Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 34 - 34. Surat Rahasia Kriptografi Enrique

Chapter 34 - 34. Surat Rahasia Kriptografi Enrique

Jade yang merasa kalut dan serba salah serta bingung akan apa yang terjadi akhir – akhir ini terhadap keluarganya pun belum mampu memberikan jawaban apapun kepada gadis itu. Yang masih ia tidak mengerti, ada hubungan apa antara kematian Hubert dan Enrique dengan ayahnya. Jika memang kematian Hubert pun karena ayahnya, lantas ada dendam apa yang ayahnya sembunyikan hingga menyebabkan ayahnya mampu berbuat sekeji itu. Rasanya jikalau semata – mata memang hanya dikarenakan harta kekayaan atau kekuasaan, tidak mungkin ayahnya juga membunuh Hubert, yang kini telah menjadi kakek tirinya. Karena terlalu fokus dengan pikirannya sendiri, ia tidak menyadari bahwa Ivory sedang menatapnya yang sedang melamun sedari tadi dan mengabaikan pertanyaannya, lalu melambai – lambaikan tangannya di hadapan Jade hingga membuatnya tersentak dari lamunannya. "Eh maaf, tadi kamu nanya apa Iv?" tanya Jade kaget. Ia pun sudah tidak ingat lagi bahwa gadis itu sedari tadi sedang berbicara dengannya. "Kamu itu ngelamunin apa sih Kak? Akhir – akhir ini kamu jadi sedikit aneh. Lagi mikirin apa? Ada yang kamu sembunyikan dariku ya?" tanya Ivory penasaran. "Itu…nggak kok, aku juga lagi bantu kamu mikir soal kematian kakek. Rasanya ini aneh aja sih. Kenapa semua kejadian bisa beruntun terjadi begini," ujar Jade terbata – bata. "Sebenarnya aku merasa aneh juga sih, terutama dengan kehadirannya orang itu yang serba tiba – tiba. Setelah papa ninggal, bisa – bisanya dia kembali lalu menguasai semua yang dimiliki mama dan papa, terus sekarang kakek meninggal. Aku agak sedikit curiga sama orang itu. Kamu sendiri ngerasa aneh gak sih dengan kehadirannya yang tiba – tiba? Atau kamu jangan – jangan udah tau sesuatu tapi gak mau kasih tau aku ya?" tanya Ivory masih berusaha memancing Jade. "Aku sendiri juga gak yakin kenapa orang itu bisa tiba – tiba kembali lagi dan entah gimana caranya semua ini terjadi begitu aja. Kira – kira kamu punya petunjuk gak Iv?" Jade terlihat berusaha untuk mengalihkan perhatian Ivory agar tidak semakin menudingnya. Ia takut kalau – kalau gadis itu akan mencurigai dirinya terlibat juga dalam peristiwa – peristiwa yang telah terjadi selama ini, padahal jikalau ia sanggup, betapa inginnya ia sendiri yang turun tangan untuk memberikan hukuman yang setimpal atas perbuatan ayahnya yang keji itu.

Ivory hanya terlihat pasrah dan tidak mau berpikir terlalu banyak karena ia sedang tidak bisa memikirkan apapun untuk saat ini. Bayangan kakeknya masih memenuhi pikirannya dan membuatnya sedih. Rasanya baru saja ia kemarin menjadi seorang gadis kecil yang selalu ditimang – timang dan disayangi serta dimanjakan oleh pria tua berkacamata tebal itu. Sosok seorang kakek yang begitu jenius dan terlihat seperti seorang ilmuwan yaitu Albert Einstein dengan gaya rambut yang hampir sama persis, bedanya tanpa kumis ataupun jenggot. Sosok pria tua yang selalu memanjakannya dan menemaninya bermain dengan James ketika lelaki itu masih hidup. Bahkan ingatannya tentang masa kecilnya dengan ketiga sosok pria yang sangat menyayanginya itu masih belum pudar. Ia begitu merindukan sosok ketiga pria tersebut. Sembari melihat ke langit gelap, ia seakan melihat James, Enrique dan Hubert sedang tersenyum bahagia menatapnya hingga ia pun membalas senyuman itu dengan sebuah senyuman yang mengharu biru. Rasa perih dihatinya seakan semakin terasa tatkala ia membayangkan semua kenangan indah yang terus berputar di dalam kepalanya yang kemudian dihancurkan oleh semua rentetan peristiwa yang belakangan terjadi dalam hidupnya hingga terasa sangat melekat didalam benaknya. Rasanya kematian tidak wajar ketiga orang yang paling berharga dalam hidupnya itu bagaikan mimpi buruk baginya. Jade begitu memahami bagaimana rasa sakit yang dialami oleh gadis itu sekarang, karena ia pun pernah merasakan hal itu ketika ia harus kehilangan sosok seorang ibu meskipun saat itu ia masih kecil. Jade kemudian menggenggam erat tangan kiri gadis itu. "Kita akan bersama – sama melalui dan memecahkan misteri ini. Jadi jangan pernah menyerah Iv," ujar Jade dengan senyuman manisnya yang setiap kali mampu mencairkan es yang membeku didalam hati gadis itu. Membuat gadis itu selalu merasa nyaman setiap kali berada didekatnya. Ia hanya berpikir entah akan jadi apa dirinya jika ia tidak memiliki seseorang yang seperti sosok ayahnya yang selalu ada untuknya dan menghiburnya itu. "Makasih banyak karna kamu udah selalu ada untukku Kak," ujar Ivory seraya berusaha untuk tetap tersenyum agar terlihat lebih tegar karena tidak ingin membuat pria itu selalu khawatir dengannya yang setiap kali selalu membuatnya susah. "Gak usah ditahan – tahan nangisnya. Jelek banget kalo diliat. Aku juga gak akan ngejek kalo kamu mau nangis. Hanya kamu harus selalu ingat pesanku, setiap kali selesai mengeluarkan semua kesedihanmu, kamu harus ingat untuk tersenyum lagi," ujar Jade seraya memegang dan mengelus pelan kepala gadis yang tingginya hanya sebatas bahunya itu. Ivory hanya bisa tersenyum dan menganggukkan kepala sembari menangis sesenggukan karena kesedihan yang sudah ditahannya sedari tadi. "Aku baik – baik aja Kak. Jangan khawatir. Oh ya, udah malam masih gak mau tidur Kak?" tanya Ivory masih sambil menyeka sisa air matanya. "Aku belum bisa tidur kalo Princessku belum bisa tidur juga," ujar Jade berusaha menghibur gadis itu. "Ih, dasar kamu ya. Belajar dari mana gombalan begitu? Simpan aja gombalanmu itu untuk cewek – cewek di kampusmu. Udah ah, mau tidur dulu, capek. Besok aku baru nanya mama kapan akan melaksanakan upacara kematian kakek," ujar Ivory seraya berjalan masuk dan memberikan ucapan selamat tidur untuk pria itu.

