menggelengkan kepalanya, "batagornya aja belum aku makan ini "

"Ya udah cepet makan " efriel memberikan perintah.

Dia mengambil sendok yang ada di piring batagor milik narra.

"Jangan bilang pengen di suapin "

"Nggak " narra dengan cepat mengambil sendok miliknya dari tangan efriel.

"Aku takut kualat " ucap narra lagi..

Satu suapan besar masuk ke dalam mulut narra dan barisan gigi rapinya menghancurkan batagor yang dia masukkan ke dalam mulutnya.

Efriel tersenyum, "kalo liat suapannya sih, aku udah yakin kamu sekarang sadar sepenuhnya "

"Emangnya aku kesurupan! " cetus narra sambil memukul kecil tangan efriel.

Suapan kesatu narra sudah terlihat seperti dirinya, tetapi lagi-lagi raut wajahnya berubah kembali seperti beberapa menit sebelumnya.

Dia terus saja menoleh ke arah ponsel miliknya yang berada disamping piring miliknya tidak jauh dari pandangan matanya. Dia seperti kecewa karena ponselnya sama sekali tidak menyala.

"Kamu punya pacar? "

"Hah_ "

Mendengar jawaban narra yang singkat efriel mengawasi ekspresi sahabatnya itu.

"Kamu nggak pernah bilang kalo udah punya pacar "

"Inget yak, kamu itu janji punya pacar kalo aku punya pacar duluan " sambung efriel.

"Apaan sih! " narra dengan cepat melempar gulungan tisu bekasnya ke arah efriel.

"Jorok, mak. Bekas ingus kamu nih! "

Narra tidak menggubris sama sekali, hanya membulatkan kedua matanya ke arah efriel.

"Makanya jangan aneh-aneh " guman narra.

Dia menghidupkan layar ponselnya dan lalu mematikannya lagi setelah melihat tidak ada satupun pesan masuk untuknya.

"Aku kirim pesan siang tadi sama lean, sampai sekarang mau malam belum di jawab "

"Belum malam, masih jam enam sore. Lebih tepatnya petang, mak! "

Efriel mengkoreksi ucapan narra, seperti dia yang sangat benar.

"Kamu kirim pesan apa emangnya? jangan bilang kirim pesan kayak kemarin "

"Yang mana? "

"Itu yang, lean kamu bilang jangan pulang sekalian kalau kamu tetep ikut teman kamu yang nakal itu "

"Salah aku apa? " tanya narra, "aku marahin lean karena dia salah nggak nurutin kata-kata aku "

"Halah udah salah percaya diri lagi " efriel menertawakan narra, "orang lean nggak salah kamu marahhin "

"Jadi aku yang sala gitu? "

"Kan kamu sendiri yang nyuruh jangan pulang, lean itu anak penurut "

Narra membelalakan kedua matanya, "belain narra sudutin aku "

"Kamu mau aku nggak kasih restu buat jadi calon mantu? ingat ya, siapa yang mau nikah sama lean itu harus ada persetujuan aku "

"Dia itu adik narra yang paling cantik, jadi aku pasti super jagain. Apalagi dari laki-laki kayak kamu "

Efriel tertawa tidak berhenti walaupun ancaman dari narra sudah terhenti sejak tadi, tapi dia masih merasa lucu mendengarnya.

"Belum tahu aja nih kalau laki-laki mau apapun dilakukan, jalur halus atau kasar. Pake rayuan atau mau pake paksaan, gampang buat kitamah "

"Udah, ah. Capek dari tadi main sinetron mulu sama kamu! "

Pembicaraan mereka terhenti ketika ponsel narra akhirnya berdering dan tertera nama lean di layar ponselnya.

"Akhirnya nongol juga yang diomongin dari tadi " gerutu efriel.

Narra menyimpan jari telunjuknya di depan bibirnya memberikan perintah pada efriel untuk berhenti bicara dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun ketika dia sedang bicara dengan lean di telepin.

Efriel mengangkat kedua tangannya menganggukkan kepala menuruti semua perintah efriel.

"Kak " lean bicara lebih dulu setelah narra menerima telepon darinya.

"Kamu dimana? bi atun bilang kamu belum pulang "

Nada suara narra terdengar tegas kali ini, sebenarnya dia khawatir sekali tetapi karena jadwal kuliahnya hari ini selesai pukul delapan malam dia tidak bisa menemani adiknya.

"Aku baru selesai dari perpustakaan kota, kak "

"Baterai ponselku sedikit lagi, kak. Aku lupa bawa charger, takut kakak marah aku telat pulang jadi aku telpon kakak "

"Kamu nggak bohong kan? "

"Iya, kak. Aku nggak bohong ini aku pulang sama... "

Suara lean kemudian menghilang dan tidak bicara lagi.

"Kenapa? " efriel heran melihat narra yang kembali menyimpan ponsel di meja.

"Pasti baterai ponselnya lean habis " jawab narra.

"Tapi aku sudah tenang karena dengar suara lean, dia juga tadi bilang sedang di perjalanan ke rumah "

"Jangan khawatir berlebihan, kasihan lean juga harus punya waktu sama teman-temannya. Dia masih muda, jadi butuh semua yang membuatnya senang "

"Pengertian banget yang mau jadi suami lean " ledek narra.

Dia lalu beranjak dari duduknya memasukkan ponsel miliknya ke dalam tas untuk kembali ke kelasnya sebelum dosennya datang lebih dulu darinya.

"Kenapa dari tadi aku cium wangi parfum lean ya... "

Narra berucap dalam hatinya seraya memutarkan pandangannya ke seluruh orang yang berada di dalam kelas yang dalam pikirannya mungkin memakai parfum yang sama dengan adiknya, membuat konsentrasi belajarnya terganggu hari ini.

Dia setiap hari bisa mencium wangi parfum itu, tapi kali ini tidak tahu alasan yang membuatnya merindukan sosok lean hanya dengan mencium wangi parfum yang sama.

Hari ini dia ingin sekali kuliahnya dengan cepat berakhir supaya dia bisa melihat adiknya dan menonton film yang sama-sama mereka sukai.