Pria itu kini sedang berdiri sendiri di balkon dan sedang menatap langit gelap yang luas serta sedang menikmati udara malam yang begitu segar sembari menatap indahnya kota tempat kelahirannya itu. Kota yang terlihat begitu indah, namun terasa menyesakkan di dada. Kota yang penuh dengan misteri dan teka – teki yang harus ia pecahkan jika ia ingin menolong gadis yang dicintainya itu untuk segera terbebas dari permasalahannya. Entah angin dari arah mana yang menghembusnya hingga ia tiba – tiba ia teringat akan James. Di mana ia harus mencari lelaki itu, karena ia merasa bahwa lelaki itu sepertinya adalah kunci satu – satunya dari semua permasalahan yang terjadi di keluarga ini. Di kota yang begitu luas ini, pastilah ia sedang bersembunyi atau sedang disembunyikan oleh ayahnya di suatu tempat. Dinginnya malam yang semakin menusuk ke dalam tulang membuatnya memeluk dirinya sendiri dengan kedua tangannya karena merasa kedinginan sembari masih menatap pemandangan perkotaan dengan gemerlap sinar cahaya yang kelap kelip di segala penjuru. Kota yang kelihatannya begitu ramai namun terasa begitu sepi baginya. Meskipun ia memiliki keluarga, namun rasanya ia seakan hidup sendirian di tengah kota yang begitu luas ini. Rasanya ia pun sudah tidak mengenal siapa ayah dan adiknya itu. Ia teringat kembali akan sosok ibunya. Ia hanya berpikir andai saja tidak melahirkan Catherine, mungkin ibunya masih hidup hingga sekarang. Namun ia mencoba untuk menepis pemikiran itu karena biar bagaimanapun itu merupakan sebuah takdir yang harus diterima. Ia tidak bisa menyalahkan siapa – siapa. Merasa lelah, Jade pun akhirnya kembali ke kamarnya untuk beristirahat tanpa ingin mengingat apapun untuk sementara waktu. Setelah menutup pintu balkon seraya berjalan dan meringkuk di dalam kasurnya lalu hendak mematikan lampu tidur di sebelahnya, namun tiba – tiba tangannya seakan tergores sesuatu yang berada di meja kamarnya tersebut. Ia mencoba untuk menggosokkan jarinya pada sekitar sudut meja yang menggores tanggannya barusan, dan tiba – tiba jari telunjuknya telah menyentuh sesuatu benda kecil yang cukup tajam namun tipis, ia lalu mencoba untuk menekannya. Seperti kertas kecil yang dilipat – lipat dan diselipkan disudut meja kayu tersebut. Ia berusaha menarik ujung kertas itu, namun ia agak kesulitan untuk menariknya karena sepertinya sudah cukup lama diselipkan di sana. Sayangnya kertas tersebut harus tersobek sedikit dibagian ujung dalam meja ketika ia menariknya keluar. Kemudian ia segera membukanya. Tulisan tersebut sudah agak pudar dan samar – samar. Sepertinya sudah lama sekali ditulis. Namun samar – samar ia masih bisa melihat isi surat tersebut, dan tulisan tersebut lebih menyerupai sandi atau kode – kode. Ia tidak mengerti apa maksudnya namun ketika ia meletakkan tulisan itu di bawah lampu mejanya, tulisan tersebut mulai terlihat sedikit lebih jelas. Benar dugaan Jade bahwa tulisan yang ada dalam surat tersebut merupakan sandi rahasia yang disebut sebagai kriptografi Sandi Caesar. Ia pernah mempelajarinya ditahun pertama ketika ia baru saja mulai menjadi mahasiswa jurusan IT, jurusan yang sama dengan seseorang yang telah meninggal, dan nama penulis yang ia baca bukanlah orang lain, yaitu Enrique.

Semalaman itu, Jade berusaha memecahkan kode yang ditulis oleh Enrique tersebut dan menemukan petunjuk kunci sandi yang digunakan untuk menerjemahkan keseluruhan isi surat, yaitu dengan menggunakan Kunci E dalam Sandi Caesar. Mungkin diambil dari inisial nama Enrique pikir Jade. Akhirnya ia mengerti apa yang ditulis oleh lelaki itu, namun betapa kagetnya ia mendapati isi dalam surat yang ternyata memang ditujukan untuk dirinya. Ia tidak menyangka ternyata jauh sebelum ia meninggal, ayah angkatnya itu telah mendapatkan firasat yang tidak baik tentang dirinya, sehingga ketika ia mengetahui bahwa Jade akan mengambil jurusan yang sama dengan dirinya, ia memutuskan untuk menuliskan surat ini dan menyelipkannya di sudut meja agar tidak ketahuan oleh siapapun serta beliau telah memastikan posisinya hingga suatu ketika hanya Jade sendirilah yang akan menemukan kertas tersebut dan mampu membacanya. "Teruntuk putraku Jade. Suatu saat ketika kamu menemukan surat ini mungkin aku sudah tidak ada di dunia ini. Aku tau kamu adalah satu – satunya orang yang akan mengerti isi surat ini. Melalui surat ini aku ingin memberitahukanmu bahwa suatu saat seluruh kepemilikan aset dan perusahaanku ini akan kuwariskan hanya padamu, karena aku punya firasat bahwa sesuatu akan terjadi terhadapku nantinya sehingga aku tidak bisa lagi menemani kalian dan aku tau kamu adalah satu – satunya orang yang bisa kupercaya. Suatu saat nanti, ketika umurmu sudah mencapai batas yang ditentukan, akan ada seseorang yang mendatangimu dan memberikanmu semua dokumen kepemilikan asli atas asetku kepadamu. Kuharap kamu bisa mempersiapkan dirimu, karena kamu akan berseteru dengan seseorang yang akan diam – diam mencuri semuanya namun janganlah pernah percaya pada apa yang kamu lihat karena itu bukanlah merupakan sebuah kebenaran dan kamu akan mengerti akan kebenarannya bila saat itu tiba dan ketika semuanya terungkap sebagaimana mestinya. Aku minta maaf karena harus merepotkanmu tapi aku percaya dan yakin bahwa kamu adalah anak yang baik, berprestasi, penurut, tulus dan jenius sehingga kamu pasti bisa menjadi seperti diriku. Kelak jikalau aku sudah tiada, aku ingin menitipkan putriku kepadamu. Sudah sejak lama aku mengetahui bahwa kamu mencintai putriku, Ivory. Namun jikalau ia belum siap, tolong jangan paksakan perasaan itu kepadanya, biarkan waktu yang menjawab semuanya. Aku berharap suatu saat kalian bisa bersatu dan ditakdirkan untuk bersama. Dia mungkin akan tumbuh menjadi anak yang manja tapi aku harap kamu dapat memaklumi dan menerimanya apa adanya. Kalian adalah satu – satunya harapanku yang bisa meneruskan apa yang kelak akan kutinggalkan. Kumohon bahagiakanlah putriku kelak, dan jangan pernah menyakitinya karena dia adalah kesayanganku dan istriku. Aku juga ingin menitipkan Moniq, semoga kamu bisa menganggapnya seperti ibu kandungmu sendiri juga. Bahagiakanlah mereka sebagaimana aku membahagiakan mereka dulu, namun tolong jangan katakan apapun pada mereka mengenai ini sebelum waktunya tiba dan tolong bantu aku untuk menemukan keadilan bagi orang yang telah menyebabkan kecelakaan yang menimpa kakakku, James. Entah mengapa aku merasa bahwa ia masih hidup tapi aku pun tidak tau kebenaran pastinya. Tolong bantu aku untuk mengusut masalah ini. Jikalau ia masih hidup dan ternyata aku yang sudah tiada, tolong sampaikan padanya bahwa aku sangat berterima kasih kepadanya karena semasa hidup, aku telah banyak merepotkannya, bahkan ia telah banyak membantuku dengan memberikanku penghidupan yang layak dan aku ingin minta maaf kepadanya karena mungkin semasa hidup, apa yang kuberikan kepadanya sebagai tanda balas budiku masih kurang. Andaikan ia masih hidup tolong sampaikan jua kepadanya bahwa aku menyayanginya dan tetap menganggapnya sebagai abang kandungku sendiri. Selamat tinggal dan salam untuk semua yang kusayangi. Enrique."